"Lama banget sih Yas, aku pulang aja ya," kataku menggerutu.
"Ih, belum juga satu jam..."
"Kebiasaan orang Indonesia selalu ngaret," kataku.
"Haha. Kamu salah Dil, dia bukan orang Indonesia."
"Terus?"
"Dia orang Iran, tapi udah lama tinggal di Indonesia. Juragan minyak gitu deh..."
"Wah kaya dong," ucapku spontan.
"Jelaslah, keturunan Arab lagi... Kamu tahu kan orang Arab kan terkenal dengan batang mereka yang berukuran jumbo... Hihi," ucap Tyas.
"Apaan sih kamu Yas, emang masih kurang puas sama punyanya Aldo," kataku.
"Iya justru itu, karena aku kurang puas jadi aku cari tambah deh... Hihihi," ucap Tyas.
Dasar anak ini, apa kepalanya baru saja terbentur batu. Bagaimana bisa sebagai seorang perempuan dia punya pemikiran liar seperti itu.
Beberapa menit kemudian seorang pria dengan tubuh tinggi kekar dan berkulit putih menghampiri kami. Wajahnya benar-benar terlihat seperti orang Arab.
"Sssst... Ini ya Yas?" bisikku.
"Iya," kata Tyas sambil tersenyum dan menganggukkan kepala.
"Selamat malam, sudah lama menunggu?" ucap laki-laki itu.
Aku sedikit kaget, rupanya orang ini sudah lancar berbahasa Indonesia. Aku tadinya sedikit gugup bagaimana nantinya aku berbicara padanya.
"Cukup lama sih," kata Tyas.
"Jangan marah gitu dong Sayang," kata pria itu sembari membelai pipi Tyas.
Argh... Aku sedikit jijik dengan kelakuan mereka berdua. Bagaimana bisa mereka mengumbar kemesraan di depan umum. Ah sudahlah bukan urusanku juga...
"Kenalin Mas, ini teman aku namanya Ardila," kata Tyas.
"Namaku Abdullah," kata pria itu sambil tersenyum.
Tatapan mata pria keturunan Arab itu sungguh membuatku risih. Apa lagi dari tadi dia tidak berhenti menatap buah dadaku. Seperti dia berusaha menahan air liurnya.
Padahal aku yakin betul tubuh Tyas jauh lebih seksi dari tubuhku. Tyas juga jauh lebih cantik, apa lagi dia juga tipe wanita yang agak berani dalam berpenampilan. Belum pernah aku lihat Tyas berangkat ke kantor dengan celana panjang. Aku selalu melihat dia mengenakan rok mini dengan stelan jas resmi. Tipe-tipe wanita seksi kantoran lah.
Setelah sedikit berbincang dengan Tyas dan Suami simpanannya aku memutuskan untuk pulang lebih awal.
Benar, tepat seperti kesepakatan kami tadi dari awal. Lagi pula aku juga benar-benar sudah tidak tahan dengan tatapan mata melecehkan dari Si Abdullah itu.
Ah, bagaimana ya perasaan Aldo kalau dia tahu Tyas berselingkuh. Sudahlah, jangan terlalu banyak memikirkan Tyas. Lagi pula Tyas memang tipe wanita yang nakal. Salah sendiri Aldo mau dengan dia. Bahkan aku pernah memergoki Tyas sedang dicumbu oleh dua orang Office Boy kantor. Gila kan?
Tyas pernah curhat padaku, kalau dia tidak pernah puas dengan hubungan seksnya dengan suaminya. Jadi dia melampiaskan gairah seksualnya itu dengan berselingkuh dan melakukan hal-hal liar lainnya. Aku bisa memaklumi itu, lagi pula aku mengenal Aldo adalah tipe laki-laki yang gila kerja.
Emh, Mas Faizal juga gila kerja sih. Tapi hampir tiap malam dulu dia selalu minta jatah ke aku. Jadi untuk urusan hubungan suami istri aku cukup terpuaskan. Bahkan berlebih malah.
Hal itu membuat aku teringat sesuatu hal lucu yang terjadi saat malam pertama kami. Malam pertama kami adalah benar-benar malam pertama kami menyentuh tubuh lawan jenis kami.
