Susana sore hari di mall begitu ramai. Banyak pengunjung yang berdatangan untuk berbelanja atau sekedar jalan-jalan. Asila membawa dua buah hatinya untuk berbelanja, di situ si kembar nampak begitu senang, meskipun kedatangannya hanya untuk membeli kebutuhan di dapur.
"Kalian nggak boleh jauh-jauh dari mommy ya? Ikuti mommy terus," peringat Asila dengan mengambil sebuah troli yang disiapkan untuk pengunjung.
Asila menuju tempat sayur sayuran segar, karena tujuan utamanya untuk membeli sayuran beserta daging ayam yang diinginkan oleh anak-anaknya. Sebenarnya ia sangat kasihan kepada anak-anaknya, setiap diajak belanja pandangan mata mereka tertuju pada toko mainan. Tidak banyak mereka memiliki mainan, tapi mau bagaimana lagi, kehidupannya serba pas-pasan, cukup buat makan sehari-hari saja sudah Alhamdulillah.
"Mommy, aku ingin makan kue. Mommy punya uang nggak, buat beli kue," celetuk Sheila.
"Mau kue? Oke, nanti setelah selesai belanja mommy beliin kue. Tunggu sebentar ya? Mommy mau selesain belanja dulu, nanti keburu malam."
Hasil dari berjualan kue kering tak seberapa, tapi ia tetap mensyukurinya. Setidaknya ia tak sampai menghutang sana sini untuk memenuhi kebutuhannya.
Tatapan Sheila tertuju pada sebuah cafe, di sana ada beberapa orang yang tengah berpesta. Gadis kecil yang masih polos itu langsung berlari menuju cafe tersebut, melupakan peringatan ibunya.
"Mereka sedang apa? Kayak acara ulang tahun," gumamnya lirih. Tatapan gadis itu tertuju pada sebuah meja yang dikelilingi oleh beberapa orang. Di atas meja terdapat kue ulang tahun. Seumur-umur ia bahkan belum pernah merasakan perayaan ulang tahunnya.
"Anak kecil, apa kau bagian dari mereka?"
Seorang wanita muda yang diyakini sebagai pelayan cafe menegurnya. Gadis itu hanya memastikan apakah anak kecil itu bagian dari keluarga yang tengah merayakan ulang tahun di cafe tempatnya bekerja.
Salah satu pria dewasa yang duduk bersebelahan dengan wanita tua langsung memberikan teguran padanya.
"Siapa anak ini? Kenapa dia datang kemari? Pasti mau minta-minta! Biasa, orang jaman sekarang anak kecil sudah diajari minta-minta! Mau jadi apa masa depannya kelak!"
Wanita tua yang duduk di sebelahnya langsung menegur. "Kamu ini selalu saja beranggapan buruk pada orang lain. Pantas saja kamu sulit dapat jodoh. Dia hanya anak kecil yang polos, jangan beranggapan buruk padanya!"
"Kau itu benar-benar keterlaluan bang! Setiap ketemu orang asing langsung kau anggap pengemis. Jangan mentang-mentang kau punya segalanya bisa menjudge buruk orang lain. Anak sekecil ini tahu apa? Lihatlah, tatapannya begitu polos."
Adik pria itu juga ikut-ikutan menegur. Ia merasa kasian, karena sikap abangnya anak kecil tak tahu apa-apa menjadi sasarannya.
"Eh... Coba lihat deh, kalau dilihat-lihat mukanya kok mirip sama kamu sih? Ini mah fersi kecil kamu, sayangnya dia cewek, kalau cowok udah plek ketiplek seperti duplikatmu."
Beberapa orang yang ada di situ langsung menoleh pada Sheila. Di situ Sheila mulai tak nyaman ditatap banyak orang.
"Oh... Iya benar, ini mah mirip kamu fersi cewek. Atau jangan-jangan dia anakmu?"
Deg,, pria bernama Edgar itu membantah. "Jangan sembarangan menuduh kalian! Mana mungkin aku punya anak? Nikah aja belum!"
"Emang bener kamu belum menikah. Tapi kan nggak tahu juga kalau kamu pernah celup sana celup sini. Orang berduit kalaupun nggak nikah udah pasti beli!"
Pria itu melayangkan pukulan cukup keras pada adik lelakinya. Ia paling tak suka diledek terlalu berlebihan.
"Sekali lagi ngomong kayak gitu, aku pastikan kau pulang tak bergigi lagi," ancamnya.
