BAB 1

"Ngelamun aja kamu Dil?"

"Eh? Tyas... Enggak kok, enggak ada apa-apa," kataku.

"Ngelamunin apa kamu? Omelan Si Bos tadi ya?"

"Ya enggak lah, emang kamu pernah dengar dia enggak ngomel?"

"Haha. Belum sih... Terus kenapa?" ucap Tyas.

"Enggak ada apa-apa," kataku.

"Kalau ada masalah kamu bisa cerita ke aku. Siapa tahu aku bisa bantu," ucap Tyas.

"Dokter bilang Mas Faizal bulan depan harus di operasi. Biayanya cukup mahal. Aku bingung harus cari kemana lagi uangnya Yas," ucapku sambil menghela nafas dan mulai bertopang dagu.

"Duh kalau soal uang jujur aku enggak bisa bantu Dil. Tapi kalau solusi mungkin aku punya," kata Tyas.

"Hutang ke bank ya? Kalau itu aku sudah tidak bisa lagi. Aku masih punya tanggungan utang di bank lain yang cukup besar Yas." "Ih bukan lagi... Bukan itu," ucap Tyas.

"Terus apa?"

"Aku kasih tahu tapi ini cuma jadi rahasia antara aku dan kamu."

Duh, pakai rahasia-rahasiaan aku jadi penasaran dan curiga. Jangan bilang Tyas mau nyuruh aku jadi bandar narkoba.

"Apa sih jangan ambigu gitu deh," kataku.

"Jadi istri simpanan aja," kata Tyas.

"Maksudnya?"

Ah, solusi macam apa itu Yas. Mana bisa aku mengkhianati suamiku. Itu adalah salah satu hal yang benar-benar aku hindari.

"Duh jangan berpikiran negatif dulu dong. Jadi ini semacam kawin kontrak. Kalau kamu setuju ada agen yang bisa nyalurin kamu buat dapetin suami. Terus kamu dinikahi secara sirih. Dengan begitu sebagai istri juga dari suamimu kamu dapat uang bulanan. Nah, biasanya laki-laki yang ikut program kawin kontrak ini dari kalangan pejabat dan orang kaya. Tak jarang mereka ini juga belum beristri.

Ada juga yang malah dijadikan istri resmi," kata Tyas.

"Masalahnya Yas, aku punya Mas Faizal..."

"Ini semua kan juga demi suamimu itu. Setidaknya kamu tidak melacurkan diri," kata Tyas.

"Memang apa bedanya dengan melacurkan diri Yas?" ucapku sedikit geram.

"Bedalah, kalau kamu jadi ******* kamu itu dibayar untuk tubuhmu. Tapi kalau jadi istri simpanan kamu ini benar-benar jadi istri dari lelaki yang akan menikahi kamu. Meskipun cuma sah secara agama tapi kan itu lebih dari cukup untuk menjalin sebuah hubungan suami istri," ucap Tyas.

Wah pemikiran gila macam apa ini. Tetapi kalau dipikir-pikir benar juga apa yang dikatakan Tyas. Apa hanya itu solusinya?

"Aku pikirkan lagi deh Yas, aku masih ragu-ragu."

"Emh, atau solusi paling cepet kamu minta bantuan suntikan dana saja dari Si Bos," kata Tyas.

"Nah, kalau ini sedikit masuk akal Yas," ucapku.

Tapi jujur saja aku ragu kalau Si Bos itu mau memberi aku bantuan. Si Bos yang aku maksud ini adalah direktur sekaligus pemilik perusahaan tempat aku bekerja sekarang ini. Oh iya, aku bekerja di salah satu perusahaan outsourcing yang bergerak di bidang pengembangan penyaluran sumber daya manusia. Perusahaan kami memang masih perusahaan berkembang. Tapi aku sendiri cukup yakin kalau perusahaan ini akan maju. Dan aku bekerja sebagai marketing perusahaan ini.

Sebenarnya diantara marketing yang lain aku cukup berprestasi. Tapi karena sifat Si Bos yang memang tempramental tak jarang aku sering kena semprot. Alasannya adalah karena aku yang sering menemani dia meninjau lokasi proyek.

Bagaimana tidak? Karena sebagian proyek yang menang tender adalah hasil kerja kerasku sebagai marketing. Kemampuan marketingku ini aku dapatkan dari Mas Faizal, karena dulu Mas Faizal adalah salah satu Manager Marketing di perusahaan asing.

Setelah keadaan kantor cukup sepi, hari itu aku putuskan untuk pulang agak terlambat.

Aku pikir aku harus mencobanya dulu sebelum aku pesimis akan gagal.

