Ibunda Wali Ratu mengantar kepergian Sanura. Sebelumnya terjadi sebuah perdebatan kecil. Sanura tidak setuju jika harus bepergian dengan pengawalan, sedangkan Ibunda Wali Ratu tetap memaksa kepergian Sanura harus disertai dengan pengawalan.
"Ibunda bukankah sangat mengetahui akan kemampuan olah Kanuragan Sanura. Nura bisa menjaga diri sendiri Ibunda."
"Tidak Sanura. Bawalah dua orang Senopati dan beberapa prajurit untuk mengawal perjalananmu. Bagaimanapun keselamatanmu lebih diutamakan dari apapun juga. Kamu tidak ingin Ibunda khawatir secara berlebihan bukan?"
"Tapi Ibunda?"
"Sudah cukup. Ibunda tidak mau dibantah lagi. Ibunda ini ibumu, apakah kau sudah tidak menuruti perintah ibumu ini?"
"Ananda Ratu niat Ibunda Wali Ratu semata-mata dikarenakan kekhawatiran seorang ibu akan keselamatan anaknya. Di sisi lain sudah selayaknya sebagai seorang ratu meskipun dalam penyamaran tetap disertai dengan pengawalan," Mahapatih Manggala Swara mencoba memberikan penjelasan kepada ratu momongannya itu.
Alhasil Sanura bersedia dikawal oleh beberapa pengawal.
Senopati Jaladhi, Senopati Apsara, dan delapan orang prajurit ditugaskan untuk menemani kepergian Ratu Sanura untuk melanglang ke negeri daratan.
Sanura membawa beberapa pakaian yang sederhana, panah dan gendewanya, sebuah keris yang bukan sembarang keris, beberapa buntalan kecil yang berisi kepingan uang, tak lupa dibawanya serta Antari salah satu kuda betina yang menjadi kesayangannya.
"Nura bangsa manusia yang di daratan berbeda dengan bangsa kita yang tinggal di lautan. Hati-hatilah di sana, carilah dan dapatkan yang engkau cari, dapatkan pelajaran kehidupan di sana, bawa oleh-oleh untuk rakyatmu saat kau kembali ke Sagaralaya."
"Maksud Ibunda?"
"Oleh-oleh atas segenap ilmu kebaikan yang telah kau peroleh dalam perjalananmu. Harta sekedar hiasan dunia semata tapi ilmu sangat bermanfaat sampai kapanpun juga," nasehat Ibunda Wali Ratu kepada putrinya.
"Benar yang dikatakan oleh Ibunda Wali Ratu. Anakku Ratu Sanura, Eyang Guru hanya sekedar melanjutkan apa yang disampaikan oleh Ibundamu. Harta dunia dicari maka kecukupan akan hartalah yang diterima, tapi jika ilmu yang menjadi tujuanmu maka harta dan kehormatan akan secara selaras akan mengikuti dalam perjalanan hidup. Sehingga tidak akan membuatmu terjerumus dalam urusan duniawi saja."
"Baik Eyang Guru. Segala nasehat dari Ibunda Wali Ratu, Paman Mahapatih Manggala Swara, dan Eyang Guru, akan selalu Sanura ingat dan akan menjadi bekal dalam perjalanan."
"Anakku ini bunga mawar putih yang dibeli dari pemilik taman bunga di wilayah daratan. Pakailah bunga mawar ini dan selipkan digelung rambutmu. Bila bunga ini layu Ananda beli atau cari lagi bunga mawar putih di negeri daratan."
"Baik Ibunda."
Di lapangan Kerajaan Laut Segaralaya berkumpul Senopati dan prajurit yang bertugas untuk menyertai Ratu Junjungan mereka untuk berkelana.
"Pasukan Kelana itulah sebutan untuk kalian saat ini. Lindungi Ratumu dimanapun berada. Jangan biarkan bahaya mencelakai Sang Ratu. Meskipun Ratu Sanura mumpuni dalam olah kanuragan tapi marabahaya bisa datang dari sisi manapun. Jangan lalai. Keselamatan Sang Ratu yang utama. Paham Pasukan Kelana?" Panglima Senopati Sawu Banyu menjelaskan dengan tegas dan keras kepada semua Pasukan Kelana. Diperhatikannya satu persatu wajah demi wajah yang menjadi bagian pasukan ini, dipastikannya bahwa mereka akan mampu menjaga keselamatan Ratu Sagaralaya dari segala bahaya.
Panglima Senopati Sawu Banyu manggut-manggut merasa puas dengan semua anggota dari Pasukan Kelana. "Tidak mengecewakan," gumamnya.
