Bab 2

Malam hari.

Setelah acara pesta pernikahan usai, tentu saja semua sudah kembali ke rumahnya masing-masing, sementara Mery juga langsung harus menginap di rumah mertuanya.

"Mery," panggil Arya dengan ragu.

"Hmb," jawab Mery sembari mengusap rambutnya dengan handuk kecil. Saat ini Mery berada di atas ranjang, dia baru saja selesai mandi.

"Sebenarnya ada hal yang ingin aku sampaikan padamu," ucap Arya.

"Katakan saja, ada apa memangnya?" tanya Mery.

Arya terdiam sejenak, dia menelan salivanya dan juga mengatur nafas. "Sebenarnya ... " Arya menghentikan ucapannya sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Mery pun segera menghentikan aktivitasnya, lalu menatap Arya yang tengah duduk di kursi kerjanya, tepat berada di seberang ranjang, dan menghadap ke arahnya.

"Sebenarnya, sebelum dijodohkan denganmu, aku sudah memiliki pacar." Arya pun akhirnya memberanikan diri untuk buka suara. Hal itu seketika membuat Mery menarik nafas panjang dan menunduk dengan lesu.

"Maafkan aku Mery, aku terpaksa menerima perjodohan ini karena desakan dari ayahku. Pacarku saat itu tidak mau aku ajak menikah, dia mengatakan bahwa masih belum siap, sedangkan waktu yang diberikan ayahku sudah final, jadi mau tidak mau, aku harus menerima perjodohan ini." Arya pun segera menjelaskan semuanya dengan menyesal.

Mendengar suara Arya yang sepertinya benar-benar menyesal. Perlahan Mery mengangkat wajahnya. "Ciluuuk ba ... " Diluar prediksi BMKG, Mery malah mendongakkan wajahnya sembari bercanda. Namun Arya tidak sedang bercanda saat ini. Mery pun segera tertawa terbahak tatkala melihat ekspresi Arya.

"Apa ada yang lucu?" tanya Arya dengan tidak mengerti.

"Kenapa wajahmu sangat masam saat berbicara?" tanya Mery.

"Aku merasa sudah sangat bersalah karena menikahimu, padahal hatiku hanya mencintai pacarku saja," jawab Arya.

"Ah... rupanya kamu saat ini sedang membicarakan tentang cinta? Kira-kira bagaimana ya bentuk cinta itu?" tanya Mery yang masih merespon Arya dengan candaan.

"Tunggu dulu, apa kamu tidak marah padaku saat ini?" tanya Arya.

"Untuk apa? Apa jika aku marah, lantas kamu bisa langsung mencintaiku dan meninggalkan pacarmu yang kamu bicarakan itu?" tanya Mery, Arya pun diam dan berpikir.

"Aku sudah tahu dan mendengar semuanya, tadi pacarmu datang ke pesta pernikahan kita kan? Kamu bahkan sempat hampir kabur dari acara pernikahan itu," ucap Mery.

"Jadi kamu sudah tahu semuanya?" tanya Arya dengan terkejut.

"Ya, aku tahu wajah pacarmu, hanya saja aku lupa siapa namanya," ucap Mery.

"Hany, namanya Hany," jawab Arya.

"Oh, namanya Hany, jangan lupa ya, kapan-kapan kenalkan juga namaku padanya," ucap Mery.

"Apa kamu benar-benar tidak marah padaku?" tanya Arya lagi untuk meyakinkan.

Mery menarik nafas panjang dan menghembuskannya sedikit kasar. "Bohong jika aku tidak marah dan kecewa, tapi semua itu tidak penting kan bagimu. Aku hanya heran saja, kenapa kamu tidak menolak perjodohan ini, jika kamu mencintai wanita lain? Tentu saja aku memang belum bisa mencintaimu, tapi aku tidak memiliki lelaki lain dalam hidupku saat ini," jelas Mery.

"Maafkan aku Mery," ucap Arya berulang-ulang.

"Apa hanya itu yang bisa kamu katakan?" tegas Mery.

"Sekarang aku jadi tahu jawabannya, kenapa saat kita mempersiapkan acara pernikahan, kamu tidak mau hadir, kamu tidak bekerjasama, dan kamu juga tidak antusias. Ternyata ini semua alasannya, jika saja kamu katakan ini lebih awal, dan jika kamu tidak punya kekuatan untuk membatalkannya. Aku kan bisa membatalkan perjodohan kita, aku bisa mengatakan pada orang tua kita, sehingga pernikahan ini tidak pernah terjadi. Sekarang kita sudah ijab qobul dan kita sudah sah menjadi pasangan suami istri, jika kamu mengatakannya sekarang, itu sudah sangat terlambat Arya!"

"Jika sampai ayahmu tahu semua ini, beliau tidak akan membiarkanmu untuk menemui wanita itu lagi, aku bisa pastikan itu!" jelas Mery.

"Ya, aku tahu, memang ayahku sangat tegas, aku juga sudah menyia-nyiakan kesempatan dari ayahku. Jadi, aku minta tolong kerjasamanya, jangan sampai orang tuaku tahu kalau aku masih berhubungan dengan Hany. Apa kamu bisa menolongku?" tanya Arya.

"Apa kamu yakin bertanya hal itu padaku? Aku disini adalah seseorang yang kamu bohongi, yang sudah terpaksa harus masuk ke dalam kehidupanmu yang palsu itu," kesal Mery.

"Iya, aku mengerti, aku minta maaf yang sebesar-besarnya padamu, tapi aku benar-benar mencintai pacarku Mery. Aku tidak bisa hidup tanpanya, jadi mari kita buat kesepakatan yang tidak saling merugikan," ucap Arya dengan egois.

"Memang apa langkah kamu selanjutnya setelah ini?" tanya Mery.

"Tentu saja aku akan masih tetap berhubungan dengannya di belakang orang tuaku, dan aku mohon, kamu jangan menjadi penghalang untuk kami," ucap Arya yang tidak berperasaan.

"Lucu sekali kamu ya, kamu yang sudah berbohong padaku, kamu yang sudah membuatku kecewa, dan kamu sekarang yang malah seakan menuduhku, bahwa aku penghalang bagi kalian berdua.”

“Justru kamulah yang menjadi penghalang bagiku, jika saja kamu tidak menerima perjodohan ini, mungkin saja aku bisa mendapatkan jodoh lain yang lebih baik, kan?" tanya Mery.

"Iya, maafkan aku, aku benar-benar menyesal," ucap Arya dengan menunduk.

"Begini saja, ayo kita sekarang menghadap ke kedua orang tuamu dan berbicara yang sebenarnya, tadi aku dengar pacarmu juga sudah siap kan untuk menikah denganmu, jadi tidak apa jika kamu menceraikanku sekarang, daripada aku harus hidup sengsara denganmu seumur hidup, dan daripada kamu mencegah jodohku juga," ucap Mery.

"Itu tidak mungkin Mery, ayahku tadi sudah mengadakan pesta yang besar dengan banyak sekali Mitra bisnis yang datang, selain Mitra bisnis dari perusahaan ayahku, juga ada Mitra bisnis dari perusahaannya Gavin. Bagaimana bisa kita baru menikah sehari dan bercerai?" sanggah Arya.

Lagi-lagi Mery menarik nafas panjang. "Lalu kamu akan menempatkanku di posisi seperti apa? Aku ini istrimu yang sah, tapi kamu malah menuduhku sebagai penghalang antara kamu dengan pacarmu. Padahal aku sebelumnya tidak tahu kalau kamu memiliki pacar, kamu tidak pernah berbicara padaku sebelumnya Arya!" Mery pun juga tidak ingin kalah berdebat.

"Sudahlah Arya, lebih baik kita sudahi saja sebelum semua kepalsuan menjadi semakin jauh," ucap Mery.

"Tidak bisa Mery, tidak bisa seperti itu. Semua tidak semudah seperti yang kamu ucapkan. Bisa-bisa aku digantung oleh ayahku,  jika aku mengatakan yang sebenarnya," ucap Arya dengan gelisah.

"Jadi dengan kata lain, aku harus mengerti tentang mu dan pacarmu. Sementara kamu tidak mencoba untuk mengerti tentang posisiku? Begitukah?" tanya Mery. Lagi-lagi Arya hanya terdiam, karena dia tidak tahu harus berkata apa.

Suasana menjadi hening sejenak, Mery sudah tahu dari awal, bahwa dia memiliki saingan yang sangat nyata di hadapannya, tapi dia tidak menyangka, kalau Arya akan mengatakannya malam ini juga.

"Begini saja Arya, jika kamu tidak ingin menceraikanku malam ini juga, maka kamu tidak boleh menceraikanku selama 2 tahun ke depan. Kamu pun juga tidak boleh menikah dengan Hany selama 2 tahun kedepan itu."

"Karena aku adalah istrimu yang sah, maka aku juga memiliki hak-hak yang harus didapatkan seorang istri, dan kamu juga mempunyai kewajiban yang harus dijalankan sebagai seorang suami. Kita lihat saja nanti, selama 2 tahun kedepan, hatimu memilih siapa? Jika kamu tetap mencintai Hany, maka kamu boleh menceraikanku dan menikah dengannya."

"Bagaimana? Itu solusi dariku yang sama-sama tidak merugikan. Bukankah kamu tadi bilang bahwa kita harus membuat kesepakatan yang seimbang?" tanya Mery.

Arya yang tadinya duduk di kursi yang biasa dia gunakan untuk bekerja pun segera berdiri. Arya mengusap rambutnya dengan kedua tangan hingga ke tengkuk, dia juga mondar-mandir sembari berpikir.

"Pikirkanlah dengan matang, malam ini juga atau kamu harus menunggu dua tahun ke depan," ucap Mery yang segera memecahkan keheningan yang terjadi di kamar tersebut.

"Lamanya kali dia ini mengambil keputusan, memang dia pengecut sih sepertinya, dia cinta sama pacarnya, tapi dia takut sama ayahnya. Laki-laki macam apa sebenarnya suamiku ini?"  monolog Mery dalam hati, sembari mengusap kembali rambutnya dengan handuk kecil yang sedari tadi dia pegang.

"Kalau boleh tahu, hak-hak yang harus didapatkan istri itu apa saja?" tanya Arya.

"Yang paling minimal, kamu harus memberiku nafkah untuk aku makan dan juga untuk berdandan, lalu untuk shopping, pokoknya kamu harus memenuhi semua kebutuhanku mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kamu juga harus memberikanku tempat tinggal, dan lagi, kamu juga harus memberi keturunan," goda Mery dengan tatapan yang menggoda, menatap ke arah Arya.

"Tunggu, tunggu, kenapa aku harus memberikanmu keturunan?” tanya Arya.

"Tujuan menikah kan memang untuk memiliki keturunan. Nafkah itu kan ada lahir dan batin, jadi kamu harus memenuhi nafkah batinku juga. Aku tidak mau menikah tapi aku kesepian Arya. Aku ini seorang istri yang sah, jadi tidak apa-apa jika kamu menjamahku," ucap Mery yang tiba-tiba menjadi lebih agresif. Hal itu malah membuat Arya memundurkan langkahnya menjauh dari Mery.

"Aku ini kan cantik, aku ini bukan hantu. Kenapa ekspresi wajahmu seperti itu?" tanya Mery.

"Apa Hany akan mengizinkan, jika aku memiliki keturunan denganmu?" tanya Arya dengan polosnya. Hal itu seketika membuat Mery membelalak, karena dia benar-benar tidak tahu kalau suaminya adalah seseorang yang sangat polos.

"Kamu pikir saja sendiri Arya! Menurutmu, wanita mana yang mau lelakinya menjamah wanita lain? Gila kamu ya!" ucap Mery.

"Kalau kamu sudah tahu, kenapa kamu masih meminta keturunan dariku?" tegas Arya.

"Kan kamu tadi tanya hak-hak yang harus didapatkan istri itu apa saja? Ya itu tadi yang harus aku dapatkan sebagai seorang istri," jawab Mery.

"Oh ya, satu lagi. Setelah pulang kerja, kamu harus meluangkan waktu untuk mendengarkanku bercerita. Kegiatan apa saja dalam sehari itu yang aku lakukan, karena kita suami istri, jadi kita harus sering berembuk, kita harus sering berunding, agar tidak terjadi salah paham untuk kedepannya," imbuh Mery.

"Kita ini kan hanya suami istri bohongan Mery, hanya di atas kertas. Kenapa harus sejauh itu?" tanya Arya.

"Tapi kan orang lain taunya kita ini suami istri yang sah, jadi bertingkahlah seperti suami yang sebenarnya. Jangan hanya sebagai suami pajangan saja," ucap Mery.

"Untuk rumah, baju, make up, dan keperluan kamu yang lainnya, kamu tidak perlu khawatir. Aku akan memenuhi segala keperluanmu tanpa diminta, jadi tenang saja. Gajiku cukup banyak, aku akan bisa membaginya," jelas Arya.

"Oke, sekarang tinggal kamu yang memutuskan," ucap Mery.

"Baiklah, kita sepakat dengan menikah 2 tahun, setelah itu aku akan menceraikan kamu. Selama 2 tahun ini, kamu juga boleh jika ingin memacari laki-laki lain, jadi biar kita adil," ucap Arya dengan sembrono.

"Apa kamu kira, aku ini wanita gampangan! Saat masih bersuami, aku berpacaran dengan orang lain? Otakmu kira-kira berfungsi Apa enggak sih Arya?" kesal Mery.

"Tentu saja berfungsi, aku kan seorang CEO di perusahaan," jawab Arya dengan bangga. Mery hanya bisa mencebikkan bibirnya sembari menaikkan kedua alis.

"Kalau begitu, bagaimana kalau besok pagi kita segera pindah, kita pergi ke rumahku," ajak Arya.

"Benarkah? Kamu akan mengajakku pergi dari rumah ini besok pagi?" Mery mencoba mempertegas ucapan Arya yang baru didengarnya.

"Iya, kenapa? Apa kamu masih ingin tinggal di sini dulu? Kalau masih ingin tinggal sih, aku juga nggak apa-apa," jawab Arya.

"Eh tidak, tidak, justru aku tadi ingin mengajakmu segera pindah, tapi aku takut kamu tersinggung," sahut Mery.

"Tersinggung kenapa? Kan aku memang sudah punya rumah sendiri," tanya Arya.

"Aku takut… nanti kamu pikir aku nggak mau sama keluargamu atau gimana gitu," ucap Mery.

"Apa kamu tidak suka dengan keluargaku?" pertanyaan Arya seakan menjadi pukulan telak untuk Mery.

"Bukan seperti itu Arya, tapi dari gosip beredar yang aku dengar, bahwa tinggal di rumah mertua itu sangat menakutkan. Jadi lebih baik kita di rumah sendiri saja, kita nanti bisa mengatur apapun berdua," jelas Mery.

"Ha ha ha, kamu ini lucu juga ya Mery," ucap Arya dengan tertawa.

"Lucu kenapa?" tanya Mery.

"Memangnya semenyeramkan apa tinggal bersama mertua? Kamu kan menantu pilihan mereka, jadi tentu saja kamu adalah orang yang paling disayang di rumah ini," jelas Arya.

"Tapi aku tidak mau kalau aku harus bangun pagi-pagi dan menyiapkan sarapan untuk keluarga besar ini," ucap Mery.

"Kenapa? Apa kamu tidak bisa memasak?" tanya Arya.

"Eh sembarangan! Aku bisa memasak, tapi kan aku juga bekerja, akan sangat melelahkan jika harus bekerja di kantor dan juga bekerja di rumah, benar kan?" tanya Mery.

"Iya sih, masuk akal juga. Ya sudah, kalau begitu kita sepakat untuk keluar dari rumah ini besok pagi ya, setelah kita sarapan. Sampai di rumah, aku akan segera menemui Hany, tidak apa-apa kan?" tanya Arya dengan antusias.

"Astaga... apa yang harus aku ucapkan saat ini, aku memang ingin segera keluar dari rumah ini, karena aku tidak mau tinggal dengan mertuaku, tapi aku tidak tahu jika di otaknya itu, dia ingin segera keluar dari rumah, karena ingin menemui pacarnya. Dasar bucin!" monolog Mery dalam hati.

"Suka-suka kamu sajalah Arya," ucap Mery.

"Oh iya, besok aku akan membuat kontrak yang lebih jelas, jadi meskipun kita sepakat hanya menikah selama 2 tahun, harus ada kejelasan, agar diantara kita tidak ada yang semena-mena," ucap Mery.

"Oke, kamu buat saja. Buatlah pernikahan ini senyamanmu, yang pasti aku akan terus menemui Hany, meskipun kita sudah menikah sah menjadi suami istri," ucap Arya dengan kukuh.

Mery pun segera menarik selimut, setelah sebelumnya melemparkan handuk kecil yang sudah basah kuyup karena rambutnya, tepat ke wajah Arya, lalu dia memejamkan mata tanpa memperdulikan ocehan suaminya itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!