Selang beberapa bulan selama perkembangan bocah itu tinggal di sana.
Tersohorlah namanya sebagai bocah sultan, bukan karena ingin dipuji lantaran banyaknya uang, justru malah menjadi hinaan baginya.
Seluruh kenangan suram bocah itu seakan teringat kembali, akan penyiksaan nya selama 7 tahun kebelakang. Namun, hal itu tidak pernah menyulutkan sedikit pun keyakinan bocah itu ingin tetap tinggal meski banyak orang yang mencela nya penuh dengan penderitaan, ia lebih sering menganggap hinaan itu sebagai lelucon masa lalu atau yang lebih tepatnya berpura-pura untuk lebih tidak memperhatikan ocehan semua orang padanya.
Untuk menghindarkan muka yang kurang jernih, maka bilamana para santri lainnya ke sawah, maka ia juga ikut ke sawah, bila orang ke ladang, dia pun ikut ke ladang. Dalam pada itu, ia juga tak lupa untuk menambah pelajaran perkara agama selama pengasingan hidupnya dinegeri orang.
Sementara kegiatannya yang paling mencolok selama tinggal di pesantren, yakni membantu pembayaran keuangan jika ada masalah uang kas dalam bidang kebendaharaan tidak terkumpul saat bulan awal untuk keperluan logistik. Lantaran bagi murid yang lain terbilang sangat susah untuk membayar uang kebendaharaan meski hanya dua puluh lima ribu perorangan nya, namun tidak baginya, yang hanya tinggal mengeluarkan kartu debit milik keluarganya yang terbilang kaya.
.
.
.
Sebagaimana yang telah ia lakukan pada saat pagi hari tadi. Zim kecil sudah berhasil menguasai tata caranya memasak serta mencuci dengan benar, walaupun masih meninggalkan sedikit noda di kerah pakaiannya. Tapi hal itu sontak menjadi kebanggan tersendiri baginya, yang dahulu tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bergantung pada orang lain. Mungkin memang sudah seharusnya Zim untuk berubah dan meninggalkan semua kehidupannya yang serba mewah dan manja.
Berbagai ilmu dasar telah ia kuasai meskipun hanya cara mengucapkan harap Hijaiyah secara shohih dan menghafal satu ayat dari surat alfatihah. Maklum dirumahnya zimi tidak pernah sama sekali ikut mengaji karena takut diancam dan ditekan oleh temannya terus-terusan, oleh karena itu ia terbilang murid yang paling bodoh di sana, sekalinya mampu menguasai satu ilmu Zim merasa paling pintar seraya mendapatkan kepopuleran yang tinggi atas semua ilmu yang baru saja ia kuasai.
"Oke sudah dipastikan, gue bakalan jadi ajengan ngora sebentar lagi!" ucapnya berkata pada diri sendiri, lagi.
Zim mulai membuka kitabnya lagi, lalu membaca seharaf dua haraf logat yang baru saja ia tuliskan menggunakan pena, meski terlihat tidak jelas, tanda panah hampir menutupi setiap samping kitab seperti layang-layang asal-asalan. sementara pertengahan harap diisi seperti kulit jebra yang terlihat belang, karena kosong tertinggal tidur bersandar dibalik papan. "Barusan gue nulis apaan ya?" keluhnya dalam hati.
"Bang—ke, tolong minta seratan yang barusan tadi di terangin dong!" pintanya memohon penuh harap dan melas.
"Makanya jika guru sedang menerangkan jangan tidur!" cemoohnya marah-marah.
Bang—ke memberikan secarik kertas yang berisi seratan dari semua penjelasan maksud yang ada pada dalam kitab. "Terimakasih." Ucap Zim memasangkan senyum kebohongan lalu mulai menyalin kata apa saja yang telah Bang—ke tuliskan sebagai jawaban atas pertanyaannya. Meski terbilang teledor dan keras kepala, namun semangatnya akan keinginan untuk bisa menguasai ilmu tidaklah main-main. Bahkan tanpa diketahui semua orang, bocah itu sering ikut belajar tambahan di waktu yang senggang secara diam-diam dimalam hari.
Semakin berjalannya waktu, hari demi hari bang—ke salah satu senior sekaligus guru yang selalu sabar membimbingnya, melihat banyak sekali perubahan pada bocah kecil yang diajarinya selama berbulan-bulan. Maka terlihat lah perkembangannya secara lambatlaun akan seluruh pengetahuannya semakin bertambah, dan lagi munculnya kedewasaan pada dirinya yang terlihat dari kepribadian bocah itu bersama dengan sopan santun nya budi bahasa kepada orang yang lebih tinggi/tua darinya.
Tak dinyana. Disisi lain dirinya pun merasa bangga akan semua keberhasilannya itu, murni tanpa bantuan doa ataupun kecurangan dalam diri.
Jauh berbeda seperti Bang–ke dahulu, yang mengamalkan suatu doa untuk kecerdasan semata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Qirana
Lanjut Lagi
💗💗💗💗💗🌷🌷🌷🌷
2021-10-14
0
Dania
Hahaha, ngakak deh bang Ke
2021-10-14
0
Alya
isstt, kok bang- ke sih, namanya lucu banget😅😅😅
2021-03-21
2