02

Mobil yang di tumpangi Jenny dan Kiki berhenti tepat disebuah bangunan besar dan luas yang bertuliskan yayasan pesantren mualaf.

Pesantren ini terlihat sedikit berbeda dari pesantren pada umumnya. Pesantren mualaf mempunyai dua bangunan utama dengan dua lantai yang besar serta cukup luas untuk para santri dan santriwati belajar. Disetiap belakang bangunan terdapat lagi banyak bangunan lainnya, yang menjadi tempat tinggal para santri.

Baik lingkungan santri dan santriwati mempunyai dinding pemisah yang tinggi. Hanya para ustadz, ustadzah dan para pengurus pondok yang bisa leluasa masuk kedalam dua bangunan tersebut.

Di belakang gedung juga terdapat berbagai bangunan lainnya seperti perumahan-perumahan kecil yang di peruntukan bagi para ustadz, ustadzah dan pengurus pondok lainnya yang mengabdi disana.

Tepat di samping bangunan pesantren, ada pula rumah dua lantai yang terlihat besar dan mewah dibandingkan rumah warga yang ada disana. Rumah tersebut adalah rumah ustadz Maulana dan istrinya ustadzah Mariam, pemilik dari pesantren tersebut.

Yayasan pesantren pembinaan mualaf ini, dibangun dan didirikan oleh pasangan mualaf asal Belanda yang saat ini telah mengubah nama mereka menjadi Maulana dan Mariam.

Pesantren mualaf ini terbuka untuk semua orang, tapi lebih di peruntukan bagi para mualaf yang masih bingung mencari tempat untuk belajar agama mulai dari dasar.

"Semua nya benar-benar seperti yang kamu ceritakan, Ki. Aku baru tahu kalau pesantren juga tak kalah mewahnya dari sekolah-sekolah mewah lainnya yang ada di Ibu Kota!" ucap Jenny, penuh rasa kagum menatap sekeliling pesantren yang luas dengan pemandangan yang sangat Indah.

"Pesantren mualaf ini juga merupakan salah satu pesantren terbesar yang ada di Indonesia, Jen!" seru Kiki sembari tersenyum memberitahu Jenny.

"Wah, pantas saja sangat luas seperti ini!" ucap Jenny kagum.

"Assalamu'alaikum ... " ucap Kiki, pada penjaga yang ada didepan pintu masuk pesantren.

"Waalaikum'salam," jawab bapak penjaga keamanan disana, menundukkan pandangannya setelah melihat tamu yang datang jauh dari kata syar'i.

"Saya keponakannya ustadzah Nurul, Pak. Kami sudah membuat janji bertemu sebelumnya!" ucap Kiki sopan, menjelaskan maksud kedatangan mereka.

"Oh iya mba. Tadi ustadzah Nurul sudah memberi tahu saya, jika keponakannya sudah datang diminta langsung masuk saja menemui beliau di kediamannya. Mba sudah tahu atau perlu saya tunjukan kediaman Beliau?" tanya bapak tersebut.

"Terima kasih, tidak perlu Pak. Saya tahu tempatnya!" jawab Kiki, tersenyum ramah.

"Baiklah, kalau begitu silahkan masuk!"

"Terima kasih, Pak. Kami permisi," ucap Kiki, melangkah masuk kedalam pesantren bersama Jenny.

Jenny merasa risih dengan tatapan orang-orang yang berpapasan dengan mereka.

"Ki. Apa ada yang aneh di wajahku, atau penampilanku?" ucap Jenny bertanya, tanpa menghentikan langkah mereka.

"Tidak Jen. Kenapa?" tanya Kiki bingung.

"Aku merasa mereka semua menatapku!" jawab Jenny pelan, membuat Kiki tersenyum mendengarnya.

"Itu sangat wajar, Jen! Mungkin salah satu dari mereka ada yang mengenal kamu atau lebih tepatnya fansmu. Ditambah lagi pakaian yang kita gunakan sangat berbeda dengan yang mereka pakai!" jawab Kiki, membuat Jenny mengangguk mengerti.

"Assalamu'alaikum," ucap Kiki, seraya mengetuk pintu yang bertuliskan nama ustadzah Nurul.

Beberapa saat kemudian pintu dibuka.

"Waalaikum'salam, akhirnya yang ditunggu datang juga. Ayo silahkan masuk," ucap ustadzah Nurul, tersenyum ramah menyambut Kiki dan Jenny.

Kiki menyalami tangan ustadzah Nurul diikuti oleh Jenny, setelah itu mereka melangkah masuk dan duduk di sofa ruang tamu.

"Apa kabar, Kia? Ummi sangat merindukanmu!" ungkap ustadzah Nurul pada Kiki yang merupakan keponakannya.

"Alhamdulillah, baik Ummi. Ummi juga terlihat baik dan tambah cantik saja," Jawab Kiki, dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Kamu ini selalu saja menggoda ummi," ucap ustadzah Nurul tertawa mencubit gemas hidung Kiki.

