Chapter 4

(Jane...)

Aku membuka mataku yang terasa berat dan kembali menutupnya dengan malas. Aku bisa mendengar suara Jack yang panik berada di dekat ranjangku. Aku berputar dan menghadap ke arahnya. Aku tidak tahu hanya berputar akan mengeluarkan begitu banyak energi dan keringat.

"Mom! Jane demam tinggi! Aku tidak pernah mengurus orang sakit sebelumnya!" Jack menatapku dengan panik dan menutup telepon dengan pasrah. Keahliannya dalam melakukan pekerjaan memang tidak perlu diragukan lagi, tapi percayalah dia sangat buruk dalam mengurus orang dan pekerjaan rumah.

Ia berjalan mendekatiku, tangannya meraih keningku, dan duduk disampingku dengan nyaman. "Tidurlah, kau demam Jane." katanya sambil mengusap rambutku dengan lembut.

Aku mengangguk kecil dan menarik selimutku sampai leherku dan kembali tertidur.

Kedua kalinya aku terbangun aku mendengar suara denting gelas dengan mangkuk di meja belajarku yang tepat berada di sebelah ranjangku. Mataku terbuka pelan dan melihat pria dengan postur tubuh tinggi dengan rambut hitam pekatnya. Aku memfokuskan pandanganku dan mengenali pria itu. "Hai." sapaku singkat untuk menarik perhatiannya.

Dean menoleh dan duduk di tepi ranjangku. Tangannya menyusuri wajahku untuk mengecek suhu tubuhku. "Seharusnya kau meneleponku untuk payung kemarin, jangan menerjang hujan dengan bodohnya. Hari ini ada ujian kau malah sakit."

"Aku baik-baik saja sebelumnya dan aku bertemu denganmu di jalan. Tenang saja, aku akan mengikuti ujian perbaikan." kataku sambil berusaha duduk di ranjang dan menatap Dean dengan ekspresi lelah.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?"

"Lelah." jawabku jujur sambil berusaha membuatku nyaman di dalam selimut. Ia menarikku mendekat dan memelukku hangat, membuatku mengistirahatkan kepalaku di bahu bidangnya. Tangannya mengelus punggungku dengan lembut sampai akhirnya ia berhasil membuatku bersandar pada bantal-bantalku yang telah ia susun, lalu ia menyuapiku sup ayam yang lezat. Aku kenal rasa sup ayam ini buatan siapa hanya dengan memakannya. Ini sup ayam yang selalu kusukai sejak kecil. "Buatan ibuku?"

Ia mengangguk tanpa melihat ke arahku, "ibumu sedang di dapur bersama Jack dan pria berambut blonde gelap."

Mendengar perkataannya aku menyipitkan mataku dan memutar otakku. Beberapa detik kemudian aku mengetahui orang yang dimaksudkan Dean.

"Siapa itu? Sebelum aku masuk kamarmu, dia ada di sini dengan Jack dan dia mengelus rambutmu dengan lembut." Dean meletakan mangkuk sup dan menatapku. Aku dapat menangkap ada sedikit cemburu di balik tatapannya. Well, nada bicaranya juga seperti itu.

Tunggu.. Tunggu.... Nathan berbuat apa? Mengelus rambutku?! Mataku membulat dan melihat ke arahnya dengan kaget.

Dean mengacak rambutnya dan menatapku seperti menuntut sebuah jawaban. "Don't tell me, he is your--"

"Bukan!" Aku memotong perkataan Dean dengan cepat dan menggeleng. "Nathaniel Hunt, biasanya aku memanggilnya Nathan. Dia sahabat Jack."

Dean tersenyum lega dan mendekati pipiku dengan kedua tangannya. Ia nampak berpikir sejenak dan mendekati wajahku, hidung kami bersentuhan dan akhirnya kening kami bersentuhan. Ia menatapku dengan perasaan yang mendalam. Aku tidak tahu itu perasaan apa sampai akhirnya aku menangkap pandangannya sesekali jatuh ke arah bibirku. Aku menggigit bibirku dan mendorong bahunya pelan sambil melihat ke arah lain. Ia menghela nafas beratnya dan kembali mengunci pandangannya ke arahku. Aku tidak tahu harus melakukan apa di saat seperti ini, pikiranku kosong dan tidak bekerja saat pandanganku jatuh ke arah kedua bola matanya. Aku sangat menyukai kedua bola mata Dean yang menatapku. Pandangan matanya selalu berhasil membuatku merasa nyaman dan aman.

"I love you.."

Mataku membesar mendengar hal itu, perkataan Dean yang tidak ragu membuat hatiku tidak karuan, aku bahkan merasa jantungku berdetak lebih cepat dibandingkan milik Dean. Aku tidak pernah menyangka kalau Dean selama ini menyukaiku, Dean Joseph Curtis menyukai Jane Carter Berrlyne?!

Aku mendorong bahu Dean dan menjaga jarak dengannya. Mataku masih menatapnya dengan tidak percaya. "Tidak... Kau tidak bisa menyukaiku Dean... Aku.. Aku bukan perempuan normal seperti yang lain." kataku sambil menatap ke arah lain dan mengetahui faktanya bahwa aku tidak seperti perempuan remaja lainnya. Aku memiliki tugas yang harus aku lakukan tanpa berpikir panjang dan sesekali dengan taruhan nyawa.

Tangan besarnya meraih kedua pipiku dan ibu jarinya mengelus lembut pipiku, "lalu kenapa kau menangis?"

Kali ini aku tersentak kaget dan tanganku meraih kedua mataku. Beberapa air mata sudah mengalir deras di kedua pipiku. Pikiranku berpikir sejak kapan aku menangis walau tidak yakin aku menangis sejak tadi atau baru saja terjadi.

"Aku--"

Perkataanku terhenti saat merasakan Dean mengecupku dengan lembut. Mataku semakin membesar dan pikiranku semakin kosong. Apa yang harus kulakukan? Aku tidak bisa melawan Dean ataupun menjauh darinya...

Beberapa detik aku tenggelam dalam pikiranku yang semakin kosong dan semakin membuatku gila. Hati kecilku menjawabku dengan instingnya. Beberapa saat kemudian aku baru menyadari satu hal, hal yang selama ini aku tinggalkan di belakang dan mendahulukan misi-misiku. Hal di mana aku tidak ingin mengingatnya. Hal di mana aku menyadari perasaanku sesungguhnya. Bahwa aku, Jane Carter Berrlyne, menyukai Dean Joseph Curtis sejak kami kecil..

---

(Dean..)

Perempuan di hadapanku ini semakin tenggelam dalam pikirannya. Aku tahu tidak mudah menyukai orang yang penuh rahasia seperti Jane, tapi aku sangat menyukainya sejak kecil, dan aku baru menyadarinya beberapa bulan lalu saat melihatnya nyaris diculik. Saat itu aku merasa kalau dialah segalanya dan jika ia tidak berada di dekatku, aku akan merasa hampa. Aku mengelus kepala Jane pelan dan mataku dapat melihat pipinya yang sudah berubah warna menjadi merah. Aku menebak-nebak apa yang ia pikirkan saat ini, mungkihkah dia akan membenciku dan menjauhiku? Tapi aku tidak akan tahan untuk menjauhinya. Bucin.

Aku tersadar dari lamunanku begitu ia mengistirahatkan kepalanya di bahuku. Ia menarik nafas beberapa kali yang membuatku semakin tegang, aku sendiri pun tidak tahu kenapa aku tegang. Tangannya melingkar di punggungku dan sesekali memukulku pelan.

"Katakan Dean... Kalimat ajaib untuk para perempuan.."

Aku tertawa kecil dan memeluknya hangat. "Jane, be my----"

"Nama lengkap.." perkataan Jane membuatku tersenyum lebar dan menikmati wangi lemon dari arah rambut Jane. "Jane Carter Bells--"

"Berrlyne. Bukan Bells.. Bells hanya nama palsu." Jane mengangkat kepalanya dan tersenyum kecil padaku.

Aku mengangguk tidak mempermasalahkan siapa namanya, yang terpenting bagiku adalah dia Jane.

"Okay, Jane Carter Berrlyne.. Please be my girlfriend.." kataku dengan sebuah senyuman yang tidak bisa aku tahan lagi.

Ia tersenyum kecil dan mengangguk. Tangannya memelukku lebih erat sekali lagi membuatku tidak ingin melepaskannya.

"Ehm.."

Kami mendengar suara berat dari arah pintu. Jane mendorongku pelan dan menjaga jarak. Mata kami menatap pria yang bersandar di dinding dekat lemari. Ia menatap kami dengan pandangan bahagia.

"Dad!" Jane melempar sebuah bantal yang ada di belakangnya ke arah ayahnya. Aku tersenyum melihat ayah Jane. "Good afternoon Sir."

"Good afternoon Dean. Time for dinner." ayah Jane mengajak kami turun ke arah dapur. Ia tidak berhenti bertanya kepada kami apa hubungan kami yang sebenarnya. Jane tidak mau menjawab apapun tetapi aku dapat melihat pipinya yang sudah berwarna merah. Ia mengibas-ngibaskan tangannya di udara dan menutup telinganya saat ayahnya bertanya berbagai hal yang ia tidak ingin menjawab. Mataku melihat sekitar dapur dan tidak melihat Jack maupun Nathan. Jane berbisik pelan bersama ayahnya dan akhirnya duduk di sampingku.

"Jack dan Nathaniel di mana?" pertanyaanku membuat Jane terbatuk pelan.

Aku menatap Jane curiga sampai akhirnya ayahnya menjawabku, "mereka pergi bermain di rumah Conner."

Aku mengangguk kecil dan melanjutkan acara makan kami. Sepanjang makan malam, kami mengakui kalau kami baru saja menjalin hubungan yang harus kuakui aku sendiri tidak yakin akan berjalan baik-baik saja. Karena aku merasa akan ada bahaya yang datang sebentar lagi kepadaku. Aku memaksakan sebuah senyum yang aku sendiri tidak ingin lakukan kalau tidak terpaksa, tapi aku juga tidak ingin membuat keluarga ini khawatir, karena keluarga Jane adalah rumah keduaku sejak ayahku sibuk dengan pekerjaannya.

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!