Pandanganku mengedar ke seluruh ruangan luas dan gemerlap ini. Kepulan asap rokok dan musik berdentum sangat menggema di telinga. Laki-laki dan perempuan berbaur menjadi satu berjoged ria. Disc jockey seksi dengan belahan dada membusung sedang berlenggak lenggok mahir dalam memutar rekaman musik.
Bukan tanpa sebab aku berada disini, melainkan karena pikiranku yang sudah buntu. Pikiranku menerawang, apa yang kulakukan? Aku merasa tak punya pilihan lagi.
Jika suatu saat nanti aku menanggung dosa dari apa yang aku lakukan hari ini, aku akan berkata pada Tuhan. Kau-lah yang membuatku dirundung kesedihan dan tertimpa beban yang teramat berat yang tidak lagi aku sanggup menjalaninya. Lalu aku harus bagaimana jika sudah seperti ini? Aku melakukannya karena benar-benar sedang terdesak.
Pandanganku tertuju pada laki-laki menawan dengan pakaian rapi dan senyum merekah yang ternyata sama-sama sedang menatapku dari kejauhan. Dari kacamata penglihatanku, pria ini tampak tidak mempunyai tampang seorang baj*ngan. Tapi kenyataan dan dugaan tidak selalu sama, buktinya dia membeliku.
Dia sudah menungguku disini sejak satu jam yang lalu. Sesaat sebelum aku kesini, aku mempertimbangkan ulang keputusan besar yang akan aku ambil.
"Aku pikir, kamu ngga datang." Ucapnya mengawali pembicaraan.
Aku berada disini dengan harga seratus juta atas kesepakatan kita. Teman wanitaku yang merekomendasikannya.
Jihan! Dia sudah lebih dulu terjun didunia ini beberapa bulan lalu. Penyebabnya tak lain adalah, karena himpitan ekonomi. Dan setelah aku telusuri nasib teman-temanku yang lain juga sama sepertiku. Salah jalan. Hidup dijaman sekarang memang tidaklah mudah.
Aku menatap laki-laki tampan itu, "iya, aku datang." Jawabku sendu. Ratapku dalam hati, aku sedang menyesalinya. Mataku berkaca-kaca. Ingin rasanya kakiku melangkah pulang. Aku tau ayahku melihatku disana dan akan diazab dengan azab yang sangat pedih.
Laki-laki itu menyuruhku duduk disebelahnya. Sungguh ini adalah kali pertama dalam hidupku menyerahkan diriku kepada orang yang statusnya bukan suamiku.
Laki-laki itu bernama Vano.
Dia masih seorang mahasiswa. Jika ada yang bertanya kenapa dia melakukan ini? Vano mengeluarkan segitu banyak dengan mudahnya hanya karena ingin merasakan bercinta dengan seorang perawan! Tidak salah lagi, bisa dikatakan dia orang yang tidak waras. Unfaedah! Membeli kenikmatan dunia dengan uang karena alasan gila tersebut.
Pria ini menggulung-gulung rambutku, memandangiku dengan penuh gairah. "Aku hanya penasaran bagaimana rasanya bercinta dengan seorang perawan. Kamu tidak membohongiku kan?"
Aku hanya menggeleng dan menatap balik dirinya, lalu dia berkata lagi. "Kamu jangan khawatir, aku pria yang sehat. Aku sudah pernah beristri tapi sudah pisah rumah. Bisa dibilang kesepian juga."
Aku berkata dalam hati, semuda itu dia sudah menikah? Lalu aku beranikan diri bertanya. "Apa penyebabnya?"
"Pada saat malam pertama, istriku sudah seperti gua yang menganga. Karena itulah aku ingin merasakan itu pada wanita lain."
Kata-katanya membuatku merasa tertampar. Jika suatu saat nanti aku berjodoh, lantas bagaimana jika kehormatanku dipertanyakan? aku harus jawab apa?
Ahh, setan dihati menyuruhku menampik pikiran busuk itu. Hutang-hutang ayahku harus lunas, sudah cukup aku susah selama setahun ini dikejar-kejar oleh debt kolektor. Makanpun tidak pernah enak, tidur pun tak pernah nyenyak.
Aku adalah manusia yang lemah dengan tipu daya setan. Aku telah masuk keperangkapnya dengan mengikuti pria itu kehotel bintang lima. Dan terjadilah sesuatu yang harusnya tidak terjadi.
***
"Kamu sangat nikmat, terimakasih." Aku lihat dia berguling disebelahku dan menoleh kearahku seraya berkata, "jangan buru-buru pulang. Aku akan mengantarmu nanti. Beristirahatlah! Aku yakin tubuhmu bagian bawah masih sakit dan pasti lemas."
Bukan hanya itu, tapi badanku juga terasa remuk redam.
Aku bermandikan keringat dingin. Cengkraman kuku dan gigitan ditelinga terus ku lakukan padanya saat aku menahan perihnya bagian inti tubuhku. Laki-laki ini melakukannya berulang-ulang. Apakah aku menikmatinya? Tentu tidak!! Aku jijik dengan diriku sendiri. Aku murahan!!
Aku tak suci lagi.
Aku telah melakukan dosa besar! Dan bukan aku saja yang menanggung dosanya. Tapi ayahku juga turut memikul dosa yang kuperbuat.
Maafkan aku ayah, ibu, aku mengecewakan kalian....
Tidak ada lagi yang bisa dibanggakan dari diriku. Laki-laki mana yang mau menikahi wanita kotor sepertiku. Mandi berulang kali, disungai yang berbeda sampai seribu kalipun tidak akan pernah bisa mengembalikan aku menjadi suci lagi.
Aku melangkah memungut pakaian-pakaianku yang tercecer lalu memasuki kamar mandi dengan jalan yang tertatih-tatih. Aku bekap mulutku dengan kedua tangan dan duduk meringkuk dibawah kucuran air, menangis sejadi-jadinya.
***
Aku mengerjapkan mata saat matahari telah bersinar menembus permukaan wajah. Tirai gordyn telah terbuka lebar. Sejenak aku mengumpulkan kesadaran. Dan kulihat kini Vano terlihat lebih segar dari terahir yang kulihat. Aroma maskulin menyeruak di indra penciumanku. Ya, dia sudah membersihkan diri.
"Aku segera pergi karena ada beberapa hal yang harus aku urus." Ucapnya sambil mengeluarkan beberapa lembar uang pecahan seratus ribuan.
Aku menatapnya dengan intens, ohh begini ya, rasanya menjadi wanita pelac*r. Di buang setelah dipakai, lalu ditinggali lembaran uang.
"Maaf aku ingkar janji, semalam aku berkata akan mengantarmu bukan?" Ucapnya berkata lagi.
Aku tidak keberatan, malah lebih enak pulang sendiri. "Iya, aku bisa pulang sendiri." jawabku.
"Aku tinggalkan cek, dan bonus untukmu karena aku puas dengan pelayananmu. Kamu pulang dengan taksi saja ya."
"Iya..."
Kulihat dia mendekat dan duduk disebelahku, lalu mendekatkan wajahnya. Kini dapat aku rasakan hembusan nafasnya, Cup ! dia mencium bibirku kilas. "Panggil aku Vano"
Akupun mengangguk, "iya Vano, terimakasih."
"Setelah ini, minumlah pil kontrasepsi. Aku tidak mau benihku tumbuh disini." Telunjuknya mengarah keperutku. "Sudah dipastikan aku tidak akan bertanggung jawab kalau itu terjadi. Kamu mengerti?"
"Ya aku mengerti. Ehm, boleh aku minta satu permintaan?" pintaku, dan kulihat dia mengernyitkan dahi.
"Apa segitu masih kurang?"
Benar dugaanku, dia salah faham. "Bukan begitu, aku ingin kau menyimpan rapat-rapat identitasku dan apa yang terjadi pada kita hari ini. Aku ingin kita bersikap tak saling mengenal jika suatu saat nanti kita bertemu lagi."
Dapat kulihat wajahnya kembali tenang. "Itu perkara mudah, adalagi?" tanyanya, lalu aku menggeleng.
"Ini kartu namaku, ada nomor ponselku disana. Aku harap kamu menghubungiku nanti. Siapa tau aku bisa memakaimu lagi."
"Oh, iya.. sampai jumpa dilain waktu."
Tidak akan pernah Vano ! Ini adalah yang pertama dan terahirku menjual diri.
Namun begitu, aku tetap menerima kartu namanya sebagai bentuk menghargai.
....
To be continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Caramel Latte
🙄🙄🙄🙄
2023-04-08
0
VANESHA ANDRIANI
jgan2 yg bongkar rahasia si vano ato klo g si jiha
2021-11-14
0
◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾
Hanya bisa menarik nafas
2021-08-05
0