Hari ini adalah hari terakhir kami di sekolah, hari terakhir kami melepas baju putih biru ini sejak tiga tahun yang lalu. Walau begitu lama tidak ada kenangan yang tersisa untukku. Selama disini tidak ada masa yang harus ku kenang untuk nanti.
Sejak tiga tahun baru pertama kali orang mengenali dan mengaku memperhatikanku, mungkin itu yang akan sedikit kuingat nanti. Aku tidak bersemangat untuk melangkah ke depan, melangkah ke masa SMA yang katanya indah tapi bagiku menakutkan.
Aku lelah berjalan mengelilingi sekolah ini untuk terakhir kalinya. Langkahku terhenti saat aku melihat ruang kesenian itu. Aku ingin masuk kesana, tapi bagaimana kalau orang aneh itu ada lagi disana. Apa yang harus aku lakukan.
Tapi bagaimana pun aku ingin mengucapkan kata perpisahan pada ruangan yang sudah tiga tahun menemaniku dengan bisu. Hanya dia yang mengerti betapa menderitanya aku di sekolah ini.
Drek.
Kubuka pintu dengan pelan tapi masih saja mengeluarkan suara. Aku melangkah takut-takut tapi aku tetap berjalan. Aku mengelus tempat yang sering ku duduki sambil menahan air mata sebab hari ini adalah perpisahan kami.
"Kau menangisi benda mati? Kapan kau akan berubah. Tiga tahun berlalu dan kau tetap sama" ucap laki-laki bernama Adnan itu dengan nada mengejek.
"Sejak kapan kau disitu" tanyaku sambil melihat dia bersandar di dinding sambil melipat kedua tangannya. Aku sangat terkejut dan takut.
"Kau seharusnya berubah, bukannya manusia harus begitu" katanya serius sambil menatap mataku.
"Bukan urusanmu"
"Aku capek melihat kau murung dan sedih selama tiga tahun ini. Jadi untuk pertama kalinya aku akan membantumu lebih baik" ucapnya lagi tanpa memperdulikan pendapatku.
"Aku gak butuh" ucapku dengan rasa kesal yang amat sangat.
"Sampai jumpa" ucapnya sambil tersenyum.
Ucapan terakhirnya begitu mencurigakan dan aku berusaha untuk tidak peduli padanya. Lagi pula siapa juga gak bakal datang ke tempat ini lagi. Ini adalah hari terakhir ku disini. Hari terakhir kami bertemu. Itu yang kupikirkan sekarang.
...****************...
Tiga bulan Kemudian.
Aku melangkah lagi ke tempat yang namanya sekolah. Bedanya kali ini namanya SMA. Semua orang riang dan gembira menyambut masa baru itu. Lagi-lagi aku sendiri, kesepian, dan tidak terlihat oleh siapapun sebab mereka yang pastinya punya daya tarik lebih dariku yang hanya orang biasa ini.
Tes pembagian kelas di mulai lagi dan setelah aku sengaja menjawab salah pada beberapa soal, aku masih ada di kelas terbaik. Tentu saja di dalamnya hanya murid yang cantik, tampan, kaya, dan juga pintar. Hanya beberapa orang sama sepertiku. Tidak, mereka lebih baik dariku.
Aku prustasi dan tidak ingin mengulang kejadian yang sama selama tiga tahun mendatang. Tapi aku masih sama Qaireen yang biasa saja.
"Qaireen" panggil seseorang dari depan.
Aku terkejut sebab terlalu banyak melamun. Aku menatap orang itu dan dia juga menatapku dengan tatapan yang sulit ku gambarkan.
"Ha-dir kak" ucapku akhirnya dengan suara gugup.
"Kau murid yang memiliki nilai tertinggi di kelas ini, aku ucapkan selamat" kata orang itu dengan pandangan yang tak lepas dariku.
"Terimakasih" ucapku akhirnya.
Kenapa orang sepertinya mau mengucapkan hal seperti itu padaku. Padahal dia orang yang jauh levelnya di banding aku, dari penampilannya saja aku sudah tahu.
Teman sekelas ku juga berubah pandangannya padaku. Mereka terlihat tidak suka orang itu memujiku. Apalagi orang berambut panjang sedikit coklat tersebut. Aku yakin itu.
Kalau ku perhatikan dia pasti suka pada orang itu. Mereka cocok satu gadis yang cantik, satu lagi laki-laki yang tampan. Kenapa juga dia menatapku dengan benci. Ku palingkan wajahku dari tatapannya, aku melihat keluar jendela.
"Sekolah yang asri, aku suka tempatnya" ucapku dalam hati setelah melihat beberapa pohon disekeliling halaman sekolah.
Aku terkejut melihat sosok mata yang pernah aku temui dulu. Dia ada disini dan aku tidak percaya. Dia tersenyum padaku.
"Hai, kita jumpa lagi" begitulah kira-kira yang dia isyaratkan padaku.
"Aku datang untuk membantumu" katanya lagi dengan isyarat yang sebenarnya hanya tebakanku saja.
Semua orang sudah keluar dari ruangan. Aku tetap di kelas dan berusaha memikirkan apa yang baru saja terjadi. Baru saja aku memulai, Adnan sudah naik ke atas mejaku dan duduk dengan santainya.
"Kita ketemu lagi" ucapnya sambil memamerkan senyum indahnya.
"Kenapa kau disini, kau mengikutiku? Gak, mungkin" aku bertanya sekaligus menjawab seperti orang bodoh.
"Aku sudah janji untuk datang membantumu dan aku akan menepatinya. Semua akan berbeda saat aku ada di dekatmu" ucapnya tidak masuk akal.
Sebenarnya aku cukup senang melihat orang ini ada di depanku, walau aku tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Melihat wajah tampannya saja sudah cukup memperbaiki hariku yang buruk. Walau aku takut suatu saat dia akan pergi dan aku akan sendiri lagi.
Adnan meraih tanganku, kali ini aku ikut dengannya. Kami berjalan beriringan di bawah pohon besar yang tidak jauh dari kelasku. Dia memperlihatkan lagi senyum indahnya, lagi, lagi, dan lagi.
Akhirnya kami duduk di akar pohon yang cukup besar. Aku juga tidak tahu kenapa ada pohon sebesar ini di sekolah.
"Jadi apa yang kau inginkan saat ini" tanyanya dengan wajah serius.
Akhirnya aku tersenyum tipis mendengar pertanyaannya, seolah dia bisa mengabulkan apa yang kuinginkan.
"Akhirnya kau tersenyum setelah sekian lama" ucapnya, jujur aku sungguh bingung kenapa dia tahu semua tentang diriku.
"Aku ingin hidup yang berwarna, tidak seperti dulu" ucapku menantangnya, aku sengaja bilang demikian sebab apapun yang kukatakan mana mungkin dia menyanggupi.
"Hidup yang berwarna ya, artinya kau gak ingin hidup hanya dalam satu fase saja yaitu kesedihan. Kau ingin bahagia, sedih, tawa, canda, dan lainnya" ucapnya menerangkan seolah dia bisa mengabulkan apa mauku.
"Baiklah Qaireen, Ayo kita lakukan apa yang kau inginkan" Dia sangat bersemangat.
Sebenarnya kehadirannya sudah cukup bagiku. Andai dia saja yang hadir dalam hidupku, aku tetap akan bahagia. Aku bahagia bertemu orang sepertinya walau awalnya aku takut dia hanya mempermainkanku.
Dia menyodorkan tangannya padaku sebagai tanda sepakat bahwa hidup baruku akan dimulai. Aku menatap tangan itu lalu menatap matanya, lagi-lagi dia tersenyum dan sorot matanya sangat menyejukkan hatiku.
Aku tidak yakin tapi aku meraih tangannya. Kami bersalaman cukup lama, dia juga menggoyang-goyangkan tangan dan tidak berhenti tersenyum.
"Apa benar semua akan berubah karena dia. Apa ucapannya bisa kupegang erat" ucapku dalam hati.
"Kau harus yakin, mulai saat ini aku harus hidup layaknya manusia di sampingmu" ucapnya dengan tegas.
Aku terkejut bagaimana mungkin dia tahu isi hatiku.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments