Hari minggu yang cerah, Tania dan Tyas sedang libur. Mereka sedang nongkrong di warung bakso, tempat langganan mereka. Tiba-tiba gawai Tyas berdering.
“Hallo, yups. Ada apa? Bisa, hmm .... sekarang? Ok, tunggu ya.” Tyas segera memasukkan gawai ke dalam saku celana pendeknya. Ia memandang Tania.
“Lu bisa pulang sendiri, kan? Gua harus segera pergi ke suatu tempat. Maaf ya,” kata Tyas sembari mengatupkan kedua tangan di depan dada. Tatapan Tyas mengiba, membuat hati Tania tak tega.
“Ok, it’s fine. Gua bisa pulang sendiri. Lu ada yang jemput?” tanya Tania penasaran.
“Nggak, gua naik taksi aja. Ok, gua pergi dulu kalau gitu. Papay Tania. Take care yah.”
Tyas cium pipi kanan cium pipi kiri Tania, lalu melangkah ke arah kasir membayar bakso mereka berdua, lalu memberi kode ke Tania, kasih tahu kalau bakso sudah ia bayar, kemudian melangkah keluar warung. Tak butuh waktu lama, ia sudah mendapat taksi. Tania memandang kepergian Tyas dari balik kaca jendela warung, sampai tubuh sahabatnya menghilang dibawa taksi.
Tania jalan kaki ke indekos, tak sampai sepuluh menit sudah sampai kamar kos. Sendirian di dalam kamar kos berteman televisi, Tania tertidur. Entah sudah berapa lama, ia tertidur, terbangun gara-gara terganggu oleh gawai yang berdering. Tania agak malas mengangkat panggilan telepon. Agak malas-malasan pula, ia menggeser gambar berlogo telepon, tanpa melihat nama si penelepon
“Ya, hallo. Lu ... Tyas, kenapa? Kapan? Beneran ... Ok, gua siap-siap juga. Bye byee.”
Tania menutup telepon, segera bergegas mandi. Beberapa saat kemudian, ia sudah siap dengan gaun pesta. Tak berapa lama, Tyas sudah datang diantar mobil mewah, ia turun dari mobil. Rupanya sengaja mobil parkir di pinggir jalan, menunggu.
Tania melihat kedatangan Tyas dengan keheranan. Perasaan baru sekali ini lihat mobil tersebut. Tyas masuk kamar, sembari meletakkan tas di atas nakas.
“Tuh mobil siapa, Tyas?”
“Mobil Om Fried, Papa Yura. Suruh anter gua sekalian jemput lu,” jawab Tyas sembari masuk kamar mandi, sesaat kemudian terdengar kran dihidupkan.
Beberapa saat kemudian Tyas sudah keluar memakai gaun pesta warna merah maroon. Berhias depan cermin, membubuhkan bedak tipis-tipis, memoles blush on seperlunya serta memoles bibirnya dengan lipstik warna senada dengan gaun. Paripurna penampilannya sekarang.
“Yuk, kita pergi! Kasihan pak sopir udah lama nunggu, “ kata Tyas sembari memakai sepatu high hells dari deretan rak sepatu.
“Kita ntar mampir ke butik ya, aku mau beli untuk kado Yura,” kata Tania saat mereka melangkah mendekati mobil. Dia tak enak hati datang ke pesta ultah Yura--dulu teman kuliah mereka--tanpa membawa kado.
“Ngapain juga beli kado. Kaga usah, Yura dah banyak baju bermerek. Mana mau dia baju murahan. Kata keluarganya, asal kita mau datang aja, Yura dah senang,” ucap Tyas sembari membuka pintu mobil.
Tania hanya mampu percaya saja oleh omongan Tyas. Hampir setahun ini ia tak bertemu Yura, hanya dari omongan Tyas dirinya tahu bahwa Yura sudah pulang ke Indonesia dan sering pergi ke kelab malam bareng Tyas. Nomor telepon Yura yang lama tak aktif lagi setelah ia pergi kerja ke Jerman.
Akhirnya mobil yang mereka tumpangi sampai pada halaman sebuah rumah mewah. Tania merasa ini bukanlah rumah Yura. Apakah ini rumah Yura yang baru? Seribu tanya ada dalam benak Tania.
“Tyas, benar ini rumah Yura? Sejak kapan dia pindah rumah?” tanyanya keheranan.
“Yups, ntar deh ketemu Yura di dalam. Kita masuk yuk!” ajak Tyas masuk ke dalam sembari menggandeng tangan Tania.
Tampak di pintu masuk berdiri rapi pria-pria berperawakan tegap sangar berpakaian layaknya bodyguard. Tyas tersenyum pada mereka lalu memberikan sebuah kartu pada salah satu pria penerima tamu, yang berperawakan tak jauh beda dari yang lain, hanya saja dua pria penerima tamu memakai kemeja batik.
Tania semakin dibuat keheranan, dengan pengamanan rumah Yura yang ekstra ketat seperti layaknya sebuah wilayah terlarang. Ia menyingkirkan semua prasangka buruk, hanya fokus akan menghadiri undangan pesta Yura.
Mereka memasuki rumah mewah dengan diantar salah satu pria perpawakan tegap. Saat di dalam rumah Tania tak mengenali siapa pun para undangan yang berada dalam ruangan tersebut. Tyas sibuk menyapa satu persatu undangan yang kebetulan berpapasan dengan mereka. Tania terheran-heran dengan situasi seperti itu, dilihatnya Tyas tak ada sikap canggung sedikitpun, seakan sudah biasa berkunjung ke rumah ini.
Hampir semua undangan mengenal Tyas, bahkan beberapa dari mereka tersenyum genit ke arah Tania. Kebanyakan para undangan adalah pria asing, undangan wanita bisa dihitung jari dan kesemuanya memakai pakaian seronok tak sepantasnya dipakai ke sebuah pesta ulang tahun anak pemilik rumah. Tingkah polah wanita-wanita tersebut layaknya seorang wanita penghibur, tak terlihat seperti para undangan pesta ulang tahun.
"Tyas, benar ini ulang tahun Yura? Gua liat kaga ada sama sekali keluarganya. Orang tua Yura ke mana? Tuh, para undangan kaya pengunjung night club. Lu, kaga boong, kan?!"
"Kaga lah, ngapai gua boong. Ngapain juga gua ngikut pesta kalo boong, buat apa? Udah, tenang aja, habis ini yang punya pesta pasti keluar. Gua ambil minum dulu." Tyas meninggalkan Tania yang bengong. Sesaat kembali sambil membawa dua gelas minuman.
"Nih minum dulu!"
"Kaga ada alkoholnya, kan?!" tanya Tania sembari mengendus pinggir gelas minuman berwarna merah di tangannya. Tercium bau anggur dan serupa peppermint yang sangat menyengat. Tyas tertawa sambil menatap lekat-lekat pada sahabatnya.
"Kaga ada alkohol, tau sendiri, pesta ulang tahun mana ada minuman gituan. Cobain dah!"
Tania pun mencoba mencicip minuman di genggaman, terasa manis anggur sedikit ada rasa pahit dan isis. Tyas menyibir ke arah, lalu menghabiskan minumannya.
"Nih liat, tak mabuk, kan? Masih kaga percaya, dibilang gua boongin, lu?"
Melihat si sahabat telah menghabiskan minumannya, Tania akhirnya ikut-ikutan menghabiskan minumannya. Tyas tersenyum puas ke arah si sahabat, lalu beranjak lagi ke arah bar, kembali dengan membawa dua gelas berwarna putih bening. segelas disodorkan ke Tania.
"Cobain rasa baru, ini guna netralkan rasa pahit yang tersisa di lidah, habis ini kita ke tempat pastry. Kamu paling doyan tuh soal begituan."
Tania mencicip minuman, mencecap rasanya perlahan, terasa lebih manis daripada minuman sebelumnya, tapi ia rasakan kepala mulai berat, mata mulai tak fokus. Tania merasa tubuhnya seperti melayang, suara Tyas terdengar jauh. Nampak si sahabat berjalan menjauhi dirinya, menghampiri seseorang yang barusan masuk ke tempat pesta. Seorang pria berparas oriental.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Emma The@
Hai kak... Cinta CEO untuk Gadis Butik mampir membawa like
2021-06-23
0