Baik Mas Faizal maupun aku sama-sama belum pernah melakukan hubungan ****. Jadi waktu itu kami berdua sengaja menonton video porno untuk belajar. Tapi alih-alih kami berdua saling bernafsu, malah aku ketakutan dan malam pertama kami gagal. Hahaha.
Iya itu memang hal bodoh yang dulu pernah aku perbuat saat masih muda. Wajar kan? Lagi pula waktu itu aku benar-benar baru saja lulus SMA. Dan sebelumnya aku sama sekali belum pernah mengenal laki-laki.
Biasanya aku pulang dengan menggunakan taksi online. Sebenarnya ada sebuah mobil di rumah. Tapi karena aku tidak bisa mengendarai mobil jadi aku lebih sering pesan taksi online.
Aku masih menunggu taksi online ku tiba. Sampai sebuah mobil lamborgini berhenti di depanku. Lalu kaca jendelanya terbuka.
"Loh, aku kira kamu sudah pulang tadi Dil? Sudah malam loh, mau aku antar?"
Hah? Sebuah kebetulan kah? Si Bos yang tadi baru saja aku bicarakan tibatiba muncul di depan.
"Duh, tidak usah repot-repot Pak. Saya sudah memesan taksi, tidak enak kalau saya batalin," ucapku.
"Udah, nanti taksinya aku yang bayar kamu aku antar pulang. Sekalian aku mau jenguk suamimu," ucapnya.
Bagaimana ini? Apa aku harus mengiyakannya? Bagaimana jika apa yang dikatakan Tyas benar? Si Bos ini naksir sama aku.
Oh iya, Si Bos ini bernama Yudha. Dia masih muda dan cukup tampan. Badannya juga atletis. Aku tahu itu, karena pernah tidak sengaja memergokinya sedang tidak memakai baju saat mengantarkan beberapa dokumen ke rumahnya.
"Baiklah Pak," ucapku sambil tersenyum.
Bagaimana mungkin aku menolak tawaran Bosku. Itung-itung buat promosi jabatan sajalah.
Taksi online yang aku pesan tadi tiba. Pak Yudha yang membayar argo taksi itu. Lalu aku naik ke mobilnya dan diantar pulang.
Rumahku terletak di tengah kota. Jadi tidak terlalu sulit menemukan rumahku. Lagi pula aku juga tinggal di daerah perumahan. Perumahan yang cukup elit. Mas Faizal membeli rumah di tempat ini saat dia masih sehat dan bekerja di perusahaan asing. Gaji Mas Faizal benar-benar berkali-kali lipat lebih besar dari gajiku saat ini.
Sebuah rumah megah nomor 38F. Bagian depan terdapat taman bunga yang sengaja aku tanam. Dan teras dengan kursi dan meja berbahan kayu jati.
"Boleh aku mengantarmu masuk?" kata Pak Yudha.
"Silahkan Pak," kataku.
Aku mempersilahkannya karena dia tadi bilang ingin melihat kondisi suamiku. Tentu saja aku mempersilahkan dia masuk.
"Rumah kamu cukup mewah ya Dil," ucap Pak Yudha.
"Iya, ini dulu hasil suami," kataku.
Pak Yudha duduk di ruang tamu sambil mengamati sekeliling ruangan itu. Sesekali dia memperhatikanku yang sedang berjalan menuju dapur dan membuatkan dia segelas minuman panas.
"Tidak apa-apa aku mengunjungi suamimu malam-malam begini?" tanyanya.
"Tidak apa-apa, malah aku pikir Mas Faizal akan senang melihat Bapak. Karena Bapak adalah orang yang akan membantu kesembuhannya," kataku.
Setelah sekedar berbincang-bincang ringan. Aku mengantarkan Pak Yudha ke ruangan suamiku. Entah kenapa Pak Yudha meminta aku untuk meninggalkan mereka berdua empat mata. Aku pikir itu adalah urusan lelaki. Lagi pula walaupun Mas Faizal sulit bicara dan lumpuh, dia masih sadar dan dapat mengenali segala hal.
Sekitar lima belas menit kemudian Pak Yudha berpamitan. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam waktu itu. Aku menemani suamiku di dalam kamarnya. Biasanya aku sengaja membacakan sebuah buku novel sampai suamiku benar-benar tertidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments