"Bianca!! Apa kau tuli?!" Andra menghardik wanita yang kini menerobos masuk ke dalam Apartemennya. Ia lupa jika Bianca mengetahui password tempat tinggalnya, tanpa malu kini wanita itu menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Aku dengar, Andra!! Tapi kau sendiri yang pernah mengatakan jika aku boleh ke tempatmu kapanpun, iya kan?" Bianca mengedipkan matanya, bulu mata nan lentik itu tak sedikitpun membuat Andra tergoda dengan pesona wanita itu. Baginya, hanya ada Rhania, sekarang, esok dan juga nanti.
"Kau lupa alasan yang mendasarinya, Bianca. Itu boleh kau lakukan jika aku tidak berada di sini, kau paham?" Andra mengeratkan giginya, bantal empuk yang berada di pelukan Bianca mendarat kasar di wajahnya.
"Ays!! Kenapa kau melakukan hal semacam ini padaku? Dasar gila!!" Andra tak terima dengan sikap Bianca yang lebih mirip remaja. Jika wanita itu Rhania, mungkin dengan senang hati Andra akan terima.
"Kenapa? Kau masih bertanya kenapa? Aku kekasihmu, Andra, bukankah terlalu kasar jika kau bertindak seperti ini padaku?" Bianca mengiba, berucap manja seakan dirinya lah wanita paling menderita.
"Kekasih? Sudah kukatakan aku bukan kekasihmu, Bianca!! aku bahkan tidak memiliki alasan menganggapmu sebagai kekasih, jangan gila, Bianca." Andra menjawab ketus, sungguh ini bukanlah dirinya. Hanya saja jika menghadapi Bianca jelas Andra harus tegas.
"Kau lupa? Perjanjian beberapa bulan lalu apa? Kau menyanggupi itu, Kan?" Andra terdiam, memejamkan mata sejenak. Andai saja ia tak mengizinkan Alex membawa teman gilanya ini kepadanya, maka hal semacam ini takkan terjadi.
"Ck, terserah kau saja." Andra berlalu begitu saja, niat hati menyelamatkan hidup Bianca, Andra justru terjebak dalam hubungan yang tak ia ingini.
"Kau mau kemana?" tanya Bianca setengah berteriak, baginya Andra adalah kekasihnya meski tak sedetikpun Andra memperlakukan Bianca layaknya kekasih.
"Mandi, apa urusanmu?!" tanya Andra begitu ketus, jika bukan wanita, sudah pasti Andra telah menyiram wajah Bianca.
"Aku ikut," ujar Bianca dan segera beranjak, menghampiri Andra yang hendak berlalu ke kamar.
Andra menatap jijik Bianca yang kini menghambur ke pelukannya, segera ia mendorong tubuh Bianca agar segera menjauh. "Jaga harga dirimu, Bianca, kau cantik, amat disayangkan jika kau sia-siakan."
Andra menatap tajam manik wanita itu, tak perduli ucapannya menyakiti atau tidak. Hanya saja Andra sungguh membenci sikap wanita layaknya Bianca. Bukan tak tertarik pada wanita, Andra normal tentu saja. Namun, dia bukanlan pria yang semudah jatuh dalam pelukan wanita.
Bianca menggigit bibir bawahnya, matanya seakan membasah tanpa di pinta. Mengapa ada pria seperti Andra, selama ini justru pria yang ia dekatilah yang memintanya, namun mengapa perbedaan itu begitu jelas dalam diri Andra.
"Kau milikku, Andra," ujar Bianca pelan, mengepalkan tangan seraya menatap Andra yang kini semakin menjauh.
Bianca menatap figura yang terletak tak jauh darinya. Wanita cantik bermanik hazel dengan rambut kemerahan alami yang membuatnya terlihat begitu manis tersenyum ke arahnya. Bianca tak tahu siapa dia, yang jelas untuk bertanya sedikit saja, Bianca tak punya keberanian lantaran Andra tak memberikan hak kepadanya untuk menanyakan hal semacam itu.
"Kaukah itu? Bisakah untuk sekali saja, izinkan Andra menerimaku." Pilu hati Bianca, nestapa yang ia arungi sungguh menyesakkan dada.
Kala cinta berbicara, namun sayang ia salah menjatuhkannya. Andra tak mungkin mencintai dia layaknya cinta Bianca pada Andra. Wanita itu sejenak paham akan hal itu, tapi, untuk melepas Andra begitu saja, jelas Bianca takkan rela.
Hatinya tertutup kabut cinta, meski ada Alex yang nyata-nyata menyukainya akan tetapi sampai kapanpun Bianca hanya mencintai pria itu. Tidak ada yang lain, pertemuan tak sengaja tiga tahun lalu membuatnya jatuh sejatuh-jatuhnya pada Giovani Andra Karsya.
_********_
"Kau belum pergi juga?" tanya Andra yang kini muncul dari balik pintu kamar, dengan pakaian rapi dan wajah yang lebih segar.
"Kau mau kemana?" Bukannya menjawab Bianca justru balik bertanya, penampilan Andra terlihat jelas jika ia akan pergi.
"Apa pedulimu, pergilah, Bianca. Bukankah ayahmu sedang sakit?" Andra tak sedikitpun menatap Bianca yang kini ikut melangkah di balik punggungnya, ia hanya memikirkan satu tujuan yang akan ia datangi.
"Andra, aku kan ...." Ucapan itu terhenti kala Andra menatapnya sinis, seakan tak ada celah untuk Bianca mengatakan kalimat itu.
"Apa? Kau tetap ingin mengatakan dirimu kekasihku?" Andra menyeringai, bukan ia membenci Bianca, hanya saja ia tak suka akan obsesi Bianca yang bahkan membuat semua orang yang mengenal mereka percaya akan status wanita itu sebagai kekasih Andra.
"Iya!!" Bianca meninggi, segera menjauh dan menghempaskan tubuhnya di sofa.
Andra hanya meghela napas kasar, mengusap wajahnya kasar. Sungguh ia merasa terganggu dengan kehadiran wanita itu, seberapa kuat usaha Andra untuk membuatnya pergi, tetap saja wanita itu akan tinggal.
"Menyebalkan," cetus Andra segera berlalu. Kehadiran Bianca cukup membuat harinya terasa buruk
kali ini.
Menjelang sore, Andra melajukan mobil begitu berhati-hati. Mandi memang kerap menjadi pilihan Andra untuk mendinginkan pikirannya, menemui seseorang dalam kadaan emosi tak terbendung bukanlah sikap Andra.
Dalam Hidup, Andra selalu berusaha untu menyelesaikan masalah secara hati-hati, jika gegabah, bisa saja ia celaka. Apalagi ini menyangkut Rhania, ia tak sebodoh itu percaya begitu saja kala pria misterius itu mengatakan bahwa Rhania tengah berada di tanganya. Tentu saja selain nyawa, uang yang ia inginkan.
"Tempat apa ini?" Andra turun, melangkah begitu hati-hati lantaran hari mulai gelap. Semburat merah di ufuk barat tak mampu membuatnya dapat melihat dengan jelas.
Dengan penerangan dari ponselnya, Andra memasuki gedung tua itu perlahan. Lembab, suasana didalam ruangan itu sungguh tak nyaman. Cukup lama Andra melangkah, terdengarlah gelak tawa dan jeritan seorang wanita.
"Aaaaaaaa!!" Teriakan itu sungguh mengiris batin Andra, hal seperti ini sempat ia alami kala
membantu menyelamatkan Jelita kala itu.
"Tolooong!!" Lagi-lagi, isakan tangis dan permintaan dari wanita itu membuat Andra meradang.
"Rhania," lirih Andra mempercepat langkahnya, matanya merah padam, telapak tangan yang kini mengepal. Jika saja benar terjadi sesuatu pada wanita itu, Andra tak menjamin dirinya takkan menggila.
BRAAK!!!
Andra mendorong paksa pintu yang tertutup rapat di depannya, tak cukup mudah bagi seorang Andra. Namun, kemarahan dalam jiwanya seakan mengalahkan segalanya. Dalam pikiran Andra hanya tentang membawa pergi Rhania dalam keadaan baik-baik saja.
"Aaaaaaaakkhh!!" Bersamaan dengan teriakan itu, Andra berhasil membuka pintu itu, hatinya berdebar. Jantungnya sama sekali tidak aman meski terlihat seberani itu saat ini.
Beberapa pria yang kini tengah menunggu kedatangannya terdiam, menyeringai seraya menatap rendah Andra. Cukup lama mereka menunggu, bahkan wanita yang dijadikan umpan kini telah terlampau lemas.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Ma Malikha
masih belom mudheng..
2024-07-06
0
Nanik Kusno
Terlalu mudah.... akhirnya dimanfaatkan....
2024-05-10
0
Puji Hartati Soetarno
ngapain dikasih tau password apartemen kamu itu si sarang tawon....
bikin repot
2024-03-14
0