Enam tahun telah berlalu Asila pergi meninggalkan semua orang terdekatnya. Dia meninggalkan orang tua tanpa pamit dan itu menjadi pukulan terberat buat keluarganya. Wijaya sang Ayah sangat menyesal karena sudah memberinya kebebasan. Andai saja dia tak memberinya kepercayaan mungkin anak bungsunya itu tidak akan minggat.
"Pa, aku dapat kabar mengenai keberadaan Sila," celetuk Teddy kakak laki-lakinya.
"Di mana dia sekarang?" Wijaya sangat berharap bisa bertemu dan berkumpul kembali, karena biar bagaimanapun Asila anak perempuan satu-satunya.
"Menurut temanku dia tinggal di sebuah apartemen di luar daerah. Tapi temanku bilang dia tidak sendirian, melainkan bersama dengan anak kecil."
Wijaya menautkan alisnya sembari menggumam, 'anak kecil? Apa jangan-jangan dia sudah menikah? Tapi aku ini Ayahnya! Dia butuh wali buat nikah. Sembarangan aja! Apa mungkin dia bekerja sebagai baby sitter? Masa iya bekerja selama enam tahun meninggalkan orang tua tanpa berpikir untuk pulang! Mamanya sampai sakit mikirin dia."
Dania, sang ibu sampai jatuh sakit hanya karena memikirkannya. Ibu mana yang bisa iklas ditinggal pergi oleh anaknya tanpa pamit. Entah apa yang sudah terjadi pada putrinya hingga dia menghilang tanpa jejak. Mungkinkah selama ini putrinya menyembunyikan sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh orang lain?
"Siapkan mobil, ayo kita cari dia sampai ketemu! Minta alamat pada temanmu! Kita harus segera bertindak, jangan sampai dia kabur lebih jauh lagi."
Teddy mengangguk. "Baik Pa, akan dihubungi temanku dulu."
***
Di tempat lain dua bocah kembar berusia kurang lebih sekitar lima tahunan sedang bermain di dalam apartemennya. Mereka begitu aktif sampai-sampai sang ibu dibuat kewalahan.
"Aduh kalian ini! Kalau habis main ditata lagi mainannya! Jangan diberantakin kayak gini! Mommy capek bersihinnya. Memangnya kalian nggak kasihan sama mommy?"
Keduanya menjawab. "Iya nanti kita bersihin! Tenang aja! Mendingan mommy lanjut buat makanan deh, kami udah laper!"
Sheila dan Dylan adalah bocah kembar yang memiliki kemampuan lebih. Diusianya yang masih dini sudah bisa menguasai komputer. Asila sendiri terheran-heran, siapa yang ditirunya? Padahal ia tak pernah mengajarinya bermain komputer, bahkan IQ nya bisa dikatakan sangat minim.
"Makanan sudah siap, tapi sebelum makan kalian harus rapikan dulu mainannya, ditaruh di tempat asalnya!"
Tidak mudah baginya merawat dua bocah sekaligus, namun ia jalani dengan penuh semangat. Dulu sempat drop saat tahu tentang kehamilannya, dan ia berniat untuk menggugurkannya, tapi alih-alih sang dokter menyarankan untuk dipertahankan, karena pilihannya tak mudah, mungkin setelah digugurkan ia akan sulit untuk bisa hamil kembali.
"Kalau makan dulu setelah itu dirapikan gimana?" tanya Sheila protes.
Asila menggeleng. "Tidak bisa! Selama kalian nggak mau rapikan, jatah makan pun tak ada. Kalian pilih mana? Makan atau main?"
Kedua anak itu menggembungkan pipinya. Dua pilihan yang tak tepat. Sebenarnya mereka masih belum puas bermain-main, tapi di sisi lain jika tak nurut maka akan kehilangan jatah makan. Dengan terpaksa mereka menuruti keinginan ibunya. "Baiklah, kita bersihkan sekarang, tapi mommy juga harus siapkan makanannya."
Bukannya tak sayang anak, Asila hanya ingin mengajarkan kedisiplinan terhadap anak-anaknya agar mereka bisa patuh dan mau belajar untuk hidup teratur.
Setelah selesai merapikan mainannya mereka menuju ruang makan di mana Asila tengah menyiapkan di piring mereka masing-masing. Hari itu ia membuat omlet karena persediaan sayuran sudah habis. Sudah waktunya belanja mingguan, ia berniat setelah itu mengajak anak-anaknya pergi berbelanja ke mall yang tidak seberapa jauh dari tempat tinggalnya.
