KAU AMAN BERSAMAKU

Sinar mentari menerobos masuk lewat celah-celah jendela, menerpa dua tubuh yang terlelap di atas pembaringan. Tubuh Ario mendekap erat tubuh Tania. Terlihat dalam dekapan Ario, Tania tidur dalam ketenangan.

‘Tok … tok … tok’

“Den Ario … sudah siang, Den.”

Suara ketukan pintu serta sebuah panggilan terdengar dari luar kamar.

‘Tok … tok … tok’

“Den Ario … sudah siang.”

Terdengar lagi ketukan pintu serta sebuah panggilan dari luar, beberapa saat kemudian terdengar langkah kaki meninggalkan kamar tersebut.

“Auch … pusing,” keluh Tania dengan separuh kesadaran.

Demi mendengar suara dalam dekapannya kesakitan, Ario membuka mata, seketika memegang kepala Tania.

“Kita ke dokter, ya?” tanyanya penuh kecemasan, Ario sadar akan peristiwa semalam yang telah mereka lalui bersama.

“Auch … Hah! Siapa, lu? Gua di mana? Lu apain aja tubuh gua, heh?” teriak Tania penuh kemarahan, sembari melepas dekapan Ario.

Ia bergegas bangkit dari tidur, dengan tubuh masih sempoyongan, ia berdiri dari pembaringan. Terasa ada rasa nyeri di sekujur kaki dari pangkal sampai ujung, tak dihiraukan.

Rasa marah memenuhi rongga dadanya, menyeruak berubah menjadi sebuah tangisan. Teringat sepintas, kisah tragis yang dialami semalam. Ia pergi ke sebuah pesta bersama Tyas-teman karibnya, lalu meminum segelas minuman beraroma lemon pemberian Tyas. Hanya meminum seteguk, ia telah merasakan pening. Dalam keadaan mabuk berat ia melarikan diri dari seorang pria hidung belang.

Semalam sudah terlampau mabuk, hanya sepintas ia ingat … ada seorang pria yang membopongnya masuk mobil. Apakah pria ini yang menolong gua, ngapain gua semalam? Kenapa ada rasa nyeri? tanyanya dalam hati.

“Tenang Tania, tenang … lu semalam mabuk berat, gua ajak lu ke sini, biar aman,” jelas Ario sembari berdiri dari ranjang.

Tangannya mengambil kotak tisu dari atas nakas, lalu menyodorkan ke arah Tania. Ario mendongak ke arah jam dinding. Alangkah kaget dirinya, melihat angka di jam dinding, jam sembilan pagi.

“Oh My God … udah siang!” pekiknya spontan berlari ke arah kamar mandi.

Tinggal Tania dalam kebingungan. Masih dengan sisa isak tangis, mengambil tas dari atas nakas. Kenapa tenggorokannya terasa kering? Ia mengambil botol air minuman dari dalam tas.

Entahlah semalam yang diingat secara samar, hanya pelukan dan sosok pria yang mengejarnya hingga bertemu seorang pria di taman. Badannya lemas, seakan semua energi terserap dalam semalam, ditambah lagi rasa pengar yang masih ia rasakan.

Tania segera mengambil sebuah obat dari dalam tas, lalu meminumnya. Beruntung ia selalu menyediakan obat tersebut, persiapan jika sakit kepala datang tiba-tiba. Ia gak bisa terlalu capek, yang berakibat pusing.

Ia memakai sepatu high hells yang diketemukannya di kolong pembaringan. Obat yang barusan diminum belum bereaksi, terbukti saat menunduk sebentar kepalanya masih pusing, tapi harus ditahan. Bergegas ia keluar dari kamar, menuruni anak tangga. Saat Tania sampai di ujung anak tangga matanya beradu pandang dengan sepasang mata tua yang sedang mempersiapkan sarapan di meja makan.

“Maaf, permisi,” sapanya dengan canggung pada Bik Inah, sosok tua tersebut. Tania berlari ke arah pintu, segera tubuhnya menghilang di balik pintu. Bik Inah bengong lalu mengikuti ke arah pintu, membukanya, terlihat di balik pagar wanita muda tersebut masuk taksi, lalu pergi.

Wanita barusan siapa ya? Kok bisa dari arah kamar Den Ario? Apa mungkin kekasih Den Ario? Apa iya … sudah bertahun-tahun Den Ario paling anti dengan wanita, pikir Bik Inah dengan keheranan.

Bik Inah kembali melangkah ke arah meja makan lagi. Belum selesai rasa heran Bik Inah, Ario menuruni anak tangga dengan ekspresi panik.

“Bik, tadi ada lihat wanita keluar rumah?”

“iya, Den … barusan Bik Inah lihat naik taksi, emang kenapa?” tanya Bik Inah sambil senyum dikulum, sembari menatap majikan gantengnya dari atas sampai ke bawah.

Ario jadi salah tingkah dibuatnya, memang ia tak pandai berbohong di hadapan Bik Inah. Secara Bi Inah mengasuh Ario sedari bayi, jadi hubungan mereka sudah layaknya ibu dengan anak. Ario lebih nyaman curhat masalah pribadi ke Bik Inah daripada ke mamanya.

Orang tua Ario sudah lima tahun terakhir tinggal di Singapura, praktis Ario hanya tinggal sendiri, sedang Bik Inah tinggal tak jauh dari rumah mewah ini.

“Bullshit … kenapa tadi, nggak gua antar pulang dulu ya, Bik,” sahut Ario sambil menepuk jidat.

“Apa ... Den Ario punya pacar sekarang?” tanya Bik Inah bertambah heran dengan perilaku Den Ario hari ini.

Ario hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Bik Inah. Sempat kelimpungan oleh tatapan menyelidik pembantunya.

Dari peristiwa semalam, ia tahu Tania adalah gadis baik-baik yang dijebak oleh temannya sendiri. Dan dirinya? Manusia bodoh yang dengan tega memperdaya seorang wanita baik-baik.

Ario sibuk mondar-mandir, sejenak menekan beberapa tombol angka pada gawai. Beberapa kali melakukan panggilan, tidak ada nada sambung. Guratan kekhawatiran terlihat jelas di wajah Ario. Beruntung semalam sempat mencatat nomor gawai Tania.

“Bik, Ario pergi dulu sekalian ke kantor,” kata Ario sembari mencium punggung tangan Bik Inah, lalu meminum segelas susu dengan buru-buru. Ario melangkah setengah berlari, ia harus segera bisa memastikan keadaan Tania.

Motor sport yang ia pakai kali ini, agar lebih leluasa melaju di jalan raya. Hanya ada nama Tania yang ada di otaknya. Masih terasa dekapan hangat serta jeritan histeris Tania semalam, melekat tak mau hilang dari pikiran, seketika tersungging senyum di bibir Ario.

“Etdah … busyeett, ngapain gua jadi roman kayak gini ya.” Ario bingung dengan jalan pikirannya sendiri. Semakin dipungkiri rasa di hati, semakin penasaran yang dirasa Ario. Dekapan si wanita yang ketakutan, mau tak mau mengusik pikiran Ario. Masih terasa mereka berpelukan yang akhirnya membuat sama-sama terbuai.

***

Sebuah taksi berhenti di depan sebuah indekos. Tania turun, lalu melangkah ke arah pintu gerbang. Sebelum sempat langkahnya masuk ke dalam, terlihat olehnya dua orang lelaki kekar sedang berbicara serius dengan Tyas.

Dari kejauhan, Tania cukup mengenali siapa dua orang lelaki tersebut. Mereka adalah bodyguard yang sempat Tania temui di tempat pesta semalam.

Tania balik arah, beruntung taksi belum beranjak pergi. Ia mengetuk kaca taksi.

‘Tok … tok … tok’

Kaca taksi terbuka, pak sopir menoleh ke arah Tania.

“Ya, Neng, ada barang tertinggal?” tanyanya.

“Aku ikut lagi, Pak.” Tania masih menoleh arah belakang, khawatir ada yang mengikuti.

“Silakan, Neng,” ucap pak sopir. Tania segera membuka pintu belakang, bergegas masuk taksi.

“Pertokoan Genteng Biru ya, Pak.”

“Baik, Neng,” sahut pak sopir.

Tania menyalakan ponsel bermaksud menghubungi seorang teman. Ponsel menyala bersamaan dengan panggilan masuk. Sebuah nomor tak dikenal tertera di layar. Beberapa kali panggilan tak dihiraukan, akhirnya Tania memberanikan diri menjawab.

“Hallo, selamat pagi,” ucap Tania ragu-ragu.

“Tania? Lu di mana? Gua Ario, yang nolongin lu semalam,” sahut seseorang di ujung sana.

“Ario? Ehm ...,” sejenak Tania mengingat sesuatu, “Oh ya, eh lu! ... Mau ngapain lagi?”

“Lu di mana sekarang?” tanya Ario lagi, dengan nada cemas.

Tania memberikan sebuah nama rumah makan. Selama perjalanan ia hanya diam, bingung dengan situasi yang sedang dialaminya sekarang.

Mau menyalahkan siapa lagi atas kejadian semalam, hanya bisa menyalahkan diri sendiri. Sekarang mencoba berpikir jernih, agar dapat jalan keluar terbaik. Hari ini harus berangkat kerja, sementara ia sekarang nggak bisa pulang ke indekos.

Tersisa suapan terakhir, saat Ario memasuki rumah makan. Mata Tania terbelalak dengan penampilan Ario yang maskulin, jauh berbeda dengan saat ia meninggalkan rumah mewah tersebut. Ario menghampiri Tania.

“Lu, tak kenapa-kenapa, kan? Kita harus ke dokter!” Tatapan Ario tajam ke Tania, sukses membuat jantung Tania berdebar lebih kencang.

“Gua nggak sakit, gua sehat. Kenapa harus ke dokter? Gila lu!” Tania sadar kesakitan dia karena kejadian semalam tak perlu konsultasi dokter.

Ario melangkah ke meja kasir, membayar semua tagihan Tania. Hanya satu yang ada di pikiran Ario, mereka harus ke dokter. Peristiwa semalam adalah pengalaman pertama untuknya juga. Meskipun ia pernah bertunangan yang akhirnya gagal, ia tak pernah berhubungan terlalu dalam. Entahlah, kenapa semalam ia jadi khilaf saat Tania mendekap karena rasa traumanya.

“Kenapa lu nggak pulang? Takut orang tua, Lu?” tanya Ario cemas.

“Gua merantau di sini, gua indekos. Tadi sempat pulang, tapi teman gua yang ngajakin ke pesta semalam, ada bersama bodyguard yang ngejar gua.” Tatap mata Tania yang menyiratkan ketakutan, tak urung membuat hati Ario tereyuh.

“Ikut gua, sekarang!” Ario menarik tangan Tania.

“Ke mana?” tanya Tania berusaha melepas pegangan Ario, tapi tak bisa. Ario semakin mempererat pegangannya. Terpaksa Tania mengikuti langkah Ario ke parkir motor.

Dalam keadaan bingung, Tania dibonceng Ario ke arah kota.

“Pegangan yang kencang!” teriak Ario sembari menarik tangan Tania ke arah pinggangnya.

Mau nggak mau Tania berpegangan erat, karena motor dalam kecepatan tinggi. Sekitar dua puluh menit berkendara, motor berhenti di depan butik. Ario sibuk menghubungi seseorang dengan ponselnya.

“Ayo turun! Mau kerja, kan? Mau pakai baju bekas semalam?” tanya Ario sembari melepas helm. Tania turun perlahan, rasa nyeri kakinya masih terasa dan makin sakit setelah dibonceng Ario dalam kecepatan tinggi.

“Auch!” jeritnya tertahan, tapi jelas terdengar oleh Ario.

“Sakit ya? Maaf, ya!” ucap Ario sembari membopong tubuh Tania.

“Apa-apaan sih? Turunin gua!”

Bukannya diturunkan, Ario santai melangkah ke arah pintu butik. Seraut wajah pria kemayu membukakan pintu butik.

“Aih ... macem bridal wedding lah, Abang tampan. Siapa pula nih, kinclong bener punya bidadari.” Sapanya ramah, sembari mengantar keduanya ke arah display baju-baju.

Ario menaruh pelan tubuh Tania ke atas sofa, lalu memerintah Sofie--pria kemayu--memilihkan gaun yang pas untuk Tania. Hanya melihat sepintas tubuh Tania, Sofie sudah bisa menafsir ukuran baju yang pas. Ada enam pasang baju yang disodorkan ke Tania dan itu langsung dibayar Ario.

Akhirnya mereka berlalu dari butik ke arah sebuah apartemen mewah. Ario memarkir motor, lalu mengajak Tania menuju lift. Tania hanya mengikuti langkah Ario. Sampai pada semua pintu bernomor 2001, Ario menghentikan langkah dan membuka pintu.

“Mulai sekarang, lu tinggal di sini aja, ini apartemen gua, kemarin dipakai kakak gua, sekarang dia ikut lakinya kerja ke Thailand,” ucap Ario sembari mempersilakan Tania masuk.

Sekitar tiga puluh menit, Tania selesai mandi, wajah dan tubuhnya terlihat lebih segar. Ario tak tahan melihat pesona Tania, perlahan mendekati wanita ini yang sedang berkaca membetulkan letak blazernya.

Tubuh Tania didekap dari belakang lalu diciumnya pipi Tania. Bulu kuduk Tania berdiri dan wanita ini segera melepas dekapan Ario. Rasa canggung seketika menghinggapinya, padahal semalam mereka telah sekamar bersama. Bisa jadi karena semalam dalam pengaruh alkohol jadi nggak ada rasa risi pada pria di hadapannya ini.

Ario yang merasa ditolak Tania semakin berbuat jahil. Ia semakin merasa tertantang untuk dan jadi teringat peristiwa semalam. Ia hanya tertawa usil melihat Tania beringsut menjauh. Ario mengamati wajah Tania yang cemas.

“ Tenang, gua gak akan kuulangi lagi. Maaf! Kita harus segera menikah."

"Kita gak saling kenal, mana bisa nikah tanpa cinta?"

"Gua cinta lu dari semalam," ucap Ario sembari menggapai tangan Tania.

"Gila!" teriak Tania mulai kesal, hatinya kacau tak tahu meski gimana lagi memikirkan itu semua. "Gua gak tahu meski gimana? Dalam semalam hidup gua kacau."

Tania mulai terisak dan mengusap tetesan air mata dengan jari-jemarinya. Ario segera mengulurkan sapu tangan yang diambil dari saku celananya.

"Gua akan nikahin lu! Gua serius, Sayang! Gua cinta lu!"

***

Berdua dalam perjalanan ke tempat kerja. Tania meminta Ario, menurunkannya di depan sebuah klinik. Tania akan meminta surat keterangan dari dokter, karena sudah kesiangan pergi ke kantor supaya tak mendapat teguran dari pihak HRD. Ia akan pergi ke kantor naik taksi.

Sebelum meninggalkan Tania, Ario memberikan kartu akses apartemen dan sebuah kartu ATM. Ario berpesan, mungkin pulang malam, karena ada tugas yang harus diselesaikan hari ini.

Dari klinik, Tania langsung menuju tempat kerja. Taksi yang ditumpangi Tania berhenti tepat di depan kantor. Tyas yang melihat kedatangan Tania, buru-buru menghampirinya.

“Tania, lu ke mana aja semalam?” sapa Tyas tanpa merasa bersalah.

“Lu tanya ke mana? Sadar nggak lu, semalam kasih apa ke gua. Hah!” jawab Tania ketus.

Tanpa berucap apa pun lagi, Tania masuk lobi langsung absen. Segera melenggang ke arah ruangan HRD untuk memberikan surat keterangan dari dokter lalu menuju ruangan kerjanya.

Setelah jam makan siang, manajer operasional memberitahu pada semua kru ekspedisi, termasuk Tania dan Tyas, akan ada rapat dadakan dengan direktur utama untuk sebuah proyek terbaru.

Selama ini Tania belum pernah bertemu dengan direktur utama tersebut, yang menurut teman-temannya masih lajang, berwajah tampan. Akhirnya sekarang berkesempatan bertemu langsung dengan Beliau.

Manajer dan kru ekspedisi sudah siap dengan berkas-berkas yang akan dirapatkan. Direktur utama masuk ke ruang rapat, alangkah kaget hati Ario--direkturutama-- dan Tania. Demi menjaga rasa profesionalisme, keduanya menutupi rasa keterkejutan mereka dengan sebaik-baiknya, Ario sempat tersenyum tipis ke arah Tania.

Rapat berlangsung sekitar satu jam. Sebelum Ario keluar ruangan, sengaja mendekat ke tempat duduk Tania.

“Sayang, nanti sepulang kerja, jangan ke mana-mana. Kita makan malam di luar, gua batalin agenda rapat yang lain.”

Tania hanya tersipu malu, semua peserta rapat yang lain, termasuk Tyas merasa terheran-heran.

Terpopuler

Comments

Citra Rahayu Bening

Citra Rahayu Bening

Makasih, Sayang

2021-06-24

0

Emma The@

Emma The@

Like kak

2021-06-24

0

lihat semua
Episodes
1 TEMAN KARIB AWAL BENCANA
2 PESTA TEMAN LAMA
3 AWAL KISAH KASIH SEMALAM
4 KEBERSAMAAN YANG MENGGODA
5 KAU AMAN BERSAMAKU
6 SIAPA TAMU ARIO?
7 WILL YOU MERRY ME?
8 TAMU TAK DIUNDANG, YANG DIHARAPKAN
9 PAPA BENCI TANIA, KOK BISA?!
10 RAHASIA BESAR PAPA ARIO
11 TYAS DATANG UNTUK APA?
12 SERUMIT INIKAH?
13 KAU, BUKAN PAPA KANDUNGKU!
14 YA TUHAN, APA YANG TERJADI?
15 BAPAK, IBU, RESTULAH KAMI!
16 ADA TYAS DEPAN HOTEL
17 PERTEMUAN KEDUA KELUARGA
18 SURPRISE, TANIA!
19 IT'S TIME, WEDDING PARTY
20 CUKUP SAMPAI DI SINI?
21 TYAS INGIN JANIN TANPA BAPAK
22 DIA, BAPAK SI JANIN
23 PREPARE MASA DEPAN
24 WANITA MASA LALU
25 TEKA TEKI WANITA MASA LALU
26 ANAKKU SAYANG ANAKKU MALANG
27 MASA BERKABUNG BAGI MEREKA
28 ADA APA DENGAN TYAS?
29 KAU BUAI KAMI
30 TAKDIR TAK MAMPU DITOLAK
31 SAATNYA PULANG, RAY!
32 TOLOOOOONG!!
33 BULEK, TUBUHKU KOTOR!
34 VISUM DAN AUTOPSI
35 SUKA DUKA BERSAMA
36 ANAK IDAMAN KAMI
37 MENYISAKAN TANGISAN
38 KENAPA SIH KALIAN?
39 MENGAPA BAPAK?
40 TES DNA UNTUK KEPASTIAN
41 DIA BUKAN ANAK BAPAK
42 RAHASIA INI HARUS DIJAGA
43 JEBAKAN AKAL BULUS
44 WARTAWAN OH WARTAWAN
45 PERTEMUAN MENGHARUKAN
46 BAGAI LANGIT DAN BUMI
47 TETAP SEBUAH RAHASIA
48 YANG DITUNGGU JADI SAKIT HATI
49 ANAK DARI RAHIM SENDIRI
50 RASA KEMANUSIAAN
51 MISTERI ANAK TIRI
52 SALAH PAHAM ANAK TIRI
53 EPISODE BARU HALAU PENGACAU
54 TERPAKSA TEGAR
55 AKHIR KISAH MERESAHKAN
56 ADAKAH YANG LEBIH MENYAKITKAN?
57 YANG TERANIAYA
Episodes

Updated 57 Episodes

1
TEMAN KARIB AWAL BENCANA
2
PESTA TEMAN LAMA
3
AWAL KISAH KASIH SEMALAM
4
KEBERSAMAAN YANG MENGGODA
5
KAU AMAN BERSAMAKU
6
SIAPA TAMU ARIO?
7
WILL YOU MERRY ME?
8
TAMU TAK DIUNDANG, YANG DIHARAPKAN
9
PAPA BENCI TANIA, KOK BISA?!
10
RAHASIA BESAR PAPA ARIO
11
TYAS DATANG UNTUK APA?
12
SERUMIT INIKAH?
13
KAU, BUKAN PAPA KANDUNGKU!
14
YA TUHAN, APA YANG TERJADI?
15
BAPAK, IBU, RESTULAH KAMI!
16
ADA TYAS DEPAN HOTEL
17
PERTEMUAN KEDUA KELUARGA
18
SURPRISE, TANIA!
19
IT'S TIME, WEDDING PARTY
20
CUKUP SAMPAI DI SINI?
21
TYAS INGIN JANIN TANPA BAPAK
22
DIA, BAPAK SI JANIN
23
PREPARE MASA DEPAN
24
WANITA MASA LALU
25
TEKA TEKI WANITA MASA LALU
26
ANAKKU SAYANG ANAKKU MALANG
27
MASA BERKABUNG BAGI MEREKA
28
ADA APA DENGAN TYAS?
29
KAU BUAI KAMI
30
TAKDIR TAK MAMPU DITOLAK
31
SAATNYA PULANG, RAY!
32
TOLOOOOONG!!
33
BULEK, TUBUHKU KOTOR!
34
VISUM DAN AUTOPSI
35
SUKA DUKA BERSAMA
36
ANAK IDAMAN KAMI
37
MENYISAKAN TANGISAN
38
KENAPA SIH KALIAN?
39
MENGAPA BAPAK?
40
TES DNA UNTUK KEPASTIAN
41
DIA BUKAN ANAK BAPAK
42
RAHASIA INI HARUS DIJAGA
43
JEBAKAN AKAL BULUS
44
WARTAWAN OH WARTAWAN
45
PERTEMUAN MENGHARUKAN
46
BAGAI LANGIT DAN BUMI
47
TETAP SEBUAH RAHASIA
48
YANG DITUNGGU JADI SAKIT HATI
49
ANAK DARI RAHIM SENDIRI
50
RASA KEMANUSIAAN
51
MISTERI ANAK TIRI
52
SALAH PAHAM ANAK TIRI
53
EPISODE BARU HALAU PENGACAU
54
TERPAKSA TEGAR
55
AKHIR KISAH MERESAHKAN
56
ADAKAH YANG LEBIH MENYAKITKAN?
57
YANG TERANIAYA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!