Marcel terus bertukar pikiran dengan Lambok. Lambok dengan senang hati menjawab pertanyaan Marcel. Lambok ingin Nindi bahagia.
Lambok melihat kebahagiaan Nindi ada pada Marcel. Tapi Marcel yang belum mau terima syarat yang diberikan oleh Nindi.
Lambok tahu Marcel orang baik. Lambok tak pernah melihat Marcel bersikap kasar pada Nindi walau terkadang Nindi yang begitu keras kepala.
Nindi segera turun setelah selesai mandi dan shalat ashar. Dia bergegas ke dapur ingin membuat makan malam untuk mereka.
Nindi sudah sibuk di dapur.
"Dek... Apa besok Kakak cari asisten rumah tangga yang merangkap memasak?" Tanya Lambok disela-sela obrolannya dengan Marcel.
"Jangan Kak, gak usah. Kasihan anak-anak, mereka sudah terbiasa makan makanan buatan Mama nya dan Auntienya." Nindi terkekeh.
"Tapi Kamu kan pasti lelah, seharian di Rumah Sakit, pulang masak lagi di rumah." Kata Lambok.
Nindi masih menyiangi sayuran. "Pekerjaanku di rumah hanya masak saja, Kak. Bebenah sudah ada Jeni. Kasihan juga kan Jeni kalau Kita menggantinya dengan orang lain. Lagi pula Kita sudah nyaman dengan Jeni." Jelas Nindi.
"Ya sudah. Gimana baiknya Kamu saja." Lambok menyerah.
"Kamu lihat? Dia begitu keras kepala. Persis seperti Kakaknya." Canda Lambok pada Marcel.
"Kak..." Panggil Marcel.
"Iya...?" Lambok mengerutkan keningnya.
"Apa Kakak menyukai Nindi?" Tanya Marcel ragu.
"Haahh?! Apa?" Lambok seakan tak mendengar omongan Marcel.
"Apa Kakak mencintai Nindi?" Marcel kembali bertanya.
"Hah?!" Lambok terperanjat. "Apa Katamu? Hahahaha.... Marcel... Marcel.... Kamu ada-ada saja. Mana mungkin Aku mencintai Adikku sendiri. Aku memang menyayanginya tapi sebatas sayang sama Adik." Lambok menggelengkan kepala tapi jantungnya berdegub kencang.
"Tapi kan Nindi bukan Adik kandung, Kakak." Marcel masih tak percaya.
"Kamu cemburu ya?" Tanya Lambok.
Marcel mengangguk.
Lambok menepuk bahu Marcel. "Hatiku sudah terisi oleh cinta nya Tia. Sampai kapanpun Aku tak akan pernah menghianatinya." Kata Lambok pelan.
Lambok beranjak meninggalkan Marcel yang duduk terpaku. Lambok naik ke kamar nya dengan lunglai, perasaannya tak menentu, perkataan Marcel menghantam relung hatinya.
Nindi sudah selesai menyiapkan makan malam. Nindi menghampiri Marcel. "Loh kemana Kak Lambok?" Tanya Nindi.
"Kakakmu ke atas. Dia terlihat sedih sepertinya." Kata Marcel.
"Loh memangnya kenapa?" Nindi bingung.
"Tadi Aku bertanya apakah Kakakmu mencintaimu atau tidak?" Marcel berkata ringan.
"Haaahh! Apa?! Maksud Kamu apa berkata seperti itu? Kamu sudah gila?! Dia itu Kakakku, bagaimana mungkin Kamu punya pikiran......... Oh My God... Kenapa sih Kamu selalu cari gara-gara...?!" Nindi menepak jidadnya sendiri.
Marcel terdiam. Ada rasa sesal di hati Marcel dengan ucapannya yang melukai perasaan calon Abang Iparnya.
Marcel mendekati Nindi yang terlihat sangat kesal. "Maafkan Aku, Aku tak bermaksud menyinggung perasaan Kakakmu. Aku kesal sama Kamu, sampai sekarang Kamu juga belum mau menikah denganku." Marcel tertunduk.
"Detik ini juga Aku akan menikah dengan Kamu kalau Kamu mau memenuhi syaratku!" Tegas Nindi.
"Berapa kali Aku bilang, Aku gak bisa menikah denganmu kalau Kamu belum mau memenuhi syaratku. Jadi untuk apa Kamu malah melukai perasaan Kakakku yang tak salah apa-apa sama Kamu?!" Nindi terlihat sangat kesal.
Adzan maghrib berkumandang.
"Atala...." Panggil Nindi.
"Ya Auntie." Jawab Atala.
"Tolong panggil Papa di kamar, Kita shalat maghrib berjamaah." Pinta Nindi lembut.
Nindi menghela nafas. "Aku mau shalat dulu." Pamit Nindi tanpa menunggu jawaban dari Marcel.
"Ayooo anak Auntie yang cantik-cantik, Kita berwudhu..." Ajak Nindi pada Twins.
"Ya Auntie." Jawab Twins.
Lambok sudah bersiap di musholah rumah, Dia akan mengimami keluarganya.
Marcel melihat shalat mereka. Marcel mencoba mencerna dari setiap gerakan yang dilakukan pada saat shalat.
________________
Diandra duduk termenung, tatapannya kosong. Jiwa nya terguncang.
Terkadang dia menangis kadang tertawa, entah apa yang membuatnya tertawa. Berulang kali dia mencoba menyakiti dirinya sendiri.
Tante Dewi sangat sedih melihat penderitaan putrinya. Dia tak menyangka kalau Teguh akan tega berbuat seperti ini pada putrinya.
Padahal dulu, Diandra sangat lama mengenal Teguh, tapi tak sekalipun Teguh bersikap kasar pada Diandra.
Itu lah mengapa dia begitu terpukul mendapat perlakuan yang tak terduga dari suaminya.
Meninggalnya Rasya bukanlah kesalahan Diandra tapi memang Rasya sudah menderita kelainan jantung sejak lahir, hanya saja Diandra selalu berusaha menutupinya pada suami dan keluarganya.
Diandra tak ingin Teguh tak menerima anaknya karena kekurangannya. Selama ini Diandra sudah membawa Rasya berobat tapi mungkin takdir berkata lain, Allah menyayangi Rasya, makanya Allah memanggil Rasya dengan cepat.
"Sayaang.... Makan dulu yuk." Tante Dewi dengan sabar mengurus Diandra.
Tante Dewi menyuapinya juga memandikannya. Karena kalau Diandra tak dimandikan Dia akan menenggelamkan dirinya di bathtub yang dia isi air dengan penuh.
Tante Dewi kini lebih mendekati dirinya pada Allah SWT. Tante Dewi sadar selama ini dia kurang memberi pendidikan agama pada putri nya, hingga kini putrinya terguncang dan terus mau bunuh diri.
Tante Dewi mulai membuka Al Qurannya lagi dan mengaji di dekat Diandra.
Awalnya Diandra akan berteriak mendengar alunan Ayat Suci yang dibaca Mama nya, malah pernah Tante Dewi mendapat lemparan botol minyak wangi oleh Diandra hingga mengenai pelipis Mamanya dan melukainya.
Tapi Tante Dewi tak mundur sedikitpun, Dia tak memperdulikan luka nya. Tante Dewi menganggap ini hukuman untuknya karena telah melalaikan kewajibannya sebagai hamba Allah.
Tante Dewi yakin, Allah akan menolong hamba Nya yang mau bertobat. Tante Dewi juga yakin Diandra akan pulih seperti sedia kala.
Kini Diandra tak lagi sering mengamuk. Dia akan tenang mendengarkan Mama nya mengaji. Tante Dewi juga mulai menyuruh Diandra untuk shalat dan lebih mendekatkan diri pada Allah SWT.
_________________
Fitri meletakan secangkir teh manis untuk Ibu. Akhir-akhir ini Ibu terus saja uring-uringan. Semenjak kepergian Tia, Ibu sangat khawatir pada Nindi dan Cucu-cucu nya.
"Ibu tenang ya. Nindi sudah besar, dia juga akan menjaga dirinya. Kak Lambok juga gak akan ngebiarin Nindi kalau Nindi ada apa-apa." Hibur Fitri.
"Bukan begitu Nak. Adik Kamu sekarang umurnya sudah berapa? Sudah 26 tahun, sudah pantas dia berumah tangga. Mau sampai kapan Adikmu sendiri terus?" Ibu khawatir.
"Fitri dengar Nindi sudah punya pacar, dan pacarnya serius sama Nindi, hanya saja....." Fitri menggantung kalimatnya.
"Apa?" Tanya Ibu.
"Pacarnya beda kepercayaan dengan kita, Bu. Dia juga belum mau mengikuti permintaan Nindi untuk muallaf." Jelas Fitri.
Ibu menghela nafas. Sebenarnya dua tahun yang lalu sebelum Tia meninggal dunia, Nindi berencana pulang ke Sumatera, Dia ingin menjadi Dokter di sini. Dan menikah di sini.
Tapi rupanya takdir berkata lain. Tia dengan cepat meninggalkan keluarganya menghadap Illahi. Dan Nindi tak tega meninggalkan keponakannya yang masih kecil-kecil.
Sebenarnya Ibu mempunyai rencana untuk menikahkan Nindi dengan Lambok, turun ranjang. Jadi Ibu gak terlalu khawatir dengan cucu-cucu nya. Tapi Fitri melarang Ibu untuk melaksanakan keinginan Ibu.
Fitri ingin kalau memang Nindi yang mau sendiri menikah dengan Lambok karena cinta, bukan karena kasihan dengan nasib keponakannya.
"Lagi pula Bu, belum tentu juga Kak Lamboknya mau. Kak Lambok sangat mencintai Kak Tia." Kata Fitri.
Ibu sebenarnya mau ke Negara A, menemani Anak, Mantu dan cucu nya, tapi Ibu juga gak tega meninggalkan Fitri yang kini sudah mempunyai anak tiga. Apalagi Fahmi sekarang sering tugas ke luar kota, Ibu jadi tambah gak bisa kemana-mana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
???
ya mungkin klo Nindi nya si iya bisa tp Lambok nya belum tentu bisa😌
2022-09-30
1