“Kenapa harus sama dia Bu?” tanya keduanya kompak setelah sama-sama menghela napas kaget.
“Iyalah, kan, kalian ketua sama wakil. Jadi, harus bareng dan di depan. Supaya kalo ada Guru yang mau tanya sesuatu jadi gampang,” jawab Bu Fatin santai.
“Tapi nggak harus satu meja juga, dong, Bu. Kan, meja depan ada banyak itu,” protes Gia.
“Nggak, pokoknya ketua kelas sama wakilnya harus satu meja, ayok. Kelas lain juga sama, kok, kayak gitu!" perintah Bu Fatin tegas.
“Aturan nggak jelas,” decak Riza malas.
Gia menatap Nela, temannya itu mengangguk. Nela lantas memindahkan buku-bukunya ke meja di belakang Gia. Gia berdiri untuk memberi jalan keluar bagi Nela, tetapi, dia dikagetkan dengan Riza yang langsung duduk di tempatnya setelah Nela pindah ke belakang.
“Permisi, aku mau lewat.”
“Ngomong sama gue?” tanya Riza.
“Ya, berdiri dulu. Aku mau duduk," ucap Gia lagi.
“Ribed banget jadi cewek!” decak Riza kesal, tapi, ia juga tidak menolak permintaan wakilnya itu.
“Buat Gia sama Riza, ibu minta tolong nanti buat daftar struktur organisasi kelas sama yang lainnya. Kalian atur aja, ya,” pinta Bu Fatin menatap dua muridnya itu.
“Ya, Bu.” Hanya itu yang menjadi jawaban keduanya.
***
“Calvin.”
Riza terperangah karena panggilan itu, sebisa mungkin dia mengendalikan dirinya agar tak tersenyum ataupun hanya sekedar melihat ke arah Gia.
“Nama gue Riza!” jawabnya singkat.
“Tau, tapi, nggak enak juga manggil Riza-nya,” balas Gia yang merasa aneh dengan panggilan itu.
“Terserah!” jawab Riza acuh.
“Vin?” Gia memanggilnya lagi.
“Apa lagi, sih?” tanya Riza dengan bola mata berrotasi dengan malas.
Gia mendengkus. “Biasa aja, dong, mukanya.”
“Ya, lo mau apa?”
“Bisa angkat kaki, nggak?”
“Lo ngusir gue?” tanya Riza yang kesal dengan permintaan Gia.
“Enggak, kok.”
“Terus?”
“Kaki kamu nginjek rokku,” cicit Gia.
Riza melihat ke bawah, dan benar saja. Kaki kanannya tak sengaja menginjak bagian bawah rok Gia yang panjangnya sampai menutup bagian mata kaki gadis itu.
Riza segera menggeser posisinya, dia menatap Gia dengan kesal. “Lo, sih, pake baju panjang banget gitu. Ribed, kan, jadinya.”
“Ya, terus? Kamu pikir aku harus pake rok di atas lutut, gitu? Ngumbar aurat itu namanya!” balas Gia ikut kesal.
“Nggak usah ceramah!” jawab Riza acuh.
“Dasar, batu!” gumam Gia kecil, tetapi, masih bisa terdengar sampai telinga Riza yang hanya dibalas acuh saja olehnya.
Sungguh, ini awal dari mereka, ini awal dari cerita yang akan mereka alami. Awal dari kisah hidup mereka yang akan menentukan masa depan mereka. Ini awal bagi mereka, tanpa mereka ketahui akhirnya.
***
Halaman 4
'Dasar menyebalkan, huh ... ternyata banyak perempuan aneh di sini. aku pikir cuma Gia yang bisa membuatku kesal, ternyata, ada yang bisa lebih membuatku muak dan ingin melemparnya jauh-jauh.'
Tertanda
Calvin Arriza Adhitama
***
“Hay, Riza,” sapa seorang gadis cantik dengan pakaian sama dengan Gia, tetapi, ini lebih ketat dan lebih pendek dari rok milik Gia.
“Hmm.”
“Za, kamu kenal aku, kan?” tanya gadis itu.
“Nggak!” tegas Riza tanpa melirik sedikit pun.
“Ya udah, kenalin, aku Melin. Melinda Adelia.” Gadis bernama Melin itu mengulurkan tangan kanannya.
“Nggak nanya!"
Melin tersentak, dia sedikit salah tingkah dan melirik sekitarnya dengan risih. Namun, dia kembali menatap Riza. “Ehm, aku sekretaris kamu. So, aku harap, kita bisa bekerjasama dengan baik.”
Terdengar kekehan sinis dari Riza, percakapan itu membuat Gia terganggu. Ya, memang sedari tadi dia sudah ada di mejanya sendiri. Dia sedang sibuk membuka buku pelajarannya.
“Sekretaris kelas, bukan sekretaris ketua.” Riza berujar dengan sinis.
“Sama aja, dong. Kan, kita juga kerjanya bareng,” kekeh Melin dengan senyum percaya dirinya.
“Ketua punya wakil, jadi ketua nggak butuh sekretaris. Tugas kamu keseluruhan di kelas ini, Melin, bukan jadi pengamat ketua aja.” Gia yang sudah mulai muak dengan percakapan dua orang itu ikut menimpali.
Melin nenatap Gia dengan sinis. “Gue nggak ngomong sama lo, gue lagi ngobrol sama Riza.”
“Terserah, silahkan bicara. Kita lihat, apa batu bisa cair?” balas Gia dengan kekehan di akhir kalimatnya.
“Lo bilang gue apa?” tanya Riza dengan nada juga tatapan tajam menatap Gia.
“Apa? Batu!” jawab Gia santai.
“Sekali lagi lo bilang gue batu, gue-”
ucapannya terpotong karena seseorang.
“Lo mau apain dia?” potong seseorang dari luar kelas, tentu dengan suara yang keras dan nada yang tegas.
Semua pandangan melihatnya, dia berjalan dengan santai dan tatapan mata lurus ke arah Gia dan Riza.
“Bilang mau apa?” tanyanya sekali lagi, menatap tajam Riza yang juga menatapnya dingin.
“Urus pacar lo, bilang sama dia. Nggak usah sok ngurusin hidup orang lain.” Riza berujar dingin dengan sedikit lirikan ke arah Gia yang hanya duduk dengan santai, sambil memperhatikan dua orang beraura dingin itu.
Riza langsung pergi ke luar kelas dengan wajah marah. Bagas dan Dafa yang melihatnya pun mengikuti Riza, disusul juga oleh Melin yang entah dengan niat apa mengikuti ketiga pemuda itu.
“Pfftttt ... pacar,” desis seseorang yang duduk di bangku belakang Gia.
“Udah gue bilang, kan. Kalian tuh cocok jadi pasangan, pake main deket-deketan di depan umum segala lagi. Jadi dikira pacaran, kan,” ujar Nela dengan tawa kecilnya.
“Temenmu stres, ya, Gi?” ucap Edo datar.
Gia mengangguk dengan miris. “Iya, Bang. Untung Gia sayang dia, kalo nggak, udah Gia tendang dari dulu!”
“Jahat banget kalian!” protes Nela tak terima. Namun, dia diacuhkan oleh Gia dan Edo.
“Abang ngapain ke sini?" tanya Gia pada Edo.
“Mau nganter ini, tadi ketinggalan.”
Edo menyodorkan sejumlah uang pada Gia.
“Eh, uang saku Gia?” tanyanya, tetapi, tangannya menerima uang itu dengan senang hati.
“Iya, lain kali jangan sampe lupa lagi,” ujarnya sambil mengacak kerudung Gia.
“Ishh, Abang ... rusak, nih, kerudung Gia!" rengek Gia cemberut.
Sedang di tempat lain, Riza duduk dengan mata terpejam, dia menikmati angin yang menerpa wajahnya.
“Za, balik ke kelas, yuk!” ajak seorang gadis mengakhiri kesunyian tempat yang empat orang itu datangi.
“Lo ngapain, sih, pake ikutin kita segala?” tanya Bagas pada Melin. Ya, Melin si sekretaris kelas itu mengikuti tiga sekawan saat mereka keluar dari kelas.
“Ya nggak apa-apa, dong. Kan, aku khawatir aja siapa tau Riza kalo marah nekat."
*****
Bersambung....
see u next chpt epribadeh...🖤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Nazwatalita
AQ mampir kk...
2021-04-19
1
Perjuangan cinta Tuan Muda
kocak. Gia sama Riza.
2021-04-19
1
👑Meylani Putri Putti
5 like langsung nyicil ya thor di tunggu kehadiran nya
2021-03-20
1