Bab 5

"Mau pergi kemana kamu pagi-pagi begini?" Sayap-sayup Mery membuka mata, dia mendapati, Arya sudah rapi dan sedang memasang dasi di depan cermin.

"Aku akan pergi ke kantor," jawab Arya tanpa menatap Mery.

"Apa masa cuti kamu sudah selesai? Sepertinya kamu libur belum 7 hari," tanya Mery sembari mengusap matanya, agar penglihatannya bisa lebih jelas.

"Tidak perlu cuti lama-lama, kita juga tidak ada kegiatan di rumah. Jadi aku akan masuk kerja saja, agar pekerjaanku di kantor tidak semakin menumpuk," jelas Arya.

"Tunggulah sebentar, aku akan membuatkan sarapan untukmu," ucap Mery yang segera turun dari ranjang. Arya tidak menyahuti ucapan istrinya tersebut, dia hanya diam sembari bernafas dengan berat.

***

"Makanan apa yang kira-kira disajikannya hari ini?" gumam Arya. Saat itu Arya baru menuruni tangga. Tidak lama kemudian setelah dia duduk, Mery pun menghampirinya dengan membawa 1 piring, di sana Arya hanya melihat nasi putih dan 2 sosis berukuran sedang.

"Kamu tidak bilang kalau hari ini akan ke kantor, jadi aku masak seadanya saja, agar lebih praktis."

"Makanlah, setidaknya isi perutmu sebelum kamu pergi mencari nafkah," ucap Mery saat melihat Arya hanya terdiam.

"Aku bisa sarapan di kantor saja, jadi kamu tidak perlu repot-repot membuatkanku sarapan untuk kedepannya," ucap Arya yang mulai mengambil garpu dan menusuk sosis yang ada di hadapannya.

"Sudahlah, kamu jangan cerewet, makan saja apa yang ada. Aku juga sudah membuatkan bekal untukmu," ucap Mery yang seketika membuat Arya terpaku.

"Kenapa aku juga harus membawa bekal? Apa dia pikir aku ini anak TK? Apa hidupku akan terus seperti ini selama 2 tahun ke depan? Jika tidak makan, aku sudah tanda tangan perjanjian, tapi kalau makan hanya seperti ini, bisa kurus kering aku," monolog Arya dalam hati, tapi Arya pun tidak bisa memprotes. Dia segera menghabiskan makanannya meskipun dengan sangat terpaksa, lalu pergi ke kantor.

***

"Halo Bro, kenapa kamu sudah masuk hari ini? Apa kamu tidak pergi bulan madu?" tanya Gavin yang tiba-tiba saja masuk ke ruangan Arya tanpa mengetuk pintu.

"Adab mana adab? Bukankah sebelum masuk ke ruangan orang lain, seharusnya kamu mengetuk pintu terlebih dahulu?" tanya Arya dengan malas.

"Ini kan kantorku. Adab mana adab, adab jika sedang berbicara dengan atasanmu," balas Gavin, Arya pun hanya bisa mendengus dengan kesal, karena dia pasti kalah jika berdebat masalah jabatan.

"Kenapa kamu masuk kerja dengan muka ditekuk seperti itu?" tanya Gavin pada Arya.

Arya menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan kasar. "Aku kemarin bertemu Hany di swalayan saat berbelanja dengan Mery, tapi ya seperti itulah, Hany tidak mau memaafkanku," jelas Arya.

"Baguslah, kamu memang tidak pantas kan untuk dimaafkan," ucap Gavin yang seketika mendapatkan tatapan tajam dari Arya.

"Kenapa? Apa aku salah bicara?" tanya Gavin dengan entengnya. Arya pun hanya terdiam sembari mencebikkan bibirnya.

"Pulanglah jika pikiranmu masih tidak tenang, daripada kamu nanti salah dalam mengerjakan berkas," ucap Gavin.

"Apa kamu tidak lihat, belum satu minggu aku cuti saja, berkas di mejaku sudah menumpuk setinggi itu. Bagaimana kalau aku tidak masuk lagi, kamu pun tidak mau membantu pekerjaanku," gerutu Arya sembari melihat ke arah tumpukan berkas yang seperti piramida saja.

"Kan aku yang menggaji kamu. Kenapa aku juga yang harus mengerjakan pekerjaanmu?" balas Gavin.

"Pulanglah dan pergi bulan madu. Mungkin nanti pikiranmu bisa lebih fresh setelah bersenang-senang dengan istrimu," ucap Gavin.

"Gavin, kamu kan tahu bahwa pernikahanku ini adalah terpaksa, karena perjodohan. Bagaimana bisa aku pergi bulan madu dengannya?"

"Kamu juga tahu sendiri kan, bahwa aku sangat mencintai Hany, aku tidak mungkin mengkhianatinya," jelas Arya.

"Tapi kamu sudah mengkhianati Hany dengan menikahi Mery, gimana dong?" ejek Gavin.

"Kamu datang kemari sebenarnya ingin menghiburku, ataukah memojokkan aku sih?" kesal Arya.

"Aku sih hanya berbicara tentang fakta saja. Berbicara dengan apa yang aku lihat," ucap Gavin sembari menaik turunkan alisnya beberapa kali. ucapan Gavin seketika mengingatkan Arya pada Hany, karena Hany juga berkata demikian.

"Arya, aku tahu kamu sangat mencintai Hany, tapi kamu sudah menikah dengan Mery saat ini. Jadi kamu mempunyai kewajiban sebagai suami, jangan sampai kamu menelantarkannya. Perjodohan ini adalah pilihanmu sendiri, Mery tidak tahu apa-apa tentang semuanya," Jelas Gavin yang ingin mencoba membuka pikiran Arya.

"Aku sudah mengatakan semuanya pada Mery," jawab Arya tiba-tiba.

"Apa kamu sudah gila! Bagaimana kamu bisa menghancurkan hatinya seperti itu?” tanya Gavin dengan terkejut.

"Dia tidak hancur. Bahkan dia tidak terkejut. ternyata saat Hany ada di depan aula waktu acara pesta pernikahan kami, Mery juga melihatnya," ucap Arya.

"Benarkah? Lalu bagaimana responnya setelah kamu mengatakan yang sebenarnya?" cecar Gavin.

"Kenapa kamu ingin tahu?" tanya Arya dengan tatapan menyelidik.

"Hanya bertanya saja," jawab Gavin dengan nada santai.

"Tidak ada respon yang berlebihan, dia biasa saja. Bahkan kita juga sudah menandatangani perjanjian pernikahan," jelas Arya.

"Perjanjian pernikahan seperti apa maksud kamu?" tanya Gavin dengan penasaran.

"Kamu tidak perlu tahu masalah itu Gavin. Apa aku juga harus menceritakan masalah ranjang kami?" tanya Arya sembari memicingkan matanya.

"Tentu saja, kamu harus menceritakan semuanya padaku. Jadi, nanti aku bisa menceritakan semuanya pada Hany, sehingga kalian bisa berpisah selamanya," ucap Gavin.

"Enyahlah dari hadapanku!" kesal Arya.

"Tapi Arya, setelah aku perhatikan selama ini. Sepertinya hanya kamu yang tergila-gila dengan Hany. Hany biasa saja dengan kamu, bahkan dia juga tidak mau saat diajak menikah," ucap Gavin mencoba memprovokasi.

"Itu karena dia belum siap," sanggah Arya.

"Belum siap? karena Apa?"

"Kamu sudah memiliki jabatan yang tinggi, kamu tampan, dan kamu juga sudah memiliki rumah, yang berarti kamu sudah mapan. Lalu apalagi yang dia khawatirkan?" tanya Gavin.

"Itu memang benar kalau aku tampan," ucap Arya sembari tersenyum, seketika Gavin mendengus dengan sedikit kasar.

"Entahlah, sepertinya tidak ada yang kurang,  hanya saja dia belum siap," ucap Arya yang kembali lagi ke topik pembicaraan awal.

"Bukalah mata dan telingamu lebar-lebar Arya. Mungkin saja ada hal lain yang belum kamu ketahui selama berhubungan dengannya dulu. Dia juga sering mengabaikan pesanmu kan?" tanya Gavin.

"itu karena dia sibuk di kantor dan banyak pekerjaan, dia kan bukan pengangguran." Arya masih terus membela kekasihnya tersebut.

"Oke, oke. Aku terima semua sanggahan darimu itu, tapi setelah kamu menikah. Kamu tidak akan berhubungan lagi dengannya kan? Kamu hanya perlu meminta maaf dan semua selesai," ucap Gavin mencoba mengungkapkan kekhawatirannya.

"Tentu saja tidak, kami akan segera menjalin hubungan lagi dan menikah dengan bahagia," jawab Arya dengan tersenyum bangga.

"Lalu bagaimana dengan Mery? Apa kamu gila, kamu hanya menikahinya di atas kertas saja dan kamu akan menceraikannya?" tanya Gavin.

"Kita sudah sepakat masalah itu. Kenapa jadi kamu yang kepanasan?" tanya Arya.

"Apa benar Mery menyetujui semua perkataanmu itu?" tanya Gavin dengan tidak percaya.

"Kalau kamu tidak percaya padaku, tanyalah sendiri padanya. Jangan terus mengusikku," ucap Arya dengan serius. Gavin pun terdiam, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan seakan tengah berpikir.

"Okelah, aku memang tidak tahu kehidupan pernikahan apa yang sebenarnya kamu jalani, tapi aku minta untuk kamu tidak menyakiti Mery, karena Mery tidak bersalah dalam pernikahan ini, kamu yang menerima perjodohan ini, dan kamu yang harus bertanggung jawab sampai tuntas, ingat itu!" ucap Gavin yang terdengar seperti ancaman.

"Pergilah, pergi. Keluar dari ruanganku!" ucap Arya dengan sangat kesal. Gavin pun segera beranjak dari kursi dan meninggalkan ruangan Arya.

"His, benar-benar ya anak ini, bisa-bisanya dia keluar begitu saja tanpa menutup pintu," gerutu Arya yang segera beranjak dari duduknya dan menuju ke pintu.

"Apa benar Mery seperti itu? Bagaimana ya ... apa aku harus bertanya padanya? Ataukah aku tidak usah mencampuri urusan mereka?"

"Tapi kasihan benar Mery, terlebih lagi, lebih kasihan Arya. Dia akan terus terjebak dalam kungkungan Hany yang toxic dan tidak tahu diri itu. Apa yang harus aku lakukan untuk menolong pernikahan mereka berdua?" Gavin bergumam dalam hati, sembari dia berjalan menuju ruangannya.

"Apa yang harus aku lakukan pada Hany, agar dia bisa memaafkan aku?" Sementara Arya masih tetap memikirkan kekasihnya, dia juga memikirkan cara agar hubungan mereka bisa berlanjut kembali.

***

"Huaaaam... " Arya menguap sembari menggeliatkan tubuhnya, agar otot-ototnya bisa sedikit meregang. Saat ini sudah memasuki jam makan siang. Arya pun melihat tas bekal yang tadi pagi diletakkannya di atas meja.

"Apa aku harus memakanmu?" tanya Arya pada kotak bekal tersebut, yang tentu saja tidak akan mendapat jawaban.

Arya menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan sedikit kasar, kemudian mengambil kotak bekal yang tadi disiapkan oleh istrinya, serta membukanya dengan perlahan. Satu persatu kotak dia buka dengan sedikit gugup, dia membuat sedikit celah dulu untuk mengintip isinya. Susunan pertama dia buka, ternyata isinya adalah garpu, sendok, dan juga sumpit. Arya pun bisa bernafas dengan lega dan meletakkan peralatan makan tersebut di samping laptop. 

Kotak kedua Arya buka dengan ragu, dan isinya adalah nasi. Sampailah di susunan kotak ketiga, dengan sangat perlahan, Arya membukanya. "Apa ya kira-kira isinya?" gumam Arya dengan sedikit berdebar. 

Glek.

Arya menelan salivanya dan mengintip dari celah yang dibuatnya sendiri.

"Apa sebenarnya yang sedang kamu lakukan?" Tiba-tiba suara Gavin mengejutkannya.

"Kenapa kamu terus mengusikku di hari pertama aku bekerja?" tanya Arya dengan sinis dan segera menekan kembali tutup kotak bekalnya.

"Aku hanya ingin mengajakmu makan siang.”

“Ah... sepertinya kamu sudah membawa bekal, apa bekal tersebut disiapkan oleh istrimu?" tanya Gavin dengan penasaran, setelah dia melihat kotak makan berjajar.

"Apa yang sedang kamu sembunyikan? Kamu tidak sedang membawa benda-benda yang aneh kan?" tanya Gavin sembari berjalan mendekati Arya.

"Benda-benda aneh apa maksudmu kamu! Tidak lihat tuh di atas meja ada nasi, jadi tentu saja yang aku pegang ini adalah lauknya," ucap Arya sembari membuka lebar-lebar matanya menatap ke arah Gavin.

"Kenapa kamu menutupnya seperti itu? Aku pun tidak akan minta bekalmu," ucap Gavin.

"Aku juga tidak akan memberikan bekalku padamu, maka dari itu enyahlah dari hadapanku. Pergilah dan segera makan di kantin, aku akan makan sendiri di dalam ruangan," ucap Arya

"Oke, aku akan segera pergi dan makan sendiri di kantin," kesal Gavin yang kemudian pergi lagi dari ruangan Arya.

Brak.

Kali ini Gavin bahkan menutup pintu ruangan Arya dengan sedikit kasar, sehingga membuat Arya terkejut. "Benar-benar ya anak itu," gerutu Arya dengan tetap memegang kotak bekalnya.

Arya menatap kotak bekal lag, dengan perlahan, Arya membuka tutupnya.

"Cih," Arya mendengus saat melihat isi kotak bekal susunan ketiga tersebut.

"Aku tahu memang anak zaman sekarang jarang ada yang bisa memasak, tapi kan aku sudah bilang, bahwa kita bisa pesan saja. Kenapa dia terus menyiksaku seperti ini," gumam Arya dengan ekspresi sedih. Saat ini dia melihat lauk yang ada di bekalnya adalah, tahu, tempe, sosis dan nugget, tapi beberapa dari mereka terlihat hitam.

Arya menatap kotak bekalnya sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Apa aku harus memakan kalian? Apa aku benar-benar harus memakan kalian?" tanya Arya kepada nasi dan lauk-pauknya.

"Bisa-bisa kurus kering benar aku kalau terus makan seperti ini." Arya beranjak dari kursinya, dia berjalan ke arah galon dan mengisi gelas yang dipegangnya hingga penuh.

Arya duduk kembali dan menarik nafas panjang, sepertinya memang tidak ada pilihan lain baginya. "Oke, aku akan memakan kalian kali ini, nanti malam aku akan bilang pada Mery, bahwa dia tidak usah memasak saja. BAB-ku pun juga tidak akan lancar, jika aku terus makan makanan kering seperti ini. Sekalinya makan berkuah, mie instan, dia tidak memasak sayur. Bagaimana pencernaanku bisa normal, kalau yang aku konsumsi adalah makanan-makanan seperti ini." Arya terus mengomel pada makanan yang ada di hadapannya.

Dengan berat hati, Arya mengambil sendok dan memakan dengan perlahan bekal makan siangnya tersebut, karena dia harus memberikan laporan pada Mery, bahwa bekal tersebut benar-benar dia makan.

"Hmb ... Ini sungguh terkesan sangat istimewa, tidak banyak orang yang bisa menggoreng semua makanan ini hingga menimbulkan aroma smoky," ucap Arya saat menggigit bagian yang hangus. Mencoba menghibur diri.

***

Sore hari.

Saat pulang dari kantor, Arya menyempatkan pergi ke toko bunga, dia memesan satu buket bunga, kemudian baru pulang ke rumah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!