Dari Si Bijih Mata untuk Separuh Nyawa
Ayah
Pahlawan separuh nyawaku
Dalam kerut wajahmu
Kau tersenyum untukku
Kulihat pudar cahaya matamu
Bagaimana bisa kumengganti
Sedang Matahariku layu walau pagi
Seperti senja punah dari bumiku,
Ayah
Ayah
Kini rapuh tulangmu
Putih puncak tubuhmu
Ku yakin tak akan luntur merah darahmu
Ayah temukan persembuyian takdir untukku
Ceritakan kisah anakmu
***
“Dua Belas” Jawab anakku. Kemudian Dokter Spesialis Mata yang berada di depanku terus membalik lembaran Buku Ishihara ke halaman selanjutnya.
“Dua …” Anakku terdiam.
“Ayo angka berapa lagi ?” Tanya Dokter itu kembali.
“Nol “ Jawab Anakku.
“Coba perhatikan lagi”
Ulang Dokter tersebut. Aku yang berada di samping anakku, ingin membisikkanangka 6 yang jelas aku melihatnya.
“Sstt” Dokter itu memberikan isyarat padaku agar diam. Tapi anakku tetap menggeleng ia tak mampu
melihatnya.
“Seperti kismis”
“Coba ikuti warna merah muda ini memakai jari” Perintah Dokter agar anakku meletakkan ujung jari
telunjuknya pada titik merah muda dalam sekumpulan titik titik hijau.
Anakku mengikuti jalannya gugus warna tersebut, sebentar tapi ia berbelok pada warna hijau tua.
Aku terkejut. Dokter tersebut menatapku. Kepalanya menggeleng pertanda kami gagal.
“Buta warna parsial,hijau.”
“Keturunan” lanjut Dokter tersebut.
“Bagaimana mungkin, diamampu melihat hijaunya daun, dinding, dan corak dibajuku !!” Aku protes tidak
terima.
“Iya kan nak …?”
“Iya kan, Kamu bisa kan? “ Aku berusaha menyakinkan agar vonis dokter tersebut salah.
“Bisa Dokter. Bisa “Jawab Anakku.
Dokter itu tersenyum,”Buta warna parsial bukan berarti tidak bisa melihat warna tapi kecerahan warna berkurang, sehingga sulit dalam membedakan beberapa warna.”
“Berisiko dalam pembedahan.”
Anakku, Si Bijih Mataku. Kini, Dia menatapku dengan pandangan kosong. Wajahnya yang mencerminkan
separuh wajahku kini tanpa ekspresi. Ia diam, menunggu gambaran emosi yang akan
aku luapkan. Satu ekspresi kehancuran yang tak mungkin aku tunjukkan, karena anakku selalu mengikuti emosi hatiku, mengikuti apa yang aku pinta, apa yang aku mau untuk dia. Bila aku bahagia maka anakku akan menjadi lebih bahagia, dan
pada saat itu aku melihat cahaya dari dua bola matanya yang tulus. Bila aku bersedih maka ia akan menjadi penawar luka, ia berusaha membuat aku tertawa. Oleh karena itu, sekuat jiwa aku sembunyikan air mata dibalik lensa mataku. Anakku
tidak boleh melihatnya, cukuplah aku yang hancur karena harapanku sendiri. Aku tidak mau bila anakku mengikuti kesedihanku.
“Bagaimana mungkin ini Dokter !”
“Dia anakku…”Bisikku pada dokter spesialis mata.
“Dia anakku, anak lelakiku satu- satunya”
“Si bijih mata, ujung pengharapanku. Tak ada lagi yang aku punya selain dia “ Tambahku berkali-kali.
“Dia anakmu Pak, dia adalah darahmu, namun semuanya terjadi bukan karenamu.” Jelas Dokter didepanku dengan suara yang dalam, sangat serius. Matanya menatap anakku yang menunduk diam. Di ruang yang temaran ini, anakku, lelaki yang begitu belia seperti menanti vonis persidangan oleh kasus yang tidak ia pahami.
“Siapa …?” mulutku terbuka mengeluarkan kata itu, aku siap menerima apapun yang terjadi. Menguak misteri setelah 18 tahun aku menjadi ayahnya, selama kurun waktu itu aku sudah menaruh pengharapan pada Bujangku itu.
