"Jangan bercanda, Nona Agatha hanya melakukan hal itu untuk mencari perhatian saja. Lalu soal lukisan pasti dia hanya membual," sanggah Duke Coldine.
Felix menghela napas saat menghadapi tuannya saat ini, mirip anak kecil yang keras kepala. "Felicia tidak pernah berbohong, semua yang dia katakan benar adanya dan saya percaya kepadanya. Kenapa Anda tidak mencoba mengeceknya nanti,"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pagi-pagi sekali, Duke Coldine dan Felix sudah menggerakkan kaki mereka. Suara langkah kaki terdengar, tidak peduli apakah orang-orang akan kaget dan terbangun. Tujuan kedua pria itu adalah ruangan khusus yang diminta oleh Agatha. Duke Coldine ingin membuktikan bahwa apa yang dikatakan oleh Felix itu benar. Melukis, huh. Jangan bercanda, gadis itu hanya ingin mencari perhatian orang-orang yang ada di kediamanku. Awas saja, aku tidak akan pernah membiarkannya melanjutkan sandiwara ini. Ucap Duke Coldine dalam hati.
Pelan-pelan pintu terbuka, dari celah saja sudah terlihat bahwa tidak ada lukisan apapun di dinding. Duke Coldine menatap tajam Felix. Pintu dibuka semakin lebar, berbeda dari sebelumnya, terdapat dua lukisan yang menyender di dinding. Kali ini giliran Felix yang menatap tajam Tuannya sendiri karena apa yang dia katakan itu memang benar.
Tanpa pikir panjang Duke Coldine masuk ke dalam ruangan, dia tidak tahu bahwa ada Agatha di sana. "Tu-Tuan Duke?! Apa yang Anda lakukan di sini?" tanya Agatha kaget. Buru-buru gadis itu merapikan rambutnya, tampil rapi untuk harga dirinya.
"Selamat pagi, Nyonya,"
"Ruangan ini adalah milik Anda, tapi pemilik aslinya adalah saya. Jadi saya berhak untuk masuk ke ruangan ini," jawab Duke Coldine tegas. Pria itu memandangi kedua lukisan. "Kenapa Anda melukis langit malam saja? Apa Anda suka malam hari?"
"Ehm, kalau itu saya hanya membuat sebuah kenangan saja. Anda bisa melihat lukisan yang ini," Agatha menunjuk lukisan yang ada di sebelah kiri. "Ini adalah pemandangan malam pertama saya di sini. Lalu yang ini," dia menunjuk lukisan yang ada di sebelahnya. "Lukisan ini adalah malam kedua saya berada di sini. Seperti yang Anda lihat, sepertinya hanya ada sedikit perbedaan," jelas Agatha dengan senyuman khasnya. Dari luar gadis itu sangat tenang, tapi di dalam dirinya, Agatha sedang mempertahankan ekspresinya. Ingat bahwa Duke Coldine sendirilah yang mencabut nyawanya di kehidupan yang dulu.
Duke Coldine tidak menanggapi Agatha. Tiba-tiba angin kecil yang cukup membuat badan menggigil masuk, tubuh kekar milik Duke Coldine tidak terbiasa dengan ini. Berbeda dengan Agatha yang malah menikmati angin itu, anak rambutnya bergerak-gerak mengikuti permainan sang angin. Untuk sesaat tidak ada percakapan diantara ketiga orang itu. Sampai ...
"Bisa tutup jendelanya? Ini terasa dingin. Apa tubuhmu terbuat dari besi sampai-sampai tak merasa kedinginan?" ucap Duke Coldine ketus. Segera Agatha menutup jendela ruangan itu dan meminta maaf karena tidak menyadari keadaan pria tersebut. Duke Coldine sendiri tidak tahu ada apa dengan dirinya, kakinya terasa berat, tidak ingin keluar dari ruangan ini. Pria itu memutuskan untuk duduk. "Tolong buatkan saya teh," perintahnya kepada Agatha. Tak lama kemudian satu cangkir teh sudah jadi, Duke Coldine meminumnya pelan-pelan.
"Tuan, sepertinya ada satu hal yang mungkin Anda lupakan," ucap Felix dengan nada sedikit takut. Diamnya Duke Coldine berarti dia dipersilahkan untuk melanjutkan ucapannya. "Ehm, saya rasa ... pangeran yang Anda bawa itu masih terkurung di bawah tanah. Anda belum memutuskan apapun untuk pangeran," lanjut Felix.