Sebenarnya dirinya ingin menyertai Ratu Sagaralaya berkelana ke negeri daratan, tapi tidak diijinkan oleh Sang Ratu sendiri.
"Keselamatanku merupakan hal utama, tapi keselamatan Ibundaku dan kerajaanku lebih utama. Sanura boleh mati tapi Kerajaan Laut Segaralaya tidak boleh hancur apalagi mati. Sanura pergi berkelana tapi kerajaan ini harus tetap pada tempatnya. Sagaralaya tidak boleh hancur tidak boleh luka! Paham kalian semua?" suara Sanura menggema mengisi relung-relung hati, mengetuk semua pintu jiwa kekesatriaan untuk mengabdi sepenuh hati menjaga dan membela negeri. Ratunya yang hanya seorang wanita tidak pernah cengeng, sepasang kakinya berdiri kukuh, senantiasa berwibawa, lalu sebagai pasukannya sebagai seorang lelaki haruskah mereka menangis dan bersedih? Tidak. Setiap hati berkata ini negeriku jiwa ragaku untuk negeriku.
Pasukan kecil ini mulai berlari dengan kuda-kudanya. Mengawal Ratu Sagaralaya. Mereka berlari di atas permukaan laut. Ada seorang emban muda yang diikutsertakan di pasukan ini. Emban Baluh Jingga. Tugasnya untuk membantu memenuhi semua kebutuhan ratunya.
"Ratu sekarang sudah di pesisir pantai. Apa yang selanjutnya harus kita lakukan?" tanya Senopati Jadhipa.
Sanura terdiam. Ditatapnya permukaan laut yang tenang.
Waktu sudah malam. Memang dipilih perjalanan di waktu malam untuk meninggalkan Kerajaan Sagaralaya agar saat sudah di daratan tidak menjadi perhatian penduduk wilayah pesisir. Angin darat mulai bergerak pelan. Angin darat banyak dimanfaatkan oleh para nelayan untuk mencari ikan di malam hari. Angin ini bergerak dari daratan ke lautan dan biasanya terjadi di malam hari saat udara di daratan lebih dingin daripada udara di lautan. Karena lebih panas, maka udara yang ada di laut bergerak menuju ke atas. Karena itu terjadi kekosongan udara di laut, dan tekanannya menjadi rendah. Sedangkan di darat yang terjadi adalah tekanan yang lebih tinggi karena suhunya lebih dingin. Karena perbedaan tekanan ini, maka seluruh udara yang ada di darat akan bergerak menuju ke laut. Itulah salah satu kehebatan manusia dalam mempelajari dan menggunakan alam untuk kemaslahatan hidup. Membawa sampan dan kapal nelayan untuk mencari ikan di lautan.
Senopati Apsara berjalan mendekati salah seorang dari nelayan yang hendak melaut.
"Bapak bolehkah saya tahu nama desa ini?" tanya Senopati Apsara.
"Ini desa Banyu Janaloka. Khisanak semua dari mana? Apakah baru pertama kesini?"
"Tidak Bapak. Kami sering melewati daerah ini cuma tidak pernah mengetahui nama dari desa ini," kilah Senopati Apsara.
"Oh ya sudah. Aku mau pergi melaut mumpung anginnya sedang bagus."
"Baik Bapak. Terima kasih untuk pemberitahuannya."
"Khisanak ini lucu aku tidak memberimu apa-apa tapi kau malah berterima kasih padaku. Sudahlah aku pergi dulu." Bapak nelayan mendorong sampannya ke arah laut. Lalu dinaikinya sampan itu.
Agar tidak menjadi perhatian sekitar Sanura dan pasukan kelana segera menderap kuda mereka untuk melanjutkan perjalanan.
Setelah cukup jauh perjalanan dan malam semakin beranjak gulita dibawa berhentilah kuda-kuda mereka di sebuah hutan kecil yang terdapat aliran sungai di sebuah sisinya.
Dua orang prajurit dengan sigap membawa semua kuda yang ada untuk minum sepuasnya di sungai itu. Setelah kuda-kuda itu memenuhi kebutuhan hausnya dibawalah kuda-kuda itu untuk merumput agar esok bisa kembali melanjutkan perjalanan.
Pasukan kelana berkumpul termasuk emban Baluh Jingga. Duduk mengitari api unggun untuk mengusir dinginnya malam dan untuk menghalau keberadaan hewan-hewan liar di sekeliling mereka. Beberapa prajurit bergantian untuk berjaga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Maulana 80
maaf prtanyaan y apakah ada, kereta kencana brjalan diatas air laut maaf
2021-05-04
3
Maulana 80
ini kaya cerita asli iya
2021-05-03
2
Maulana 80
asli ini bgus bgt
2021-05-03
1