“Deuteronophia, tertaut pada kromosom seks”
“…” Aku terdiam tak mengerti.
“Cetakannya yang salah, Ibunya, Istrimu” Dokter itu berpaling, wajahnya berpaling ke kanan menjauhi
wajah Anakku.
“Mengapa ?”
“Karena perkawinan adalah pertemuan kromosom secara acak, seperti satu pancing di dalam kolam
jutaan ikan”
“Maksudnya ?”
“Partial Colour Blindness diturunkan dari sel telur istrimu, buta warna parsial hijau.”
“Bukankah dia masih mampu melihat hijaunya daun, Dokter …”
“Dia akan kesulitan membedakan hijau muda dengan coklat, bagi seorang dokter berisiko dalam
bedah-membedah.” Jelas Dokter itu kembali.
“Tapi dia sudah lulus kedokteran, kedokteran negeri, satu-satunya calon dokter dalam trah kami.”
“Lihatlah dia begitu pintar ! Dialah pengharapanku” Aku menghiba, namun aku tahu bahwa dokter
tersebut bukanlah penentu. Demi masa depan anakku, aku tak boleh menyerah. Seorang ayah tak
boleh menyerah demi anaknya. Kemudian seberkas cahaya menerangi meja konsultasi
dan dokter spesialis mata itu tersenyum, “Dahulu teman saya semasa kuliah ada
juga yang mengalami kasus seperti ini. Sekarang kariernya hanya sebagai dokter umum.”
“Berangkatlah ke Banda
Aceh, mudah-mudahan cita- cita kalian tercapai.” Lanjutnya.
Pada akhirnya, aku dan anakku pulang, kami dua anak-beranak meninggalkan klinik dokter spesialis mata. Dengan mengendarai sepeda motor tua, aku pulang dengan hati yang kaku. Tempat dimana harapan selama ini bertumpu kini terasa beku. Seperti kaca, indah dan kuat, namun kini rasanya
begitu rapuh, dapat pecah kapanpun yang dimau oleh waktu. Sepanjang perjalanan aku diam. Sediam senja saat mata langit tenggelam dalam rawa-rawa di pingiran kota Teluk Kuantan.
Waktu terasa begitu melambat dalam perjalanan kami pulang, entah apa yang akan aku katakan pada
istriku, ibu dari anakku. Cahaya matahari mulai jingga saat ia tenggelam di jjung rawa-rawa di pinggiran kota. Aku memutar gas sepeda motor agar waktu
berlalu lebih cepat, aku ingin semua keraguan ini berakhir, secepatnya. Aku berada di tikungan di jalan ujung rawa. Gerimis mulai datang. Awan hujan
mengubah warna langit jingga menjadi
biru tua. Dan matahari meninggalkan garis pelangi, sekejap sebelum ia tenggelam, benar-benar tenggelam. Pelangi yang sesaat itu juga segera hilang bersama hilangnya cahaya matahari, segera langit menggelap. Begitu cepatnya
Sang Maha Pencipta mengubah warna langit.
Pergantian senja dan terbit matahari adalah waktu dimana Tuhan terasa begitu menjelma menjadi lebih dekat, bahkan dari nadi kita sendiri. Dan itu membuat kita merasa begitu kuat kala permasalahan hidup melanda sebesar apapun. Perubahan warna langit saat senja dan pagi begitu ajaib. Allah begitu mampu mengubah kedua waktu itu, apalagi hanya merubah nasib anak manusia.
“Ayah…”Sebuah suara memecah kesunyian.
“Bagaimana kita Ayah ?” Tanya anakku.
“Nak kita akan berangkat ke Banda Aceh “
“Kita akan menjemput cita-cita sejauh apapun sampai ke Ujung Negara.” Janjiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Dian SAsmadi
aku iri dengan mreka yg begitu dekat dengan ayah nya. 😔
2020-09-12
1
roronoa D_3wina
ngerti cerita ini karna lg baca ceritanya author yu aotian...
buka bab awal langsung suka
karena di suguhin sama puisi..
lanjut baca... suka sama karyamu kak...
baru awal udah d gambarin gimana perjuangan seorang ayah buat anaknya...
bakal lanjut bca lagi... 😊
tetep semangat kak buat karya2nya.. 🤗
2020-07-23
1
Channing
aku suka bahasamu thor nyentuh banget kena hati
2020-04-13
1