"Benar juga, kita selesaikan sekarang Felix. Dan Nona Agatha, terima kasih atas teh buatan Anda," Agatha menatap kepergian Duke Coldine dan Felix. Lega, itu yang dirasakan oleh Agatha. Orang yang memiliki kemungkinan terbesar untuk mencabut nyawanya sudah menjauh. Tetapi satu hal yang menjadi pertanyaannya, mengapa Tuan Duke datang di saat seperti ini?? Ini masih subuh!
Di kediaman Duke Coldine terdapat ruang bawah tanah, ruangan itu lembab dan hanya ada beberapa obor untuk menerangi beberapa bagian saja. Ruang bawah tanah difungsikan untuk mengurung orang. Biasanya orang-orang kediaman Duke Coldine menyebut ruang bawah tanah itu dengan penjara bawah tanah. Mereka rasa sebutan itu lebih cocok.
Duke Coldine berhenti di dekat seorang anak yang kira-kira berumur 10 tahun, pria itu menatap tajam. "Pangeran Liam, apakah Anda sedang tidur?" tanya Duke Coldine dengan nada datar dan dingin. Pangeran Liam berdiri dengan susah payah, kaki kecilnya yang kurus kering berusaha sekuat tenaga untuk menopang tubuhnya.
"Liam Agaris memberi hormat kepada Duke Coldine. Semoga Anda dilindungi dan penuh dengan berkat," ucap Liam sambil membungkuk. "Apa Anda sudah memutuskan bagaimana Anda mencabut nyawa saya?"
"Lancang sekali, sayangnya tidak. Aku memutuskan untuk mempekerjakanmu di kediaman ini, kamu akan digaji dan saat kamu merasa gaji itu sudah cukup, kamu bisa meninggalkan kediaman ini dan hidup sesuka hatimu. Paham?"
"Saya paham," jawab Pangeran Liam. Felix mendekat dan mengangkat tubuh Pangeran Liam, tidak terasa berat sama sekali. Malahan serasa mengangkat satu lembar kertas saja. Ketiga orang itu meninggalkan ruang bawah tanah dan mengantarkan Pangeran Liam untuk membersihkan dirinya.
Duke Coldine menikmati sinar matahari yang menembus masuk ke dalam ruangannya. Nanti siang dia akan menghadiri rapat, dan pria itu tidak bisa menjamin apakah bisa fokus pada rapat atau tidak mengingat dirinya yang sedang patah hati. Ketukan pintu membuyarkan lamunan Duke Coldine. "Masuk," ucapnya memberi izin. Felix, Pangeran Liam, dan Steve - orang yang bertanggung jawab atas kebun dan taman - masuk dan menghadap tuan mereka.
"Tuan, saya sudah membawa Steve kemari," lapor Felix, Duke Coldine menganggukkan kepalanya. Pandangannya beralih kepada Steve.
"Steve, bocah itu adalah Pangeran Liam dari Kerajaan Agaris, kerajaan yang beberapa waktu lalu aku lenyapkan. Dia akan membantumu, sebenarnya aku ingin menempatkannya untuk mengurus kuda-kuda. Tetapi aku teringat kepada dirimu yang sudah tua," jelas Duke Coldine setengah-setengah.
"Terima kasih karena sudah memikirkan saya, Tuan. Saya akan bertanggung jawab atas Pangeran Liam," balas Steve.
"Dia akan tinggal bersama denganmu," tambah Duke Coldine. Steve yang sudah mengerti maksud dari tuannya segera undur diri. Duke Coldine menghela napasnya dan menyandarkan punggungnya ke punggung kursi. Hari ini dia tidak bisa dengan maksimal, itu sudah terlihat jelas dari suasana hatinya di pagi hari.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Terima kasih sudah kembali membaca novel ini. Terima kasih sudah membaca bab 3. Nantikan kelanjutannya di bab selanjutnya ya. Jangan lupa untuk support aku😚
Beri :
▪Like
▪Komentar
▪Vote
▪Rating
▪Follow (jika berminat ya hehe🤣🤣)
▪Dan share juga jika menurut kalian cerita ini bagus.
Okay, sampai jumpa di bab selanjutnya. Danke.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
senja
wah dg adanya pangeran itu, sisi "ortu" nya akan bangkit ya
2021-09-12
0