"Omlet lagi! Omlet lagi! Kok tiap hari makan sama omlet. Apa mommy nggak bisa masak menu lain? Ayam bakar kek, atau bebek goreng. Masa tiap hari dikasih makan sama telur," protes Sheila dengan menggerutu.
Dylan langsung memelototi dan menegurnya. "Kau itu jadi cewek bawel banget! Masih mending kita makan sama omlet, daripada makan sama garam doang? Mommy itu bukannya nggak bisa masak menu lain, tapi mommy nggak punya banyak uang buat masakin kita yang enak-enak. Mommy selama ini cari uang sendirian buat kasih makan kita, apa kamu pikir mommy seneng hidup seperti ini? Jadi orang itu harus pandai bersyukur, apapun yang kita dapatkan wajib untuk disyukuri."
Asila terharu mendengar ocehan anak laki-lakinya. Diusianya yang masih dini sudah bisa berpikir seperti orang dewasa. Meskipun mereka agak menjengkelkan tapi keberadaan mereka membuatnya memiliki semangat hidup. Setelah memutuskan untuk meninggalkan keluarga, hanyalah mereka yang ia punya.
"Sayang, maafin mommy ya, mommy belum bisa buat kalian bahagia, tapi mommy bakalan berjuang agar kalian bisa hidup sehat. Doakan mommy agar mendapatkan pekerjaan yang lebih layak ya? Biar nanti kalian bisa menikmati makanan yang enak."
Sheila mencebikkan bibirnya sedih. Ia menyesal sudah membuat ibunya sedih. Seharusnya ia tidak protes mengenai omlet buatan ibunya. Seharusnya ia lebih memahami apa yang tengah ibunya rasakan.
Sejauh ini mereka tidak pernah mengenal sosok Ayah, tapi mereka tidak banyak protes dan ingin tahu di mana ayahnya saat ini, tapi di luar sana teman-temannya suka meledek, menganggapnya anak haram yang dilahirkan tanpa adanya pernikahan. Asila cukup sedih melihat anak-anaknya tumbuh tanpa seseorang yang seharusnya bisa melindungi mereka, namun apalah dikata, kejadian di masa lalu tak membuatnya ingin mengenal sosok Ayah kandung mereka.
"Mommy, maafin aku ya? Aku udah buat mommy sedih. Omlet buatan mommy enak kok, aku menyukainya, hanya saja aku terlalu menginginkan menu lain. Maafkan aku ya mom, aku nggak bakalan protes lagi."
Asila beranjak dan memeluk putri kecilnya. Ia menumpahkan air matanya dengan hati yang sedih. Sungguh ia tak menginginkan kehidupan seperti ini, tapi takdir tak bisa ditolaknya. Mungkin ia masih bisa kembali pada orang tuanya, tapi bagaimana dengan kedua anaknya? Keluarganya tak pernah tahu kalau ia tidak lagi sendiri. Keluarganya juga tidak pernah tahu mengenai kejadian yang menimpanya hingga membuatnya hamil dan melahirkan bayi kembar. Ia tak ingin menyulitkan siapapun, apa yang dilakukannya di masa lalu harus ia tanggung sendiri akibatnya.
"Sayang, kamu nggak salah protes sama mommy, tapi memang mommy nggak punya banyak uang untuk membeli daging ayam kesukaan kalian. Mommy ada sisa uang penjualan kue, nanti kita pakai buat beli sayur dan juga daging ya?"
Gadis kecil itu mengangguk disertai dengan senyuman kecil. Dia masih belum begitu memahami perekonomian ibunya, yang ia tahu sudah membuat ibunya bersedih.
"Yaudah, ayo lekas habiskan makanannya, setelah ini ikut mommy ke mall, kita belanja kebutuhan pokok. Sekarang Mommy mau siap-siap dulu, kalian lekas habiskan makanannya."
Asila beranjak menuju kamarnya untuk bersiap-siap, dua bocah itu segera menghabiskan sisa makanannya sembari berunding.
"Kita tidak boleh diam saja. Kita harus melakukan sesuatu buat mommy. Jangan biarkan mommy menderita sendirian."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
tia
dobel up thor
2025-10-15
0