"Wah ... akhirnya kita sampai juga di rumah kita," ucap Mery setelah Arya membuka pintu rumahnya.
Pagi itu, setelah sarapan bersama keluarga Arya, mereka berdua segera berkemas, orang tua Arya pun tidak ada yang mencegah mereka, karena memang Arya sudah memiliki rumah sendiri.
"Tunggu, tunggu, kamu bilang apa tadi? Rumah kita?" tanya Arya.
"Memang ini rumah kita kan?" tanya Mery sembari mengedipkan matanya beberapa kali.
"Seingatku, aku membangun rumah ini sendiri, tanpa campur tanganmu dan juga tanpa donasi darimu," ucap Arya.
"Tapi kan kita sudah menikah, jadi rumah ini ya rumah kita berdua lah," ucap Mery dengan percaya diri, dia pun segera masuk dan menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Kamar ada di mana?" tanya Mery pada Arya.
"Ada di atas," jawab Arya sembari menyeret dua koper besar, miliknya dan juga milik Mery.
"Tapi kenapa rumah ini tidak nampak seperti rumah ya?" gumam Mery, sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang ada di rumah tersebut.
"Apa maksudmu?" tanya Arya yang juga segera duduk di sofa.
"Tidak apa, tenang saja, setelah aku masuk kesini, aku akan mendekorasi seluruh rumah menjadi lebih baik," ucap Mery dengan bersemangat.
"Terserah kamu saja, lakukan apapun yang kamu suka, asal jangan rusak rumah ini dan jangan juga dijual," ucap Arya sembari merogoh sakunya dan mengeluarkan telepon genggam.
"Oke, ayo segera beberes dulu," ajak Mery yang segera beranjak dari sofa dan menarik pergelangan tangan Arya, sehingga Arya tidak jadi memainkan ponselnya.
"Apa kamu tidak bisa beres-beres sendiri saja?" tanya Arya.
"Apa kamu kira aku pembantumu?" tanya Mery dengan nada sinis.
"Ayo segera bawa semua kopernya ke atas dan kita beberes," ucap Mery yang segera melepaskan pergelangan tangan Arya, lalu berjalan lebih dulu ke lantai 2.
Rumah Arya tidak terlalu luas, lebih tepatnya memang mengusung konsep minimalis, karena di lantai 1, hanya ada ruang tamu yang langsung terhubung dengan meja makan tanpa sekat, kemudian ada sedikit sekat, dan di balik sekat tersebut ada dapur, serta satu kamar mandi kecil. Setelah Mery naik ke lantai 2, dilihatnya di situ hanya ada dua ruangan, yaitu kamar utama dengan ruangan yang sedikit besar, karena ada kamar mandi di dalamnya. Satu ruangan lagi, yang entah untuk apa, tapi sepertinya itu adalah ruang kerja.
Setelah Arya sampai di kamar dengan membawa dua koper yang sangat besar, mereka berdua pun segera menata barang bawaan mereka. Mery juga segera membersihkan kamar dan menata ulang, mengganti spray, juga menata make upnya di atas meja rias. Setelah itu Mery segera mandi.
***
"Apa dia benar-benar kelelahan? Baru saja aku hendak mandi tadi, sepertinya dia masih bertenaga. Kenapa dia sekarang sudah ngorok?" ucap Mery saat dia baru keluar dari kamar mandi. Dia melihat bahwa Arya sudah tertidur lelap di atas ranjang. Mery pun segera mengeluarkan laptopnya dan mengerjakan sesuatu.
***
2 jam berlalu.
"Apa tidurmu nyenyak?" tanya Mery yang masih duduk di depan meja rias, sembari di hadapannya ada sebuah laptop yang masih menyala.
Arya segera mengusap matanya beberapa kali, agar pandangannya terlihat lebih jelas. "Apa aku tadi tertidur?" tanya Arya dengan tidak ada rasa bersalah.
"Tidak, kamu tadi hanya ngorok saja," jawab Mery.
"Aku sudah mengirimkan email padamu, cepat kamu cek. Jika ada yang ingin direvisi, kita selesaikan sekarang juga," ucap Mery.
Arya segera mengambil ponselnya yang tadi dia letakkan di atas nakas, lalu mengecek email, kemudian membaca email tersebut dengan seksama. "Apa-apaan ini?" tanya Arya sembari tetap fokus pada telepon genggamnya.
"Apa ada yang tidak kamu setujui?" tanya Mery.
"Perjanjian pernikahan selama 2 tahun, pihak pertama, Arya selaku suami, pihak kedua Mery, selaku istri," ucap Arya membaca tulisan Mery yang ada di emailnya.
"Pihak pertama harus selalu melakukan kewajibannya sebagai seorang suami. Memberikan nafkah, dari ujung kepala hingga ujung kaki, memberikan uang belanja bulanan dan memberikan uang shopping secara terpisah. Oke, aku setuju masalah ini."
"Pihak pertama harus memberikan tempat tinggal yang layak pada pihak kedua. Oke, aku sudah memberikan tempat tinggal yang layak untukmu kan sekarang?" Mery hanya menjadi pendengar saat ini.
"Pihak pertama saat pulang kerja, harus segera pulang ke rumah, karena pihak pertama harus mendengarkan semua keluh kesah pihak kedua. Bagaimana jika aku nanti ada lembur, atau harus bertemu dengan klien?" tanya Arya.
"Tidak masalah, nanti kamu kan bisa memberikan alasan yang tepat padaku, kalau untuk masalah pekerjaan, aku pasti mengizinkan kamu," jawab Mery.
"Kapan aku bisa bertemu dengan Hany?" tanya Arya.
"Hany lagi," monolog Mery dalam hati.
"Ya kamu cari waktu sendiri lah, yang selain waktu menemaniku, yang pasti, semua yang sudah tertera di dalam kontrak tersebut, tidak boleh kamu langgar. Jika kamu melanggarnya, maka semua end. Aku akan memberitahu semua pada ayahmu yang sebenarnya," ucap Mery. Arya pun segera memberikan tatapan sinis kepada Mery.
"Keempat, pihak pertama harus selalu makan masakan pihak kedua. Pihak kedua juga akan selalu menyiapkan sarapan, bekal untuk di kantor, dan juga makan malam. Jadi, pihak pertama diwajibkan untuk pulang tepat waktu, kecuali jika ada urusan yang sangat penting dan mendesak."
"Tepat waktu, jadi maksudmu setiap pulang kerja aku tidak bisa bertemu dengan Hany?" tanya Arya. Mery pun hanya mengangkat kedua bahunya, sementara Arya hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Sebenarnya kamu tidak perlu repot-repot memasak, kita bisa pesan online saja, atau makan di luar," ucap Arya.
"Oh tidak bisa, mulai sekarang, kamu hanya boleh makan masakan aku," ucap Mery.
"Pihak pertama tidak boleh membiarkan pihak kedua di rumah sendirian, terutama di malam hari. Kamu memang sengaja menghalangi pertemuanku dengan Hany kan?.
"Jika perjanjian yang kamu buat seperti ini, maka memang benar lah, jika kamu menjadi penghalang bagi hubungan kami," ucap Arya dengan tidak tahu diri.
"Ya sudah, kalau memang kamu mikirnya seperti itu, ayo kita menghadap ke kedua orang tuamu dan mengatakan yang sebenarnya, selagi usia pernikahan kita masih 1 hari, dan aku juga masih perawan. Aku tidak ingin berlarut-larut, aku tidak ingin dirugikan satu pihak saja, kamu pun juga harus berkorban dalam pernikahan ini Arya!" tegas Mery.
"Jangan lupa ya Arya, kamu yang sudah membuat pernikahan kita menjadi palsu, dan kamu juga yang sudah membohongiku. Jadi jangan kamu balik, seakan kamu tempatkan aku sebagai pelaku yang memisahkan kalian berdua. Aku hanya mempertahankan hak-hakku saja, aku tidak ingin rugi sendirian, dan aku juga tidak ingin berkorban sendirian. Kamu tidak bisa menari-nari di atas penderitaanku Arya, aku pun juga tidak bisa selalu mengalah untukmu," cecar Mery.
Glek.
Seketika Arya hanya bisa menelan salivanya saja, karena memang semua ini terjadi karena ulahnya sendiri.
"Ayo lanjutkan lagi," ucap Mery yang seketika membuyarkan lamunan Arya.
"Selama pernikahan berlangsung, kedua belah pihak tidak diperkenankan memanggil nama, terutama saat di hadapan kedua orang tua dan juga di hadapan orang lain. Kedua belah pihak harus memanggil dengan sebutan sayang, atau sebutan lain yang terdengar romantis. Apa itu perlu?" tanya Arya.
"Jika ada yang ingin kamu tambahkan, katakan saja sekarang, jika tidak, aku akan segera mencetaknya dan kita bisa tanda tangan," Mery tidak menanggapi pertanyaan Arya, karena dia tahu bahwa Arya harus tetap setuju meskipun sangat terpaksa.
Arya terdiam, seberapa kali pun dia memikirkan, dia tetap tidak bisa menghadapi semua ini, dia tidak bisa menghadap ke hadapan keluarganya dan minta izin untuk bercerai, tapi disisi lain, dia sebenarnya juga keberatan dengan semua peraturan-peraturan yang dibuat oleh Mery, yang seakan mengekangnya dan menghalanginya untuk bertemu dengan Hany. Namun dia juga sadar, bahwa sebenarnya Mery tidak harus melewati semua ini, jika bukan karena dirinya yang begitu pengecut di hadapan orang tuanya.
"Kamu sendiri kan yang semalam mengatakan, bahwa aku harus membuat pernikahan ini terasa sangat menyenangkan untukku. Aku sudah membantumu untuk menutupi hubunganmu dengan Hany, aku juga sudah membantumu, agar ayahmu tidak merasa malu dengan pernikahan kita yang singkat. Jadi aku mohon, kamu pun juga bisa bekerja sama," ucap Mery yang seketika memecahkan keheningan di dalam kamar yang cukup luas itu.
"Oke, aku akan berusaha melakukan yang terbaik selama 2 tahun ini, tapi setelah 2 tahun, aku benar-benar akan menceraikanmu," ucap Arya.
"Tidak masalah, lakukan saja yang terbaik dan jangan melanggar aturan yang aku buat, jika kamu tidak ingin membuat seluruh keluargamu terluka dan malu," jawab Mery.
"Bagaimana? Apa ada yang ingin kamu tambahkan?" tanya Mery.
"Tidak, semua terserah kamu saja. Aku sadar bahwa kamu melewati masa-masa sulit ini karena kesalahanku, jadi lakukan saja yang menurutmu nyaman, aku akan menuruti semuanya dan mencoba melakukan yang terbaik," ucap Arya.
Arya kemudian meletakkan ponselnya lagi di atas nakas, lalu segera pergi ke kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments