Setelah kembali ke kelas dan duduk di meja miliknya, Gia membuka tasnya dan mengeluarkan kotak bekal yang sengaja ia bawa dari rumah.
“Wah ... makan, nih,” ujar Nela yang tanpa sungkan langsung mengambil roti isi selai coklat dalam wadah itu.
“Doa dulu! Cewek, kok makannya rakus gitu, sih Nel,” decak Gia.
“Hehe, ya sorry! Laper gue nih.” Nela menjawab santai dengan mulut masih mengunyah.
“Oh ya, tadi ngomongin apa?” tanya Nela mulai kepo.
“Ngomong apa?” tanya Gia heran.
“Itu ... ngomongin apa sama abang sepupumu yang ganteng itu.”
“Oh, dia cuma ngejak pulang bareng doang, kok.”
“What! Cuma ngajak pulang bareng tapi harus ke tempat sepi. Kenapa nggak lewat WA aja?”
“Mana aku tau, sih ... orang dia cuman bilang itu doang.”
Nela mencebikkan bibirnya. “Beruntung banget jadi lo, Gi. Punya kakak laki laki ganteng semua, posesif tapi.”
“Apa enaknya, sih? Orang nggak dimakan juga.”
“Ya, kan, enak. Kalo minta apa aja bisa dikasih, kan?”
“Ya nggak gitu juga, kali. Aku bukan preman yang bisa main malakin orang gitu.”
Nela menghela napas. “Ini nih, yang bikin aku suka iri kalo sama kamu. Kamu tuh terlalu baik, dewasa, mandiri, udah bisa banggain orang tua lagi."
“Jangan berlebihan, aku nggak sehebat kamu kalo lawan cowok kayak Bagas tadi." Gia menjawab dengan sedikit kekehannya.
“Lah apaan, sabuk kamu udah item gitu masih mau bilang nggak bisa lawan tuh cowok lembek."
“Diem, Nel, lihat belakang. Dia liatin kamu," ujar Gia tanpa melihat ke belakang.
Hanya Nela yang melihat kebelakang, dan benar saja, dua orang di belakang sana sedang menatapnya dengan tajam.
Nela mengibaskan tangannya ke belakang. “I don't care ....”
*****
Halaman 3.
'Entah kenapa, sepertinya mulai hari ini hidupku akan selalu melelahkan, berurusan dengan orang seperti Gia itu membutuhkan kesabaran ekstra ternyata. Butuh hati yang kuat dan pemikiran yang tanggap juga. Huh ... sungguh merepotkan!'
Tertanda
Calvin Arriza Adhitama
*****
Berganti hari, kelas yang dihuni sekitar empat puluh murid baru itu masih saja terasa canggung. Gia dan Nela pun hanya berdua sejak kemarin, belum ada dan atau mungkin memang mereka tidak berniat mencari teman baru lagi sepertinya.
“Selamat pagi semua,” sapa Bu Fatin mengawali ***.
“Pagi juga, Bu,” jawab serentak murid satu kelas.
“Ok, hari ini kita gunakan buat bentuk struktur organisasi kelas yha, karena Minggu kemarin belum terlaksana, jadi hari ini kita bikin. ok!” ujarnya penuh semangat.
“Gini ajah, ibu bagihin kertas, kalian tulis nama siapa pun yang kalian anggap pantes jadi ketua kelas, oke? Bagas, bisa bantu ibu bagihin kertas?”
“Bisa, dong, Bu!" jawab Bagas semangat.
“Silahkan kalian tulis nama siapa aja yang cocok buat jadi ketua kelas, lima menit lagi ibu tarik kertasnya!” jelas Bu Fatin.
Sesuai arahan, setelah lima menit. Bagas kembali membantu mengumpulkan kertas voting itu, dia lalu menyerahkannya pada Bu Fatin.
“Terima kasih atas kerjasamanya, ini biar ibu saja yang hitung, nanti ibu kasih tau hasilnya setelah ibu hitung semuanya. Kalian silakan pelajari dulu materi minggu lalu, nanti ibu kasih soal untuk dikerjakan!” jelas Bu Fatin.
Sepuluh menit setelah menghitung semua kertas milik muridnya, akhirnya Bu Fatin selesai dan bersiap mengumumkan hasil pemilihan itu.
“Oke, ini hasilnya akan saya bacakan, mohon dengar dengan baik yha.”
“kita mulai dari bawah dulu. Untuk
Bendahara 1 : Nela Faranisya (5 suara)
Bendahara 2 : M. Fadil Akhtar (4 suara)
Sekretaris 1 : Melinda Adelia (6 suara)
Sektretaris 2 : Ara Mutiara (5 suara)
Wakil ketua : Gia Annatasya Putri (8 suara)
Ketua kelas : Calvin Arriza (12 suara)
Itu untuk hasilnya dimohon untuk diterima karena itu hasil pilihan dari kalian sendiri.”
Jelas Bu Fatin sembari mencatat hasilnya di papan tulis.
“Yeaah, Bu. Kan, dari kemarin juga harusnya Riza yang jadi," ujar Bagas senang.
“Ya, kan, kemarin Riza-nya nggak mau, tapi, kalo hari ini Riza harus mau, ya? Karena ini udah final, nggak bisa dan nggak boleh diubah-ubah lagi!” Bu Fatin berujar sembari melihat ke arah Riza yang hanya terdiam.
“Za, jawab elah ... diem aja lo, sariawan yah?” tanya Bagas sambil menyenggol bahu Riza.
“Terserah!” jawab Riza singkat.
“Oke, kalau begitu. Ibu akan atur ulang tempat duduk kalian. Buat Riza sama Gia silahkan kalian di bangku depan meja guru!” perintah Bu Fatin memperhatikan dua nama yang di panggilnya.
Gia dan Riza sama-sama terkejut, keduanya saling tatap dengan bingung. Saling mengenal saja tidak, lalu, bagaimana mereka harus bekerjasama mulai sekarang?
***
Bersambung
See u next chpt..🖤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Nur hikmah
smpe dsini q phm....crtsy maju mundur....seru c....tpi ckup membinggungkn.....
2021-12-14
1
Noejan
👍👍
2021-04-12
2
Reo Hiatus
Kami datang membawa LIKE dan mengucap LANJUT .terimakasih🐘🐘🐘🐇🐇🐇🐿🐿🐿🦃🦃🦃🐔🐔🐔🐓🐓🐓🐣🐣🐣🐤🐤🐤🐥🐥🐥🐦🐦🐦🐧🐧🐧🕊🕊🕊🐢🐢🐢🐳🐳🐳🐋🐋🐋🐬🐬🐬🐟🐟🐟🐠🐠🐠🐡🐡🐡🐙🐙🐙🐚🐚🐚🦀🦀🦀🐌🐌🐌🐛🐛🐛🐜🐜🐜🐝🐝🐝🐞🐞🐞🦐🦐🦐🦑🦑🦑 💐💐💐🌸🌸🌸💮💮💮🏵🏵🏵🌹🌹🌹🌺🌺🌺🌻🌻🌻🌼🌼🌼🌷🌷🌷⚘⚘⚘.
2021-04-07
1