"Kamu yang bernama Jenny, Nak?" tanya ustadzah Nurul beralih pada Jenny.

"Iya Usta ... "

"Ustadzah, Jen!" sambung Kiki, melengkapi ucapan Jenny.

"Maaf Ustadzah. Iya, saya Jenny, teman Kiki!" Jenny mengulang ucapannya.

"Tidak perlu canggung seperti itu Nak, Kamu bisa panggil saya Ummi, seperti yang lainnya!" jawab ustadzah Nurul, mendekat dan duduk disamping Jenny lalu membelai lembut kepalanya.

Jenny yang setelah sekian lama baru merasakan kembali seseorang membelai lembut kepalanya, menjadi menangis karena terharu. Mungkin faktor kehamilan juga yang membuat Jenny sekarang menjadi mudah menangis.

"Terimakasih, Ummi. Seperti yang sudah di katakan Kiki, kedatangan kami kemari adalah untuk belajar dan tinggal sementara disini, di tambah lagi saat ini saya tengah mengandung. Apa boleh kami tinggal disini, Ummi?" tanya Jenny pelan menundukkan kepalanya berusaha menghentikan air matanya.

Sebelum kedatangan mereka, ustadzah Nurul sudah mendengar semua cerita tentang Jenny dari Kiki. Ustadzah Nurul menjadi sangat prihatin dengan semua yang di alami Jenny. Satu hal yang membuat ustadzah Nurul bangga adalah, Jenny tidak melepas kandungannya dan malah berniat menjadi lebih baik lagi. Apa lagi saat mendengar kabar bahwa Jenny ingin menjadi mualaf, membuat ustadzah Nurul semakin menyukai keputusan Jenny.

"Boleh Nak, tentu saja boleh. Ummi juga sudah membicarakan semuanya kepada Pemilik Pesantren ini. Mereka tentu saja mengizinkan dan menyambut baik kedatangan kalian!" jawab ustadzah Nurul, kembali membelai rambut Jenny.

"Kami bersamamu, jangan bersedih ya!" ucapnya lagi, mengusap air mata yang mengalir diwajah cantik Jenny.

"Apa boleh saya memeluk Ummi?" tanya Jenny pelan penuh harap. Jenny yang tidak mendapat jawaban dari Ummi Nurul semakin menundukkan kepalanya, namun hal tak terduga ia dapatkan dimana ummi Nurul langsung membawa Jenny masuk ke dalam pelukannya.

"Sudah ummi katakan jangan bersedih, kami disini semua bersamamu!" ucapnya begitu lembut mengusap punggung Jenny yang berada dalam pelukannya, membuat Jenny semakin terisak menangis melepaskan semua kesedihan yang dirasakannya selama ini.

"Terimakasih Ummi, terimakasih banyak sudah mau menerima aku disini!" ucap Jenny, di sela isak tangisnya, semakin memeluk erat tubuh ummi Nurul.

"Iya sayang, sama-sama!" jawab Umi Nurul.

Kiki yang menyaksikan hal tersebut ikut meneteskan air matanya karena terharu, Kiki sangat mengerti apa yang dirasakan Jenny saat ini. Kiki dan Jenny sama-sama tidak memiliki orang tua, tidak ada tempat untuk mengadu. Tapi, perbedaannya Kiki lebih beruntung karena memiliki mi Nurul, adik dari ibu kandungnya yang sudah meninggal dunia. Ummi Nurul sendiri adalah seorang janda yang ditinggalkan suami dan anaknya yang meninggal akibat kecelakaan.

"Kalian pasti lelah, lebih baik kalian istirahat dulu. Nanti setelah Ashar kita temui ustadz Maulana dan Istrinya!" ucap ummi lagi, saat melihat Jenny mulai tenang dan menghentikan tangisnya.

"Baiklah Ummi, kami masuk dulu." jawab Kiki.

"Sekali lagi terima kasih, Ummi!" ucap Jenny sebelum mengikuti Kiki masuk ke dalam kamar yang sudah biasa ditempati Kiki saat ia berkunjung kesana.

Sayang, apa kamu mendengarnya? Semua menerima kita dengan sangat baik nak, kamu bahagia, kan? batin Jenny sembari mengusap perutnya.

****

Hai ... jangan lupa Like sehabis baca bab nya ya. Nggak capek kok tekan like.

Tambahkan juga cerita Author ke favorit ya. Vote jika ada Rezeki buat Author. mohon dukungannya🙏🤭

Terpopuler

Comments

Qiza Khumaeroh

Qiza Khumaeroh

semangat jen berhrap jenny dpt ustadz dn niko nyesel

2022-01-19

0

Nanik Puspita

Nanik Puspita

mampir kakak 🌹🌹🌹🌹

2021-12-18

0

uups

uups

AQ baper

2021-10-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!