Pikiran yang Kacau

Jessi mencampakkan tasnya di atas tempat tidur, menarik paksa hoodie yang ia kenakan sehingga membuat rambutnya terlihat berantakan namun wajahnya masih terlihat cantik seperti biasa, lalu berjalan menuju cermin yang tak jauh dari tempat tidurnya.

"Brengsek" umpat Jessi menatap dirinya dari pantulan cermin.

"Akhh. kenapa ka..." Jessi menahan umpatannya saat mendengar suara ponselnya.

"Ya, ada apa ?" tanya Jessi dengan suara lembut, sangat berbeda dari suara yang ia keluarkan beberapa menit yang lalu.

"Ah, kak aku sudah menerima uang nya." ucap seorang lelaki diujung sana.

"Baiklah, gunakan dengan baik" balas Jessi layaknya orangtua yang sedang memberi nasehat kepada anaknya.

Tak menunggu sepatah kata lagi sambungan itu langsung terputus begitu saja. Jessi menghela nafas menatap nama yang tertera di ponselnya, kemudian melemparkan tubuhnya di atas ranjang. hari ini terasa begitu berat namun Jessi tak mau mempedulikan hal-hal yang membuatnya semakin down, bahkan panggilan dari Nyonya Sandra ia abaikan begitu saja. Jessi ingin menikmati sisa hari ini dengan beristirahat di bangunan yang sederhana itu.

Sudah seminggu Sherina selalu mengikuti Jessi, perempuan itu seperti orang yang sangat menyukainya. setiap kali ia melihat Jessi, ia akan selalu menyempatkan waktunya untuk mengobrol dengan Jessica. Bahkan hal-hal sepele pun ia perhatikan dari tubuh Jessi, seperti hari ini ia melihat Jessi tidak menggulung lengan kemejanya Sherina langsung menarik lengan Jessi dan membantunya menggulung kemeja yang menutupi jemari Jessica. Hal ini membuat Jessi sedikit risih karena Sherina bukan siapa-siapa baginya.

"Singkirkan tanganmu" ucap Jessi tegas, intonasinya menusuk ke tulang sehingga membuat Sherina terdiam seketika. Jessi menatap wanita yang ada didepannya itu dengan pandangan tak suka.

"Kenapa kau selalu mengikutiku? apa kau tidak punya pekerjaan lain ?" Tanya Jessi tak suka

"Ah, maaf jika aku membuatmu kesal. Tapi aku benar-benar ingin berteman denganmu. Ah, bukan hanya berteman tapi lebih dari itu. Sahabat? iya, aku ingin kau menjadikanku sahabatmu" Sherina tersenyum sambil memperlihatkan lesung pipinya seolah-olah ia tak melakukan kesalahan apapun.

"Cih" Jessi membuang muka, kemudian menatap Sherina dengan pandangan tajam.

"Aku tak butuh sahabat atau apa lah yang kau katakan. Tolong jangan ganggu aku lagi, ini peringatan terakhir untukmu!" Ucap Jessi dengan nada ketus kemudian pergi meninggalkan Sherina tanpa menoleh sedikit pun kebelakang. Sherina tak mengalihkan pandangannya dari punggung Jessi yang pergi meninggalkan nya. Mata Sherina berkaca-kaca mengingat peringatan yang diberikan Jessica baru saja.

"Hei, kenapa melamun? Kau sedang melihat apa?" Tiba-tiba suara lelaki mengagetkannya.

"Ah, kakak? kenapa kau bisa ada disini?" Tanya Sherina panik

"Memangnya kenapa? Bukankah wajar jika aku datang menjemput mu?"

"Ah, ayo cepat pulang" Sherina mendorong tubuh kakaknya menuju mobil dengan terburu-buru.

Jessi menarik nafas dalam panjang kemudian membuangnya perlahan, pikirannya saat ini benar-benar kacau. Bagaimana tidak? Nyonya Sandra tiba-tiba menelponnya untuk datang ke kafe sekarang juga sedangkan sore ini ia ada presentasi dengan dosen. Biasanya jessi tidak akan peduli seberapa marah pun Nyonya Sandra terhadapnya. Namun kali ini entah mengapa jantungnya berdebar saat mendengar suara Nyonya Sandra dari sambungan telepon.

“Akh, bagaimana ini ?” jessi memijat dahinya, kemudian ia melepas kacamata dan meletakkannya di atas meja.

“Jessi, bagaimana? Kau sudah siap kan?” tanya seorang lelaki yang sekelompok dengannya.

“Haa? Ah, i-iyaa.” Balas Jessi.

“Apa kau gugup? tak biasanya kau seperti ini.”

“Maaf, sepertinya aku tidak bisa ikut presentasi.” Jessi mengenakan kembali kacamatanya kemudian berdiri sambil mengambl tas danbukunya.

“Hah? Kau mau kemana? Sepuluh menit lagi dosen akan masuk. hanya kau satu-satunya harapan kelompok kita, bagaimana kau bisa pergi begitu saja?” protes lelaki itu.

“Maafkan aku, tiba-tiba aku ada urusan penting. kau saja yang melakukan presentasinya.” Jessi berjalan terburu-buru namun ia menahan langkah kakinya saat mengingat sesuatu.

“Oh iya, ini ada catatan kecil yang kubuat tadi malam, kau bisa menggunakannya jika saat presentasi nanti.” Jessi mengeluarkan secarik kertas di tasnya dan memberikan kepada lelaki itu. lelaki itu menerima dengan wajah bingung, ingin menahan Jessi namun rasanya berat sekali melakukan itu.

“Semoga berhasil, tolong katakan kepada dosen kalau aku ijin hari ini.” Jessi tak menunggu jawaban lelaki itu dan pergi begitu saja.

Setelah membayar ongkos ojek online, dengan terburu-buru Jessi berjalan ke arah kafe dan menemui Nyonya Sandra.

“Nyonya San..”

“Jessi, kenapa kau lama sekali?” Nyonya Sandra mendekatinya dengan wajah kesal.

“Aku sudah bilang kalau sedang ada urusan penting.” balas Jessi mencoba bersikap santai. Nyonya Sandra tak mempedulikan alasannya, ia menarik tangan Jessi ke ruangannya dan mempersilahkan wanita itu duduk.

“Hari ini kau mendapat banyak tawaran, lihatlah ini.” Nyonya Sandra memperlihatkan sebuah kertas yang berisi list nama yang akan membooking Jessica. Jessi membuang nafas perlahan dan melihat apa yang ditunjukkan Nyonya Sandra kepadanya.

“Jadi kau memanggilku cepat-cepat kemari hanya karena ini?” Jessi menahan emosinya.

“Apa katamu? hanya karena ini? bukankah kau hidup dengan uang yang kau hasilkan dari sini? bagaimana bisa kau berkata seperti itu?” Nyonya Sandra menatapnya tajam. Jessi hanya terdiam sambil mem*ras jarinya.

“Cepat pilih mana yang kau inginkan, sepertinya kau harus lembur hari ini. Kau sanggup 3 ronde kan?” ucap Nyonya Sandra dengan wajah penuh harap.

“Terserah mu saja, aku akan melayaninya. tapi besok aku mungkin tak akan bekerja.” Jessi meletakkan punggungnya disandaran kursi dengan wajah pasrah.

“Ah, kalau begitu hari ini 2 ronde saja besok 2 ronde lagi, bagaimana?” Nyonya Sandra mencoba bernegosiasi. Jessi menatapnya dengan tatapan tidak suka, namun mau tidak mau Nyonya Sandra akan terus memaksanya.

“Kau memang terbaik Jessi, aku bangga padamu.” Nyonya Sandra menjentikkan jarinya diwajah Jessi tanda bahagia. tak lama kemudian, seorang lelaki dengan postur tubuh tinggi tegap datang dengan senyuman bahagia.

“Ah, kau sudah datang?” Nyonya Sandra menyambutnya dengan senyuman.

“Tentu saja, aku sudah tidak sabar bermain dengan primadona di kafe ini.” Ucap lelaki itu sambil melirik kearah Jessi.

“Jessi, perkenalkan ini pak Wisnu ia adalah seorang pengusaha besar.” Ucap Nyonya Sandra memuji Wisnu. Jessi tersenyum manis kearah Wisnu dan mengulurkan tangan mengajak berkenalan.

“Wahh, kau sangat ramah. ternyata selain berwajah cantik kau juga sangar ramah, aku suka.” Puji Wisnu menerima uluran Jessi.

“Yasudah, kalian boleh pergi ke kamar nomor 01 A. aku sudah menyiapkan semuanya dan aku yakin kau pasti suka pak Wisnu.” Nyonya Sandra mempersilahkan mereka.

Wisnu dan Jessi meninggalkan ruangan itu sambil bergandengan tangan, Nyonya Sandra yang melihatnya dari belakang sangat bangga kepada Primadona kafe nya itu.

“Ah, untung saja. Aku mendapat banyak keuntungan hari ini.” Meletakkan kedua telapak tangan di pipinya, mencoba menghitung kembali keuntungan yang akan ia dapatkan hari ini.

Jessi menenangkan dirinya terlebih dahulu dikamar mandi, ia berusaha membuang pikiran akan presentasi kelompoknya hari ini di kampus. Kemudian keluar untuk memuaskan hasrat Wisnu dua jam kedepan.

.

.

.

.

Haiiii maaf sudah lama tidak update, semoga masih setia ya dengan cerita ini. Mohon dukungannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!