"Sudah-sudah! Jangan berisik. Aku ingin berikan sepotong kue untuknya."
Edgar tercengang dan langsung menegur ibunya. "Mama ini apa-apaan sih! Belum juga dipotong kok udah mau ngasih dia! Ini acara Mama, jangan dirusak gini gara-gara anak ingusan itu!"
"Diam kau!" Wanita bernama Diah itu langsung membentak dan memelototinya. "Mama paling nggak suka sama orang arogan sepertimu! Mama nggak habis pikir sama kamu, kenapa kamu begitu membenci anak kecil? Padahal dulu kamu juga pernah sekecil dia!"
Diam memotong kue tart yang belum didoakan, baginya bisa berbagi dengan anak kecil itu suatu anugerah yang besar.
"Sayang, kamu mau kue?" tanya Diah berjalan mendekatinya sembari membawa sepotong kue.
"Emangnya boleh?" tanya gadis kecil itu dengan binar matanya terang.
Diah terkekeh. "Tentu saja boleh. Kalau boleh tahu nama kamu siapa?"
Diah berbasa-basi dengan menyerahkan kue di tangannya. Dia begitu tertarik ingin mengenalinya lebih jauh lagi.
"Namaku Sheila nenek."
"Wah.... Nama yang cantik, persis seperti orangnya. Kamu datang ke sini dengan siapa? Di mana orang tuamu?"
Sheila terkejut, ia sampai lupa di mana keberadaan ibu dan kembarannya. Dia menoleh ke belakang namun tak mendapati keberadaan mereka.
"Mommy mana? Mommy ku hilang?"
"Ya ampun sayang! Kamu kok bisa lepas dari ibumu? Bagaimana nenek bisa membantumu?"
Gadis itu langsung menangis. Ia senang mendapatkan kue yang diinginkan, tapi ia harus terpisah dari ibunya. Bagaimana ia bisa menemukan ibunya sedangkan di mall begitu ramai.
"Nenek, mommy ku hilang? Aku mau ketemu mommy."
Diah ikut sedih, sedangkan ia tak tahu siapa orang tua dari gadis kecil itu.
"Edgar! Ayo cepat lakukan sesuatu! Tolong bantu cari di mana ibunya berada!"
Pria itu berdecak. "Ck, menjengkelkan! Bikin masalah mulu! Udah biarin aja, lagian dia bukan keluarga kita."
"Kau itu benar-benar dia nggak punya hati nurani! Seandainya hal ini terjadi pada anak-anakmu kelak, apa yang harus kau lakukan? Apa kau akan tetap diam saja dan tidak ada niatan untuk mencarinya? Jangan banyak alasan, cepat bantu dia agar bisa bertemu dengan ibunya kembali! Aku yakin sekali ibunya pasti sedang kebingungan mencarinya."
Dengan menarik nafasnya Edgar terpaksa beranjak dari tempat duduknya. Dia tanpa basa-basi langsung menuju stand siaran untuk melaporkan anak yang terlepas dari orang tuanya.
Di tempat yang sama, Asila kebingungan saat menoleh tak mendapati keberadaan anak perempuannya. Dia langsung panik, bahkan di situ anak laki-lakinya juga tak mengetahui ke mana kembarannya pergi.
"Sheila! Di mana adikmu Lan! Bukannya tadi dia ada bersamamu?"
Anak laki-laki itu menggeleng. "Enggak tahu mom, aku nggak lihat dia pergi. Bukannya tadi dia minta dibeliin kue? Aku juga nggak fokus menjaganya. Aku pikir dia masih ada di sini."
Asila nampak begitu gelisah. Dia kebingungan harus mencari ke mana putrinya yang tiba-tiba menghilang. Ia menatap ke segala arah, berharap gadis kecilnya segera ditemukan.
"Ya Tuhan..., kemana perginya anakku? Bagaimana ini? Aku harus mencarinya ke mana? Sheila..., di mana kamu nak?"
Tangan satunya ia gunakan untuk memegang troli, sedangkan satunya lagi ia gunakan untuk menggandeng anak laki-lakinya yang tersisa.
Tak lama dari itu tiba-tiba terdengar siaran. Ia berhenti sejenak dan mendengarkannya dengan baik.
"Mohon perhatian..., bagi orang tua yang merasa kehilangan anaknya diharap segera menuju stand siaran, sekali lagi, bagi orang tua yang merasa kehilangan anaknya dimohon untuk segera menuju stand siaran, sekian pemberitahuan kami, terimakasih."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments