Tiga hari Ghibran dirawat di rumah sakit tersebut dan ia benar-benar sendirian, karena tak satupun keluarga atau kerabatnya yang datang menjenguk. Hanya sesekali ia melihat Hafsha datang ke sana, itu pun tidak lama paling lima sampai sepuluh menit gadis itu di sana. Hanya sekedar menanyakan keadaanya saja.
Hari ini ia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit dan Ghibran pun sama sekali tidak dijemput atau disambut siapapun. Dirinya merasa hidup sebatang kara di dunia ini, padahal ke dua orang tuanya masih hidup. Hanya saja mereka terlampau sibuk dengan dunianya sehingga melupakan anaknya sendiri.
Pemuda berusia 22 tahun itu berjalan tertatih menuju halte bus, kening serta tangannya masih terbalut perban. Ia menengadah menatap langit siang yang begitu cerah, helaan napas berat terdengar begitu dalam ketika tak sepeserpun uang di sakunya. Biaya rumah sakit pun dibayarkan oleh gadis yang menolongnya, kata ners yang merawatnya tadi.
Saat ia berbalik hendak duduk di halte, tiba-tiba sebuah mobil sedan corolla altis berhenti tak jauh darinya. Kening Ghibran mengkerut dalam menatap seseorang keluar dari mobil tersebut dan menghampirinya.
"Ujang teh mau pulang, kan, mari Jang, Mamang antar?" ucap laki-laki yang sudah berumur itu pada Ghibran yang masih diam keheranan.
"Tunggu-tunggu. Nama gua Ghibran bukan Ujang? Lagian gua nggak punya paman atau mamang. Lu siapa? Jangan-jangan lu mau nyulik gua ya?" Ghibran mundur selangkah dengan tangan mengacung menunjuk lelaki itu.
Mang Ucup, yang tadi disuruh Hafsha untuk mengantar Ghibran pulang. Gadis itu sudah diberi tahu oleh ners Ina, katanya Ghibran hari ini sudah boleh pulang. Makanya Hafsha berinisiatif meminta mang Ucup untuk menjemput serta mengantar pemuda itu sampai ke rumahnya dengan selamat.
Lelaki paruh baya itu menepuk keningnya pelan. Ia baru ingat jika mereka belum saling kenal, karena malam itu Ghibran sudah hampir tidak sadarkan diri saat ia dan Hafsha tolong.
"Ah saya lupa, saya teh Ucup, Jang. Saya yang nolong kamu malam itu. Kamu mau pulang, kan, ayo saya antar?" mang Ucup membuka kan pintu mobil untuk Ghibran.
Walaupun belum percaya sepenuhnya dengan ucapan lelaki itu, akan tetapi Ghibran tetap menurut. Ia masuk ke dalam mobil sedan silver itu karena tidak ada pilihan lain.
"Mang, bukannya yang nolong gua cewek ya?" tanya Ghibran saat mobil sudah mulai melaju membelah keramaian kota Bandung.
Mang Ucup mengangguk dengan tatapan fokus pada jalanan, "berdua sama saya atuh, Jang, nolongnya. Kalau tidak, mana bisa si neng teh bawa kamu ke rumah sakit sendirian."
Giliran Ghibran yang mengangguk, "tapi, kenapa Mang Ucup manggil gua Ujang? Kan, tadi gua bilang nama gua Ghibran bukan Ujang," tanya Ghibran kembali keheranan.
"Ujang teh panggilan untuk anak laki-laki di daerah Sunda, Jang. Memangna Ujang teh bukan orang Sunda kitu?" tanya mang Ujang lagi.
"Gua kelahiran Sumatera, orang tua juga asli sana. Tapi gua besar di luar negri. Di bandung gua baru satu bulananlah, ngikut papa yang lagi tugas di sini. Makanya gua sedikit bingung tadi mau pulang, masih belum hafal jalan soalnya," terang Ghibran, seraya menyandarkan punggungnya. Sekarang ia sedikit lebih tenang setelah mulai mengenal siapa lelaki baik yang mengantarnya pulang saat ini.
Mang Ucup hanya mengangguk menanggapi jawaban panjang dari pemuda di belakangnya, "eh iya, itu motorna kamu teh ada di rumah Mamang. Mau diambil atau Mamang antarkan saja?" mang Ucup melihat Ghibran dari kaca spion tengah.
"Biar, gua ambil aja, Mang. Tapi, nanti setelah beneran sehat, ya. Minta aja alamat Mamang."
"Ya sudah atuh, nanti Mamang kasih alamatnya." Ghibran hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Mang, cewek yang kemarin nolongin gua siapa namanya? Udah punya pacar belum dia? Terus-terus kenapa mukanya ditutup gitu?"
Tiba-tiba Ghibran teringat sesuatu, ia bahkan sampai menegakan duduknya menatap punggung mang Ucup yang masih sibuk mengemudi.
Mang Ucup terkekeh mendengar rentetan pertanyaan pemuda tersebut, "kenapa kamu tidak tanya sendiri saja atuh, kan, beberapa kali si neng teh jengukin kamu di rumah sakit."
Ghibran mengerucutkan bibirnya, ia kembali bersandar merasa tidak puas dengan jawaban mang Ucup. Jika saja bisa pasti ia sudah menanyakan semuanya dari sejak lama, tapi kedatangan gadis itu yang selalu singkatlah yang membuatnya kesulitan untuk sekedar mengajaknya mengobrol sekalipun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Wiji Lestari
Hafsha cantik
2023-07-24
0
Sulistiani
gibran baru sebulan di Bandung udah banyak musuhnya yaa, gimana klo udah berbulan" 😂
musuh apa kak author n apa motif mereka menyerang Gibran pada bab sbelumnya...
2021-09-02
1
Randi Rifki
semangat yerusssssss thor
2021-07-08
0