Suatu hari pak Sarkawi duduk merenungi perangai kedua putranya yang sangat berbeda. Si sulung Muslihat berperangai buruk, tetapi si bungsu Marwah berperangai sangat baik.
Sarkawi
Mengapa perangai muslihat begitu kurang terpuji?
Sarkawi
janganlahh kamj ikut ikut seperti kakakmu,
Marwah
iya, Pak.
BRRAKKKK!
Tiba-tiba terdengar pintu di dobrak keras.
Sarkawi
Pelan-pelan kalau buka pintu, Nak!
Muslihat
Mana makanan? Habis?!
Marwah
Tadi paman mampir kesini, kak.
Muslihat
Apa maksudmu?!
Marwah
Tadi siang paman kemari. Kami ajak makan bersama.
Muslihat
Aaahh...., aneh-aneh saja! Mar, lekas kamu masak lagi!
Marwah
Baik, kak.
Marwah kemudian memasak di dapur.
Marwah
Perangai kak muslihat tidak pernah berubah, (dalam hati)
Pak Sarkawi pun menghampiri Marawah yang sedang memasak.
Sarkawi
Sabar ya, Nak!
Marwah
Iya, tidak apa-apa, Pak.
Marwah pun selesai memasak.
Muslihat
Begitu, dong!
Aku lapar ini.
Beberapa hari kemudian.
Muslihat
Marwah ajak saya jalan-jalan ya, Pak?
Sarkawi
Kemana?
Muslihat
Di Desa pecantilan sedang dibuka tempat rekreasi
Sarkawi
Jauh sekali desa itu.
Muslihat mempunyai niat mencelakakan adiknya.
Muslihat
Pagi-pagi kami berangkat.
Keesokan nya.
Sarkawi
Hatti-hati, Nak!
Marwah
Iya, Pak.
Muslihat
Marwah pasti saya jaga, Pak.
Kedua kakak beradik berjalan meninggalkan rumah dengan hati senang dan sambil bersiul.
Muslihat masih asyik dengan suasana hatinya yang sedang bahagia.
Comments