Chapter 04

Sehari pasca malam jamuan pesta, Ye Qing mengawali harinya dengan berlatih seni pedang di halaman paviliun pribadinya. Ia ditemani oleh Ruo Lan dan Yue Lan, sementara Ming Lan duduk di teras paviliun sembari memberi semangat. Sesekali, gadis pelayan itu membantu Ye Qing untuk mengusap keringat dan memberinya minum.

Sesi latihan nona muda Ye berlangsung selama kurang lebih satu setengah jam. Setelah itu, ia segera membersihkan diri dan bergegas ke aula utama untuk memberi salam kepada kedua orang tuanya dan sarapan bersama.

“Qing’er, semalam, Ibu telah bertemu dan berbicara sedikit kepada Selir Yuan,” Nyonya Ye membuka percakapan. Keempat laki-laki di dalam aula tersebut langsung terdiam, melihat ke arah Ye Qing dan Nyoya Ye dengan tatapan tegang dan penuh ekspektasi.

Bagi keempat pria tersebut, Ye Qing adalah harta mereka yang paling berharga. Gadis itu bak mutiara di tangan mereka. Atas dasar itu, tidak heran apabila topik mengenai pernikahan Ye Qing selalu berhasil membuat mereka panas dingin.

Di lain pihak, Nyonya Ye justru tidak sabar untuk segera menikahkan putrinya dengan Pangeran Jing. Sejak awal, putra tunggal dari sahabatnya itu telah memiliki tempat tersendiri di hatinya. Meskipun Xie Jing Yuan tidak dapat berbicara dan dikenal sebagai pangeran yang lemah, Nyonya Ye sama sekali tidak peduli. Di matanya, Xie Jing Yuan adalah lelaki terbaik untuk putrinya. Cerdas, menguasai ilmu pengobatan dan semua jenis kesenian, mahir dalam taktik peperangan, lemah lembut, Pangeran Jing telah memenangkan hati Nyonya Ye.

Mendengar ucapan ibunya, sang nona muda tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Wajah Xie Jing Yuan yang bersemu merah semalam, tiba-tiba terlintas di benaknya.

“Apakah Ibu dan Selir Yuan sudah menentukan tanggal pertemuan?” Ye Qing menahan diri untuk tidak terlihat terlalu bersemangat. Di dalam hati, ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan pangeran itu.

Berbicara soal perasaan, Ye Qing tidak ingin berbohong pada dirinya sendiri. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya, namun ia yakin benar bahwa apa yang ia rasakan pada Xie Jing Yuan bukanlah sesuatu yang biasa. Mungkin ia memang belum sepenuhnya jatuh cinta pada pangeran itu, separuh hatinya masih dingin dan ia takut untuk percaya pada laki-laki. Akan tetapi, ada satu bagian di dalam dirinya yang mendorongnya untuk membuka hati pada pria itu, seolah-olah Xie Jing Yuan telah menempati tempat spesial di hatinya sejak lama.

Ditambah lagi, Ye Qing akhirnya menyadari perasaan laki-laki itu kepadanya. Ia dan Xie Jing Yuan memang sudah berteman sejak kecil. Mereka cukup dekat, hingga akhirnya Jenderal Ye Long harus memboyong seluruh keluarganya ke perbatasan utara untuk mempertahankan kedaulatan kekaisaran mereka. Sejak saat itu, nona muda Ye yang memiliki jiwa heroik mulai sibuk di medan perang. Dan secara perlahan-lahan, ia mulai melupakan tunangannya.

Di kehidupan yang lalu, Ye Qing langsung jatuh cinta pada Pangeran Xuan sesaat setelah ia kembali ke ibu kota. Gadis tersebut bahkan tidak menggubris keberadaan Xie Jing Yuan yang saat itu tengah memendam rindu yang begitu dalam.

Berbeda dengan sang nona muda, Xie Jing Yuan tidak pernah mampu melupakan kenangan yang mereka miliki. Bagi laki-laki itu, sosok Ye Qing adalah secercah sinar harapan yang ia miliki di hidupnya yang kelam. Ketika ia tak lagi memiliki alasan untuk terus bertahan hidup, gadis itu hadir dan memberinya kekuatan. Xie Jing Yuan tidak mempermasalahkan apabila semua orang menjauhi, mencerca, atau bahkan menyakitinya. Yang terpenting bagi lelaki itu adalah Ye Qingnya.

Setiap kali gadis itu mengingat kebodohan pria bernama Xie Jing Yuan, hatinya serasa seperti tercabik-cabik. Bagai ditusuk dengan sebilah pedang bermata dua, rasanya.

Ye Qing menarik napas panjang, lantas perlahan-lahan membuangnya. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha untuk melepaskan diri dari rasa sesak yang tiba-tiba menyerangnya.

“Siang ini, Ibu akan berkunjung ke istana dan membahas pertunangan kalian dengan Selir Yuan,” Nyonya Ye menjawab pertanyaan Ye Qing, membuat lamunan gadis itu mendadak buyar. “Setelah itu, barulah kita menentukan tanggal pertemuan untuk kalian.”

Ye Qing mengangguk setuju. Suasana hatinya langsung membaik begitu mendengar tentang rencana pernikahannya dengan Jing Yuan. Benar, sekarang adalah gilirannya untuk mencintai pria itu. Tidak akan ada yang mampu memisahkan mereka berdua, dan menghancurkan apa yang mereka miliki.

“Ah Rong, apakah sepasang bayi serigala putih itu masih di paviliunmu?” Ye Qing bertanya sembari menatap Ye Rong yang duduk dihadapannya. Terhadap kakak ketiganya itu, Ye Qing tidak pernah mempunyai sopan santun. Ia selalu memanggilnya dengan sebutan ‘Ah Rong’.

Pria berusia dua puluh tahun itu menaruh sumpitnya dan berhenti mengunyah. Ia menatap adik perempuannya dan bertanya penuh curiga, “Apa yang akan kau lakukan padanya? Aku sudah bersusah payah menangkapnya di perbatasan utara! Jangan katakan padaku bahwa kau ingin memangkas bulunya dan menjadikannya sebagai mantel?”

Ye Qing memutar bola matanya begitu mendengar tuduhan Ye Rong yang berlebihan. Akan tetapi, begitu ingat bahwa ia ingin meminta sesuatu kepada kakak ketiganya, Ye Qing buru-buru memasang senyuman manis, “Karena kakak ketiga memiliki dua bayi serigala, tentu kau tidak akan keberatan apabila aku mengadopsi salah satunya, bukan?”

Bulu kuduk Ye Rong langsung berdiri bergitu ia mendengar Ye Qing memanggilnya dengan begitu sopan. Jelas saja, hal buruk akan terjadi jika adiknya itu bertingkah manis seperti ini.

“Hmph! Meskipun aku menolak, kau tetap saja akan mengambilnya dariku. Apa gunanya kau meminta ijin padaku?” Kini, giliran Ye Rong yang memutar kedua bola matanya penuh kesal. Adik perempuannya ini terlalu barbar, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Ye Qing hanya meringis. Ia lantas menenangkan kakak lelakinya tersebut, “Tenang saja, aku tidak akan memangkas bulunya dan menjadikannya sebagai mantel atau pun memanggang hewan itu. Aku hanya akan memberikannya pada seseorang. Dan aku sangat yakin, ia pasti akan merawat serigala ini lebih baik darimu!”

●   ●   ●

“Nona, apakah tidak masalah jika kita berinisiatif untuk mengunjungi Pangeran Jing terlebih dahulu seperti ini?” Ming Lan bertanya pada nona mudanya, wajahnya dipenuhi keraguan.

Saat ini, kereta kuda mereka telah berhenti tepat di depan kediaman Jing Yuan. Di kerajaan mereka, pangeran yang telah menginjakkan usia dewasa akan dianugerahi kediaman pribadi di luar istana. Kecuali putra mahkota dan putri kerajaan, keturunan kaisar yang lain tidak ada yang diperbolehkan untuk tinggal di dalam istana. Karena saat ini sang kaisar belum memilih penerus tahta, maka hanya beberapa putri, permaisuri, dan selir kaisarlah yang boleh menetap di sana.

Ye Qing yang kini tengah duduk manis di dalam kereta kudanya sembari menggendong bayi serigala berwarna putih hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Ming Lan. Di era itu, pria memang memiliki kedudukan yang lebih tinggi, dan wanita dianggap lebih rendah dari pada kaum adam tersebut. Sebelumnya, belum pernah ada gadis bangsawan yang berinisiatif untuk mengunjungi pria terlebih dahulu seperti yang kini dilakukan oleh Ye Qing. Batasan norma susila dan sopan santun yang sangat ketat membuat kehidupan mereka sangat terkekang.

Namun, itu semua tidak berlaku bagi putri tunggal sang jenderal. Pada dasarnya, ia adalah wanita muda yang tak tahu aturan, persis seperti apa yang sering dikatakan oleh Ye Rong. Menabrak aturan yang dianggap tabu seperti ini hanyalah hal sepele baginya. Lagipula, siapa yang berani mengomentari hidupnya dan menjelek-jelekkan keluarga Ye? Apakah orang itu sudah bosan hidup?

“Tidak usah khawatir, tidak akan ada yang berani mengomentari,” Ye Qing menenangkan Ming Lan. Gadis tersebut lantas menyibakkan hanfunya [1] yang menjuntai dan dengan gesit melompat keluar dari dalam kereta kuda, masih menggendong bayi serigala dengan sebelah tangan.

Melihat calon istri Pangeran Jing, pengawal yang berjaga di depan kediaman megah tersebut langsung membungkukkan badan dalam-dalam dan memberi salam. Beberapa dari mereka bergegas membukakan gerbang dan berlari ke dalam untuk memanggil kepala pelayan yang bertugas menerima tamu.

Di bagian terdalam kediaman putra kaisar, seorang pria sedang bersantai sembari menikmati musim semi. Ia duduk bersila di bawah pohon persik yang kini tengah bermekaran sembari memainkan guqin. Jemarinya yang lentik dan secantik giok menari di atas senar alat musik tersebut, menghasilkan nada-nada mendayu yang begitu memanjakan telinga.

Di bawah sinar keemasan sang mentari, wajah pria itu seolah berpendar. Setiap lekukan yang ada di wajahnya terlihat begitu sempurna, seakan-akan ia adalah mahakarya sang pencipta. Bagaikan dewa yang menjelma menjadi manusia fana, ketampanan yang ia miliki tidak dapat tertandingi. Kelopak bunga persik yang kini berguguran rasanya tidak mampu menandingi keindahan pria itu.

Siang itu, Yang Mulia Pangeran Jing mengenakan hanfu hanfu sutera berwarna putih bersih. Bagian pinggir pakaiannya dihiasi dengan sulaman benang perak bermotifkan awan klasik, membuat kulitnya yang pucat bak salju yang turun di tengah musim dingin terlihat semakin cerah. Rambut hitam legamnya diikat sebagian dengan guan berwarna perak, sementara yang lain ia biarkan menggantung dan menutupi punggungnya.

Xie Jing Yuan langsung menghentikan gerakan tangannya di atas senar guqin saat telinganya menangkap suara derap langkah Zheng Yu, pelayan kepercayaannya. Sejak malam itu, Xie Jing Yuan tidak lagi bisa berbicara. Meskipun begitu, inderanya yang lain sangatlah tajam. Ia bahkan bisa mendengar suara langkah kaki pelayannya yang terburu-buru dari kejauhan.

“Wangye [3]! *Wangy*e!” Zheng Yu setengah berteriak, napasnya masih memburu ketika

ia tiba dihadapan tuan mudanya.

Pangeran Jing mengangkat kepalanya dan menatap pelayannya itu dengan dahi berkerut. Apa yang membuat ia terlihat begitu panik? Tidak biasanya Zheng Yu bertingkah seperti ini.

Setelah mengatur detak jantungnya yang tak karuan, Zheng Yu melapor, “Wangye, Nona Ye datang berkunjung! Ia menunggu Wangye di aula utama!”

Mendengar nama gadis yang begitu ia rindukan, Pangeran Jing langsung membeku di tempat. A-apakah ia tidak salah dengar? Qing Qing-nya datang berkunjung?

Tanpa berpikir panjang, Xie Jing Yuan langsung bangkit berdiri. Ia langsung berlari ke arah aula utama kediamannya, membuat semua pelayan pria yang bekerja untuknya kebingungan. Ini adalah kali pertama mereka melihat sang pangeran panik. Selama ini, tuannya itu selalu terlihat tenang. Jiwanya yang lembut membuat ia begitu tidak pernah kelabakan seperti saat ini.

Apa yang membuat Pangeran Jing begitu panik?

Glossary:

[1] Hanfu adalah pakaian tradisional tiongkok. Terdiri dari beberapa lapisan dan

biasanya memiliki jenis yang berbeda-beda.

[2] Guan adalah sejenis hiasan kepala atau ikat kepala yang digunakan oleh pria di

era dinasti kuno.

[3] Wangye secara literal berarti Yang Mulia. Sebutan untuk pangeran bergelar wang.

Terpopuler

Comments

Ritasilviya

Ritasilviya

lanjut lagi thorttttttt

2021-03-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!