#03
Perceraian berlangsung cepat, karena mereka menikah di London, dan mengurus perceraian pun di sana.
Hari ini hari bahagia Agnes, sekaligus menjadi hari perceraian mereka.
Leon berharap agar Agnes merubah pikirannya, jadi pria itu diam dan menunggu, namun, angannya tak sesuai kenyataan, dan Agnes justru pilih mengakhiri hubungan mereka begitu saja.
“Selamat tinggal, semoga kamu bahagia dengan pilihan hidupmu.”
Agnes mengangguk, ujung perpisahan yang pahit, menyisakan selaksa luka tak kasat mata di hati keduanya. Namun, Agnes tak ingin terlihat bersedih, sebaliknya ia menampilkan senyum yang sedikit dipaksakan.
“Kamu juga, semoga segera bertemu jodohmu yang sesungguhnya. Wanita yang benar-benar mengerti dan memahami keinginan hatimu.”
Dengan rasa berat, Leon melepaskan genggaman tangan Agnes, karena wanita itu menarik tangannya, seolah tak ingin berlama-lama di momen terakhir mereka.
“Boleh aku memelukmu?”
Agnes mengangguk, dan Leon tak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Hingga ia memeluk sang mantan istri dengan erat, bahkan terlalu erat.
Susah payah Agnes menahan air matanya, ia adalah wanita yang tak ingin terlihat rapuh, sejak sang papa meninggalkan dirinya dan sang mama. Agnes telah melatih dirinya menjadi sosok rumput liar yang tegar dan tahan di segala cuaca. Termasuk cuaca sedih ekstrim seperti saat ini.
“Aku ikut bersedih untuk kalian.”
Sebuah suara membuyarkan momen tersebut, sekilas Agnes menunduk, mengusap air di kedua sudut matanya. “Kamu sudah dijemput,” pungkas Agnes getir.
Sejak awal mula hubungan mereka di mulai, Debby adalah satu-satunya wanita yang menjadi pusat kecemburuan Agnes, namun, Leon selalu mengatakan bahwa dirinya dan Debby hanya berteman akrab, tidak lebih.
“Kami bisa mengantarkan ke tujuanmu.”
Debby menawarkan, wajahnya dibuat pura-pura berduka. Padahal dalam hatinya tengah berpesta pora.
“Ikutlah, dengan kami, kita searah. Aku meminta Debby menjemput, karena semalam aku tak tidur.”
“Aku tak langsung kembali ke apartemen, karena aku ada perlu membeli beberapa koper baru untuk pulang ke Indonesia.”
Nyes!
Mendengar ucapan Agnes, hati Leon seperti baru saja dipasang plat besi yang masih berpijar. Agnes kembali ke Indonesia, seorang diri. Padahal dulu ketika meminta izin menikah pada Mama Wina, Leon berjanji akan menjaga dan mengantar kepergian Agnes kemanapun.
“Kamu— kenapa buru-buru pulang?” tanya Leon.
Agnes tersenyum getir, “Tak ada yang bisa kulakukan di sini, tapi aku bisa memulai kembali hidupku di Indonesia. Pergilah kalian, aku juga harus bergegas.”
“Oh, iya, satu lagi, aku sedang mengusahakan minggu ini terbang ke Indonesia, jadi tolong beri aku waktu mengemasi semua barang-barangku dulu.”
“Tapi—”
Leon hendak melanjutkan kalimatnya, ada banyak hal yang masih ingin ia katakan, namun, Agnes buru-buru menyudahinya. Wanita itu berbalik badan dan pergi ke arah berlawanan dengan arah yang akan Leon tuju.
“Ayo, Dokter Dante mencarimu.”
Debby menyeret lengan Leon, dan dengan terpaksa Leon mengikuti langkah Debby, beberapa kali pria itu menoleh ke arah Agnes, berharap wanita itu pun melakukan hal serupa. Leon bahkan bersumpah akan langsung berlari mendatangi mantan istrinya saat ini juga, jika Agnes menoleh kepadanya.
Sayang Sekali, karena hingga mobil yang Debby kemudikan melaju perlahan, Leon hanya bisa menyaksikan punggung Agnes yang semakin menjauh dari pandangannya.
•••
Tepat seminggu kemudian, Agnes sudah tiba di Jakarta. Wanita itu segera melanjutkan perjalanan ke Cirebon dengan transportasi umum yang tersedia di Bandara Soekarno-Hatta.
Tapi, pemandangan mengejutkan membuatnya nyaris mati berdiri, Agnes berlari kencang melupakan barang-barangnya, karena toko kue kecil milik mamanya kini habis dilalap kobaran api.
“Mama! Mama!” jerit Agnes. Namun, petugas damkar bisa menghalaunya, hingga Agnes tak nekat masuk ke dalam kobaran api.
“Lepaskan! Aku harus menyelamatkan Mamaku!”
“Tenang! Tenang, Nona!”
Petugas damkar berusaha Menenangkannya. “Ibu Anda sudah di bawa ambulance ke rumah sakit.’
“Bagaimana kondisinya?”
“Beliau mengalami luka bakar cukup parah, karena posisi sedang di dapur, dan kami menduga api bersumber dari sana.”
Air mata Agnes luruh seketika, “A-Apa, Pak?”
“Dua karyawan yang membantu beliau, juga mengalami kondisi serupa.”
Hati Agnes mencelos seketika, ia bingung, sesaat tak tahu harus melakukan apa.
“Agnes?” sapa Pak Rifky salah seorang tetangga yang Agnes kenal cukup baik.
“Om—”
“Tadi Ambulance membawa mamamu ke rumah sakit, sekarang Om mau ke sana? Kamu mau ikut?” tawarnya.
“Mau, Om!” jawab Leony tanpa pikir panjang.
“Ayo, kemasi dulu kopermu.”
Ketika Agnes berbalik, tanpa sengaja ia melihat seseorang yang sepertinya tidak asing, namun, Agnes berusaha mengusir pikiran buruknya, dan lagi setelah di lihat kembali, orang itu sudah hilang.
•••
“300 juta?”
“Iya, Nona. Itu untuk estimasi biaya satu minggu perawatan 3 orang pasien, termasuk kamar dan lain-lain,” jawab petugas administrasi.
Tangan Agnes gemetar, bukan karena takut uangnya habis, tapi karena jumlah uangnya tak sampai sebanyak itu. Lalu kemana ia akan mencari sisanya?
“Kenapa?” tanya Om Rifky yang melihat wajah Agnes pucat pasi.
Karena tak mendapat jawaban, Om Rifky pun menyambar kertas tagihan rumah sakit dari tangan Agnes.
“Biar Om yang bayar,” kata Om Rifky dengan keluasan hatinya.
“Tapi, Om. Bagaimana bila keluarga Om melarang?”
“Aku sudah lama hidup sendiri, Istriku meninggal 5 tahun lalu, dan kami tak pernah memiliki anak.”
Om Rifky mencoba meyakinkan Leony, “Baiklah, tapi aku menganggap ini hutang, meskipun mencicil, tapi aku yakin bisa mengembalikan uang Anda.”
“Iya, kamu punya waktu banyak bila memang berniat melunasinya secara perlahan.”
Pikiran Agnes begitu kalut, pada siapa lagi ia akan meminjam biaya pengobatan? Pada papanya? Sudah pasti uang itu tak akan didapat dengan mudah. Yang ada ia harus bersitegang dengan istri papanya.
Leon.
Akhirnya Agnes ingat bahwa mungkin pria itu mau berbaik hati meminjamkan uang pada mantan istrinya.
Tanpa pikir panjang, dan menghiraukan perbedaan waktu, Agnes segera menghubungi Leon. Namun, entah kebetulan, atau nasib buruk, setiap kali menghubungi Leon, Debby sedang berada di dekat ponsel pria itu.
Leon masih di kamar mandi, jadi pria itu meninggalkan ponselnya di ruangan para dokter.
“Mau apa lagi, dia? Mengganggu saja,” gerutu Debby sinis. Dan dengan santai mereject panggilan dari mantan istri Leon tersebut.
Bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali. Karena Leon tak kunjung datang, maka Debby pun mengangkat panggilan tersebut.
“Halo.”
“Maaf, apa ini ponsel Dokter Leon?”
“Agnes?”
Debby pura-pura bertanya.
“D-Debby?” tanya Agnes dengan suara bergetar.
Sebagai mantan istri, Agnes tentu tahu kebiasaan Leon sejak dulu. Pria itu tak suka, bahkan bisa marah besar jika ada orang lain yang menyentuh ponselnya. Benda tersebut seperti sebuah jimat, karena Leon pernah kecanduan gadget ketika masih anak-anak.
Tapi kini, Debby menyentuh, bahkan lancang mengangkat panggilan. Apakah— ah, itu bukan urusan Agnes lagi. Terserah Leon. “Kemana Leon?”
“Leon sedang keluar sebentar, ada sedikit urusan.”
Agnes tersenyum getir, “Tapi—”
“Oh, ponsel ini. Aku tahu betapa posesifnya Leon pada ponsel pribadinya. tapi sedekat inilah hubungan kami, hingga ia sangat mempercayaiku.”
Degh!
Namun, Agnes tahu, itu bukan urusannya lagi.
“Dengar, ya, karena sekarang kamu sudah menjadi mantannya Leon. Jauhi dia! karena kini adalah kesempatanku untuk mendekatinya. Sebelumnya aku sudah memberimu kesempatan, tapi kamu dengan bodohnya memberikan pilihan sulit padanya. Ditambah lagi, Leon sangat menyukai anak-anak.”
Bukan perkara cinta, tapi Agnes kecewa pada sikap Leon yang tega membuka aib penyebab mereka berpisah. Agnes jelas tak terima, walau mengakui bahwa prinsip dan keinginannya lah yang menjadi penyebab perpisahan mereka.
Agnes pun mematikan panggilan tanpa kata apa-apa lagi. Sekarang, semuanya sudah benar-benar berakhir, antara ia dan Leon tak akan pernah ada ikatan apa-apa lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Patrick Khan
hemmmz enak kan lak ngne agnes.. pelakor datang dengan suka cita😂😂😂wes ojo nangis agnes.. deby gercep kan
. entah dengan leon
2025-10-22
  0
Uba Muhammad Al-varo
selalu semangat dan sabar iya ya Leony apa pun yang terjadi hadapi lah dengan baik semoga ada hikmahnya dibalik semua kejadian ini.
2025-10-23
  0
Siti Ariani
jin dasim bentuk manusia lebih menyeramkan ternyata 🙀
2025-10-26
  0