Baru saja hendak beranjak, Andra termangu kala kelopak mata indah itu mulai membuka. Tatapan sayu mengelilingi sisi ruangan, seakan penuh tanya dimana ia berada. Andra perlahan mendekat dan meneliti manik hitam itu, mata bening penuh kelembutan Andra tangkap disana.
"Shitt!! Dia bukan Rhania, Andra." Andra membatin, kerinduan akan sosok wanita ceria itu membuatnya sejenak terhipnotis dengan tatapan wanita itu.
"A-aku dimana?" tanya wanita itu seraya menyentuh kepalanya, mungkin pusing yang teramatlah membuatnya begitu kesakitan.
"Jangan paksakan," ujar Andra menahan tubuh wanita itu kala ia hendak berusaha untuk duduk.
"Kau di rumah sakit, aku yang membawamu." Andra berucap begitu lembut, ketenangan seakan tersalurkan pada wanita itu.
"Kenapa bisa?" tanya wanita itu lemah, sejenak memejamkan kepala menahan sakit yang teramat itu.
"Ah tidak ada, jangan kau pikirkan, untuk saat ini kau hanya perlu istirahat dengan baik." Andra tak ingin wanita itu trauma, jika Andra lihat, jelas sekali wanita itu tidak beres akibat ulah pria tak bermoral itu.
"Ah iya, baiklah." Senyum lemah itu menghias wajah pucatnya, sungguh Andra tak tega menyaksikan hal sedemikian rupa di depannya.
Andra memilih berlalu ketika wanita itu kembali beristirahat. Sembari menunggu kedatangan Alex, Andra mendengarkan secara detail tentang keadaan wanita yang ia bawa ke rumah sakit. Meski ia tak mengenalnya, bahkan nama wanita itu pun tak ia ketahui tetap saja ada sepercik kekhawatiran di benak Andra.
"Hah? Apa Anda yakin?" Andra memastikan apa yang disampaikan pria ber-kacamata itu. Kenyataan bahwa wanita itu mengidap kanker darah membuat Andra risau akan keadaannya.
"Iya, Tuan, sejak beberapa bulan terakhir wanita itu dirawat di rumah sakit ini," ujar pria itu menjelaskan begitu teliti, kekhawatiran begitu jelas di wajah Andra.
"Lakukan yang terbaik untuknya," pinta Andra tanpa pikir panjang. Atas dasar kemanusiaanlah Andra melakukan ini semua, kedatangan Alex yang bahkan lebih cepat dari dugaanya memudahkan langkah Andra.
"Baik, Tuan," ujar pria itu sebelum Andra benar-benar pergi, menyisakan Alex yang kini berada di sampingnya.
Alex yang masih terjebak dengan rasa kantuknya hanya menghela napas kasar, sungguh menyebalkan, pikirnya. Meski begitu malas terpaksa ia mengikuti kehendak Andra, hampir tiga tahun mengabdi sebagai asisten dari atasan dengan selera humor yang kerap membuatnya geleng kepala merupakan suatu anugerah bagi seorang Alex.
"Baiklah, sekali ini saja," ujar Alex pada diri sendiri, menatap ruang perawatan wanita yang akan ia jaga selama disana. Meski ia sendiri tak mengerti mengapa Andra begitu khawatir dengan wanita itu.
_********_
Andra merebahkan tubuhnya di tempat tidur empuknya, terasa begitu nyaman. Kini, ia merasa begitu segar. Meski sempat kesal lantaran tingkah Bianca yang mengacaukan kamarnya, namun dengan segala kesabaran Andra mampu mengendalikan dirinya.
Menatap langit-langit kamar seraya kembali berlayar di atas bayang-bayang kenangan yang bahkan begitu manis bagi Andra. Beberapa pristiwa manis tanpa sengaja bersama Rhania beberapa tahun lalu tergambar jelas di benak Andra.
"Dimana kamu, Rhan?" Andra menatap layar ponselnya, wanita cantik yang terlihat lebih muda dari usianya itu tak akan pernah membuat Andra beralih.
"Soto betawi," ujar Andra terkekeh geli dengan julukan yang Raka berikan pada Rhania dahulu. Kejadian memalukan bagi Rhania namun begitu menggemaskan bagi Andra begitu nyata di ingatan Andra.
Besar harapan ia masih diberi kesempatan untuk bersama dengan wanita itu. Jika saja kesempatan kedua itu ada, tentulah Andra takkan menyiakan itu. Segenap hati dan jiwa Andra telah terpaku pada satu nama. Rhania, wanita yang ia anggap sebagai cinta pertama dan terakhir itu seakan mengubah dunianya.
Larutnya malam ditemani sang dewi malam membuat Andra merasa tenang. Seakan enggan menutup mata yang sejak tadi terasa berat, Andra masih saja membayangkan pertemuan dengan Rhania yang bahkan ia tak tahu dimana keberadaannya.
"See you, Rhan," ujar Andra menarik sudut bibir, entah mengapa dengan keputusannya memilih pulang, Andra merasa akan semakin dekat dengan Rhania.
Meski kecil, kemungkinan Rhania telah kembali ke tempat kelahirannya tetap ada. Jika benar wanita itu di Australia, lantas mengapa Andra tak jua menemukannya bahkan hingga beberapa tahun pencarian.
"Yah, aku yakin kali ini!" Andra menepuk dadanya, meyakinkan diri jika Rhania akan segera berjumpa dengannya. Bagaimanapun caranya, Rhania harus jatuh ke pelukannya, begitulah tekad Andra.
Hingga, pria terlelap dalam tidurnya usai terlalu banyak berpikir tentang Rhania, sang pujaan yang entah kapan akan ia temukan. Rindu, cinta dan perasaan yang masih sama masih membekas dalam benaknya.
******
Malam kini berganti, cahaya rembulan tak lagi ada. Tergantikan dengan mentari yang menyambangi hari begitu indahnya.
Tidur terlalu larut membuat Andra terlambat bangun, bias cahaya yang menyilaukan mata dari balik jendela membuatnya mengernyit menyusaikan cahaya. Perlahan mulai membuka mata dan segera beranjak ke kamar mandi.
Dengan sedikit tergesa, Andra mengenakan pakaiannya. Alex yang sejak tadi menghubungi seakan hanya di anggap serangga penggangu. "Ays!! Menyebalkan." Andra menonaktifkan ponselnya lantaran merasa terganggu dengan nada dering yang baru saja ia atur tadi malam.
Terlalu galau membuat Andra terbawa akan perasaan, hingga nada panggilan masukpun ia ubah. Persis bak remaja yang baru jatuh cinta, begitulah Andra.
"Astaga!! Sejak kapan kau berada di sini?!" sentak Andra menatap Alex yang kini menyilangkan tangan di depan pintu, tak ada jawaban dari Alex. Pria itu hanya menatap sekilas jam di pergelangan tanngannya.
"Aku tahu, aku tidur terlalu larut." Andra berucap malas seraya menghela napas kasar, sebelum Alex mengeluarkan jiwa emak-emaknya lebih baik Andra mengalah.
"Baiklah, kau sudah makan?" Sejenak keduanya terdiam kala Alex menanyakan hal itu, tidak ada yang salah hanya saja pertanyaan macam itu cukup asing bagi Andra. Terutama pria itu yang melontarkannya, Andra mengedipkan mata beberapa kali untuk menghilangkan keterkejutannnya.
"Apa pedulimu, Lex." Tak dapat ia pungkiri, kalimat itu cukup menggelitik. Andra menarik sudut bibir seraya menggeleng beberapa kali, sedang Alex yang bingung dengan tingkah bosnya hanya mengerutkan dahi.
"Memang apa salahku," gerutu Alex. Bukankah wajar jika itu diucapkan kepada atasan yang akan segera meninggalkannya.
Tanpa menjawab Andra berlalu begitu saja, kepulangan yang sejak beberapa bulan terakhir ia rencanakan kini telah di depan mata. Tentu saja tanpa sepengetahuan Bianca, pria itu takkan pernah mengizinkan wanita itu mengusiknya.
Alex melaju dengan kecepatan sedang, meski Andra telah meminta untuk lebih cepat pria itu tak jua mengerti. Menjalani peran sebagai pimpinan barulah Andra tahu rasanya menjadi Raka kala ia berulah dahulu.
"Alex, bisa kau cepat sedikit? Ini persis siput masuk angin."
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Telik sandi Megantara
saatnya kasih tolak angin siput
2024-07-07
0
Nanik Kusno
🤣🤣🤣🤣 baru nih
2024-05-10
0
Ayuk Vila Desi
siput masuk angin
2023-10-06
0