"Malaikat pencabut nyawa?" Barbara mengulangi perkataan pria didepan nya dengan bertanya.
Pria itu tidak menjawab dan malah berlutut didepan Barbara, tangan nya tidak berhenti mengayun pisau miliknya.
"Woo..hati-hati dong. Muka ini berharga buat aku. Kali aja kan bisa jadi model benaran." Barbara mengingatkan saat pisau pria itu hampir saja mengenai wajahnya.
"Felix Lorenzo." Pria itu menyebutkan nama nya sambil mengangkat dagu Barbara menggunakan pisau nya.
"Siapa tu?" Barbara bertanya bingung.
Felix diam dan terus menatap dalam mata Barbara. Perempuan pertama dan mungkin satu-satunya yang tidak takut pada nya bahkan saat dirinya memainkan pisau didepan nya.
"Oh..nama kamu Felix?" Barbara kembali berkata saat menyadari Felix memperkenalkan diri nya.
Felix kembali tidak menjawab.
"Duh, udah aku bilang jangan dekatin pisau kamu di area muka aku. Muka aku segala nya buat aku. Terserah deh kamu mau lukai aku dibagian lain." Barbara mengapit pisau Felix menggunakan jarinya dan menurunkan pisau itu ke dada nya.
Setelah itu ia malah celingukan melihat sekitar nya.
"Pantas kasur ku kayak nyaman banget. Ternyata bukan kamar ku. Hehe." Barbara menyadari dan terkekeh sendiri.
"Kamu ngapain lihatin aku kayak gitu? Nafsu?" Barbara bertanya seolah menantang.
Felix semakin menajamkan mata nya berharap mendapat sedikit saja raut ketakutan yang akan memancing rasa ingin membunuhnya.
Cup
Yang ia dapat malah kecupan manis di bibir nya.
"First kiss aku. Buat kamu aja malaikat pencabut nyawa yang tampan." Barbara mengatakan kalimat itu tanpa rasa bersalah dan tersenyum manis.
Keinginan membunuh dalam diri Felix benar-benar melebur seketika.
"Aku Barbara. Ngomong-ngomong toilet dimana? Aku kebelet." Barbara kembali bertanya tanpa rasa takut ataupun bersalah.
Felix menunjuk kearah kamar mandi nya.
"Makasih." Barbara kembali mengecup pipi Felix dan turun dari ranjang lalu berlari kecil menuju kamar mandi.
Setelah Barbara berlalu, Felix terdiam mematung di tempat berusaha mencerna setiap yang Barbara lakukan dan katakan.
Baru kali ini ada perempuan seberani itu dengannya.
Ia memutuskan untuk duduk di tepi ranjang nya menunggu Barbara keluar.
Hampir dua puluh menit, akhirnya Barbara keluar. Penampilannya lebih terlihat segar dengan wajah yang masih basah dan rambutnya sudah dicepol keatas memperlihatkan leher mulus nya.
Ia berjalan melalui Felix menuju pintu kamar dan hendak keluar. Namun ternyata pintu kamarnya sudah dikunci oleh Felix.
"Ya ampun Fel, aku lapar loh." Barbara menepuk kening nya dan berbalik menatap Felix kesal.
Barbara sepertinya menganggap rumah Felix adalah rumah nya. Bahkan Barbara menyebut nama pendek Felix dengan percaya diri.
"Kamu gak mungkin kan mau ngebunuh orang yang lagi kelaparan?" Barbara kembali berkata.
Benar-benar membuat Felix kehilangan selera untuk membunuh. Barbara tidak tahu sama sekali dirinya sedang berhadapan dengan seorang pembunuh psikopat yang bisa membunuh kapan pun, dimana pun, dengan cara apa pun, dan siapa pun.
Yang Barbara tahu, Felix pasti seorang pembunuh. Barbara juga belum mengingat tantangan nya.
Felix berjalan dan berhenti tepat didepan nya, satu tangan Felix membuka pintu dengan kunci yang ia raih dari saku celana nya, Barbara bisa merasakan deru nafas beratnya saat kepala Felix berada di samping kepalanya.
Setelah terbuka, Felix sigap menarik tangan Barbara menuju ke ruang makan dirumah nya. Terpisah agak jauh dengan dapur nya. Sengaja, agar jika ada pelayan yang berbuat kesalahan, ia bisa langsung mencabut nyawa nya ditempat.
"Bagus banget." Barbara menelisik ke seluruh bagian rumah nya dengan tatapan kagum.
"Istana." Barbara kembali berkata.
"Duduk." Felix memberi perintah setelah menarik keluar satu kursi dimeja makan nya.
Barbara pun menuruti dan duduk. Setelah itu Felix duduk di depan nya.
"Makan." Felix mengijinkan Barbara makan makanan yang terhidang di atas meja, makanan dengan hidangan daging mendominan walaupun masih pagi hari.
"Nggak ada makanan yang lebih ringan gitu? Ini masih pagi loh Fel." Barbara protes dengan wajah memelas dan untuk kedua kalinya dia memanggil Felix dengan nama pendek nya.
"Makan." Felix kembali memberi perintah.
"Nggak bisa Fel. Perut aku kecil, nggak bisa mencerna makanan berat di pagi hari. Lagian aku masih belum nyerah buat jadi model." Barbara menolak keras makanan yang di berikan Felix.
Barbara ingin menangis karena dasar nya dia memang sedikit cengeng, walaupun pemberani.
Felix menyerah. Ia kemudian berjalan ke arah dapur, lalu meraih sebungkus roti tawar lengkap dengan beberapa macam selai dari lemari dapur nya lalu berjalan kembali dan memberikan nya pada Barbara.
"Nah gitu dong. Baru sarapan namanya." Barbara menerima roti dan selai itu dengan senang hati.
Segera ia mengolesi beberapa lembaran roti itu dengan selai lalu memberikan nya pada Felix lalu dirinya.
Barbara mengunyah roti selai nya dengan semangat sambil kembali menelisik setiap sudut rumah Felix.
"Rame, tapi kenapa pada takut gitu muka nya." Barbara bergumam saat melihat raut ketakutan dari wajah para pelayan Felix.
Felix tidak menyentuh sedikitpun makanan didepan nya ataupun roti yang diberikan Barbara. Menatap Barbara lebih menarik dibanding melayani cacing di perut nya.
Felix bukan hanya suka menyiksa manusia, tapi juga cacing di perut nya.
"Kamu mau jadi model?" Felix bertanya dengan suara datar.
"Mau banget lah. Itu impian aku dari aku masih berbentuk sebiji kacang sampe udah gede kayak gini." Barbara menjawab antusias.
Kalau Felix adalah pria pada umumnya, mungkin sudah tertawa terbahak mendengar jawaban Barbara, tapi ia hanya memajang wajah datar.
"Aku bisa mengabulkan impian mu dengan mudah." Felix mengajukan dirinya.
"Syarat nya?" Barbara tidak bodoh, pasti ada syarat yang harus dipenuhi oleh nya.
"Hamil anak ku dalam tiga bulan." Felix mengatakan syarat yang membuat Barbara terperangah.
"Gak mau. Mending aku gak usah jadi model kalo cuma tiga bulan habis itu perut badan melar kemana-mana. Syarat lain kek?" Barbara menolak dan meminta syarat lain.
Felix tampak berpikir.
"Oh my." Barbara membatin baru mengingat tantangan dari teman-teman nya.
"Ajar aku mengenal cinta dalam tiga bulan." Pilihan terakhir Felix.
Felix adalah pria yang tidak pernah merasakan cinta walau sering menghabiskan malam dengan banyak wanita yang berakhir mati di tangan nya.
"Gak ada syarat lain gitu?" Barbara penuh harap.
"Setuju atau tidak?" Felix hanya memberikan pilihan.
Barbara akhirnya mengangguk demi impian nya. Sebenarnya Barbara juga tidak mengerti tentang cinta, ia saja tidak pernah menjalin hubungan dengan pria mana pun.
"Cepat makan dan aku akan antar kamu pulang." Felix kembali memberi perintah.
"Kamu lepasin aku?" Barbara merasa heran.
Felix tidak menjawab dan terus menatap Barbara. Hanya satu dalam benak nya yaitu menguasai hidup Barbara.
Selesai sarapan, sesuai perjanjian Felix pun mengantarkan Barbara kembali ke apartemen nya.
"Besok aku jemput buat tanda tangan kontrak." Felix berkata lalu setelah itu langsung meninggalkan Barbara yang masih terperangah.
"Hebat." Barbara memberi jempol pada kendaraan Felix yang sudah melaju jauh.
Barbara pun melenggang masuk kedalam apartemen nya.
...~ To Be Continue ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Lisa Sasmiati
gile Barbara nggak takut sama sekali😮😮 aneh emang Barbara
2022-04-11
0
@ptri___
ADUH GILA! bingung 😭si Barbara barbar banget langsung kiss😭
2021-06-18
2
IG: Saya_Muchu
hadir thorr
2021-04-22
2