Siapa tahu Si Bos itu sedikit pengertian padaku.

Tok... Tok... Tok

Aku mengetuk pintu ruangan Si Bos.

"Silahkan masuk," ucapnya dari dalam ruangan.

"Permisi Pak," ucapku sembari masuk ke dalam ruangan itu.

"Kamu belum pulang Ardila?" tanya Si Bos.

"Belum Pak, anu... Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan," kataku.

"Jangan bilang kamu mau mengundurkan diri. Aku menolaknya jadi silahkan keluar," katanya.

"Eh, bukan itu Pak," kataku lagi.

"Lalu?"

"Anu Pak, saya mau minta bantuan Bapak. Saya sedang ada kesulitan keuangan Pak. Suami saya bulan depan harus operasi dan saya membutuhkan biaya yang cukup banyak," kataku.

"Oh masalah itu, kapan suamimu di operasi? Biar nanti aku yang tanggung semua biayanya. Tapi aku punya syarat!"

"Syarat apa?"

"Kamu tidak boleh keluar dari kantor saya ini. Jadi kamu harus bekerja di kantor saya ini."

"Kalau itu aku mungkin dapat menerimanya Pak," ucapku.

Dengan perasaan cukup lega aku keluar dari ruangan itu. Dalam hati aku bertanya-tanya, rupanya penampilan sangar Si Bos tak sekejam hatinya. Dia cukup baik untuk ukuran pemimpin sebuah perusahaan. Aku sendiri tidak menyangka malah dia yang mau membiayai semuanya.

Huft... Hah... Hah...

"Gimana Dil?"

"Eh, kamu Yas? Aku kira sudah pulang," kataku kaget.

"Belum lah, dari tadi siangkan aku memperhatikan gelagatmu yang mencurigakan."

"Ih mencurigakan bagaimana?"

"Dari tadi siang kan kamu curi-curi waktu buat ketemu Si Bos itu," ucapnya.

"Iya sih, dan tidak sia-sia Yas. Terimakasih usulannya tadi," ucapku dengan gembira.

"Maksudnya?"

"Si Bos kejam itu.... Bahkan dia mau membiayai operasi suamiku," kataku.

"Hah? Yang benar?"

"Benar Yas, masak aku bohong sih."

"Tapi apa enggak mencurigakan. Jangan-jangan Si Bos naksir kamu lagi."

"Ih, kok kamu mikir gitu," kataku.

"Iyalah, masak kamu enggak sadar juga sih. Pikir lagi ya Dil, prestasimu dalam bekerja selalu bagus tapi kamu selalu jadi sasaran utama omelannya. Kalau dia ngomel benar-benar karena urusan profesionalitas seharusnya dia jauh lebih sering mengomeliku. Aku kan tidak pernah mencapai target iya kan? Itu tandanya dari dulu Si Bos itu memang perhatian sama kamu. Kamu juga yang lebih sering diajak Si Bos meninjau lokasi."

"Ah kamu suuzon saja, semua itu kan karena kebanyakan dari proyek adalah hasil dari tender yang aku menangkan," ucapku.

Tetapi setelah mendengar penjelasan Tyas aku jadi kuatir. Kalau iya benarbenar seperti yang dijelaskan Tyas, sebaiknya aku menolak tawarannya.

Lagi pula perselingkuhan juga adalah salah satu hal yang aku hindari sejak aku memutuskan untuk menerima pinangan Mas Faizal.

Bagaimanapun juga Mas Faizal tetap yang utama. Aku yakin jika niatku baik pasti Tuhan membukakan seribu jalan untukku.

"Mau ngopi dulu enggak sebelum pulang?" kata Tyas.

"Emh... Boleh lah," ucapku.

"Nanti aku kenalin kamu ke seseorang," ucap Tyas.

"Siapa? Suamimu? Aldo? Aku kan udah kenal," ucapku bercanda.

"Bukanlah, yang ini suamiku yang lain," katanya.

"Hah? Jadi kamu sudah melakukannya ya. Yang kamu sarankan padaku

itu?"

"Iya dong," kata Tyas sambil tersenyum.

"Aku pulang aja deh enggak jadi," kataku.

Perasaan ku jadi tidak enak.

"Loh kok gitu, kamu marah ya sama aku," kata Tyas.

"Enggak lah, kan itu urusan pribadimu. Kamu kan tahu aku tidak suka ngurusin urusan orang lain," kataku.

"Kalau gitu setidaknya kamu berkenalan dulu sama suamiku ini," kata Tyas.

Duh bagaimana ya menolaknya...

"Oke deh, tapi sebentar saja ya..." kataku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!