"Mari kita mulai saja acaranya." Ucap Tuan Jaya, Ayah Leon.
"Maaf, bukannya acara pertunangan? wanitanya belum datang, kenapa dimulai dulu?" Tanya Zahra memberanikan diri, dia tidak tahu apa yang dipikirkan oleh kedua orang tuanya juga orang orang yang ada disana.
"Kenapa menunggu? kan kamu wanitanya." Jawab Bunda Leon tersenyum kearah Zahra.
Kata kata Bunda Leon langsung menancap bagai pedang dijantung Zahra, wanita? apa? siapa? aku? apa apaan ini?
"Sa-saya?" Zahra menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuknya, sungguh dia tidak tahu menahu tentang hal ini, kedua orang tuanya tidak menjelaskan apa apa tadi.
"Iya kamu, kan kamu sudah bersedia menikah dengan putra kami, Leon." Ucap Ayah Leon.
Sontak Zahra langsung menengok dan menatap wajah kedua orang tuanya yang terlihat khawatir.
"Zahra, Ayah dan Bunda sudah memutuskan untuk menjodohkankan kamu dengan Nak Leon, dia baik untuk mu." Ucap Ayah Zahra menatap wajah putrinya yang seakan akan ada hujan air mata dipipinya.
"Ayah? apa yang Ayah pikirkan? Zahra belum siap menikah Ayah, bukankah keputusan sebesar ini seharusnya Ayah dan Bunda membukakannya terlebih dahulu pada ku? apa ini, kenapa kalian memutuskan masa depanku secara sepihak." Ucap Zahra menahan air matanya, sungguh dia tidak tahu apa apa.
Hatinya runtuh seketika, dirinya merasa dimanfaatkan oleh kedua orang tuanya, apa mungkin demi jabatan yang lebih tinggi? pikir Zahra sudah negatif.
Sedangkan keluarga Leon? mereka tengah menyimak obrolan, pertanyaan juga penolakan yang dilontarkan dari mulut Zahra.
"Ayah, Bunda, Zahra tidak mengerti semua ini, apa Ayah dan Bunda berpikir bahwa aku akan setuju dengan mudahnya." Ucap Zahra mulai meneteskan air matanya.
"Tidak Sayang, kami tidak bermaksud untuk melukai hati mu, jika Ayah dan Bunda membicarakan tentang ini, maka jawabanmu akan sama, tidak setuju, makannya Ayah dan Bunda langsung menjodohkanmu saja." Ucap Bunda Zahra dengan entengnya.
Zahra yang mendengar hal itu, apa ini, apa ini Bundaku yang sesungguhnya? apa dia benar benar akan memaksaku?
"Tidak, sekali Zahra tidak mau, maka tetap akan tidak." Ucap Zahra berdiri dari sofa.
"Maaf." Ucap Zahra sebelum pergi dari aula tertutup itu, Ayah dan Bunda Zahra yang akan mengejar langsung dihalangi oleh Leon.
"Biar saya saja." Ucap Leon, tanpa basa basi lagi, dia langsung mengejar Zahra keluar dari aula itu.
"Maaf Tuan, Nyonya." Ucap Ayah Zahra yang merasa tidak enak hati pada orang tua Leon.
"Tidak, seharusnya kami yang meminta maaf, ini semua kesalahan kami, jika kami tidak tergesa gesa maka Zahra juga tidak akan merasa tertekan." Ucap Ayah Leon mengerti, dia juga merasa tidak enak hati akan kejadian barusan, seharusnya dia memberitahukan untuk memberitahu Zahra terlebih dahulu.
Leon mengejar Zahra hingga keluar gedung hotel, Zahra terus meneteskan air matanya yang bening.
"Ra! Zahra! berhenti lo!" Teriak Leon menghentikan Zahra.
Zahra berbalik menatap Leon yang berlari mendekatinya.
"Apa?!" Bentak Zahra mengusap air matanya yang terus turun.
"Dengerin gw, gw tahu ini nggak adil buat lu, tapi gw mohon demi nyokap gw." Ucap Leon memohon.
Demi Nyokap? apa? pikir Zahra tidak mengerti.
"Maksud lo?" Tanya Zahra.
"Nyokap gw mengidap penyakit keras juga jantung, sebelum dia pergi, dia pengen lihat gw nikah sama wanita pilihannya, dan itu adalah elu, gw waktu itu udah nolak, dan hasil dari penolakan gw adalah nyokap gw tambah parah, jadi gw sutujuin demi kesembuhannya."
Leon menjelaskannya secara detail, dia tidak ingin Zahra salah paham dengannya, dia tidak ingin Zahra berpikir bahwa Leon sendiri yang memaksanya untuk menikahi dirinya.
"Kenapa?! kenapa harus gw?! masa depan gw masih panjang!" Seru Zahra.
Jlep!
Dada Leon sesak mendengarnya.
Apa? apa Zahra berpikir bahwa masa depannya akan hancur ketika dirinya bersama dengan Leon.
"Kenapa harus gw?! kenapa nggak Viona, pacar lo itu!" Seru Zahra lagi, dirinya tahu bahwa Leon memiliki kekasih, yaitu Viona, teman sekelasnya.
"Apa lo pikir gw juga mau sama lo? enggak! gw nggak mau sama lo, dan gw juga nggak suka sama lo, gw lebih sayang Viona!" Seru Leon balik. Zahra tersenyum mendengar itu, senyuman yang ditunjukkan Zahra berhasil membuat Leon bingung juga berpikir, apa kenapa dia tersenyum?
"Bagus kalo lo masih sayang sama dia, jadi lo perjuangin cinta lo, bukan gini caranya." Ucap Zahra berbalik badan, hendak pergi meninggalkan Leon kembali, namun tangannya berhasil ditarik oleh Leon, sehingga dirinya kembali menghadap Leon.
"Demi bunda gw, gw mohon." Ucap Leon amat sangat memohon pada Zahra, dia memegang satu tangan Zahra.
Zahra juga melihat ketulusan hati dimata Leon, dia bisa melihat cinta seorang anak dimata Leon. Saat Zahra ingin menolak lagi, dia mengingat bahwa benar, Bunda Leon terduduk dikursi roda.
"Please, gw mohon." Leon kembali memohon pada Zahra.
"Setelah pertunangan ini, semuanya akan berjalan dengan normal dan nggak akan ada hal hal yang lain lagi, gw janji." Ucap Leon.
"Enak banget lu ngomong, setelah pertunangan adalah pernikahan, lu tau apa itu pernikahan? hubungan yang sakral!"
"Iya tahu, tapi gw yakin, sebelum pernikahan pasti bunda gw lebih sehat, dan nanti gw bakal kenalin Viona perlahan lahan sama bunda, pasti bunda setuju." Ucap Leon meyakinkan Zahra.
"Mulut buaya."
"Enak aja lu ngomong, gw beneran, nggak akan ada lain lain diantara kita, ini cuman status aja, nggak akan ada yang lebih, setelah pertunangan ini juga, kita bakal bersikap normal kaya biasanya, enggak saling kenal." Ucap Leon.
"Gw janji." Sambung Leon yang masih melihat keraguan dimata Zahra.
Sejenak Zahra berpikir, apa ini boleh dicoba, bukankah kebaikan harus tetap dijalankan, apa lagi menyangkut nyawa seseorang. Pikiran Zahra terus berputar.
"Iya, ok, gw pegang janji lu, awas aja kalo lu ingkar, siap siap lu kehilangan orang yang lu sayang selama lamanya." Ucap Zahra menyetujuinya, dia langsung masuk kembali ke gedung hotel itu.
Leon yang melihat dan mendengar respon Zahra langsung tersenyum, dirinya berhasil meyakinkan Zahra. Dia langsung menyusul Zahra kembali masuk kedalam, melanjutkan acara yang sempat tertunda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments