Pintu ruang kerja terayun terbuka dengan suara berderit. Jose berdiri di ambang pintu, matanya yang tajam langsung tertuju pada Megan yang membeku di depan layar laptop. Cahaya monitor memantul di wajahnya yang pucat, dan bayangan foto Jose yang mencium Wina tercetak jelas di retinanya.
Hanya sepersekian detik keheningan yang mematikan. Kemudian, Jose melihat ke arah keyboard. Jari-jari Megan menempel di bilah space, tepat di bawah kalimat yang baru saja ia baca: *“Dia sudah melihat nama kontaknya. Waktunya bergerak maju, Sayang. Malam ini.”*
Kemarahan Jose meledak, jauh lebih hebat daripada yang Megan saksikan semalam. Tidak ada lagi kepura-puraan lelah atau manipulasi emosional.
“Kau melanggar privasiku!” raung Jose, langkahnya cepat dan berat. Ia menerjang meja, menyambar laptop itu, dan membantingnya hingga tertutup. “Berani-beraninya kau menggeledah barang-barang pribadiku, Megan!”
Megan bangkit, rasa takutnya kini sepenuhnya digantikan oleh kemarahan yang membara. Ia telah melihat buktinya. Tidak ada lagi ruang untuk keraguan.
“Kau berani-beraninya berbohong padaku, Jose!” balas Megan, suaranya parau namun tegas. “Kau bilang kau bekerja, tapi kau bersenang-senang dengannya di kantormu, di sofa yang kubelikan! Di malam ulang tahun pernikahan kita!”
“Dan apa yang akan kau lakukan? Mengancamku?” Jose tertawa sinis, tawa yang menusuk tulang. “Semua yang kau lihat hanyalah alasan. Kau hanya mencari pembenaran untuk menjadi istri yang paranoid, yang tidak bisa bersyukur atas kemewahan yang kuberikan!”
“Kemewahan yang kau dapat dari kebohongan?” Megan melangkah maju, dadanya naik turun menahan isak tangis yang tertunda. “Apa maksud dari ‘Rencana B’, Jose? Apa yang kau dan Wina rencanakan? Menceraikanku dan mengambil semua hartaku?”
Mendengar kata ‘Rencana B’, wajah Jose menegang sepenuhnya. Permainan berakhir. Ia tidak perlu lagi berakting.
“Kau ingin tahu Rencana B?” Jose menyeringai dingin. “Rencana B adalah untuk menyingkirkanmu, Megan. Kau terlalu menjadi penghalang. Kau terlalu membosankan. Wina jauh lebih ambisius dan tahu bagaimana mendukung karierku, bukan hanya menjadi beban yang menangis di rumah.”
“Aku… aku beban?” bisik Megan, terluka oleh kekejaman kata-kata itu.
“Ya, kau beban,” jawab Jose tanpa emosi. “Dan Rencana B adalah memastikan kau pergi tanpa membawa sepeser pun. Kau melihat foto itu? Bagus. Karena itu adalah bukti terakhir yang akan kau lihat sebagai Nyonya Jose.”
Tiba-tiba, bel pintu apartemen mewah mereka berbunyi, terdengar nyaring di tengah ketegangan yang mencekik. Jose tersenyum licik, menoleh ke pintu.
“Lihat, Nyonya Paranoid,” kata Jose, mengayunkan tangannya dengan gestur dramatis. “Wina sangat efisien. Dia datang tepat waktu untuk menyelesaikan urusan ini.”
Jose membuka pintu. Di sana berdiri Wina, mengenakan gaun sutra yang elegan, dengan senyum yang tidak menyembunyikan kebanggaan dan kemenangan. Kontras antara Wina yang bersinar dan Megan yang kacau di tengah ruangan sangat menyakitkan.
Wina melangkah masuk, mengabaikan Megan seolah ia adalah perabot. Ia memeluk Jose dan mencium pipinya dengan mesra.
“Kau melakukannya dengan baik, Sayang,” kata Wina, suaranya manis namun dipenuhi racun. Ia menoleh ke arah Megan, matanya berkilat penuh dendam. “Selamat pagi, Megan. Aku harap kau tidur nyenyak setelah semua 'drama' yang kau ciptakan.”
“Drama yang kalian ciptakan!” bentak Megan. “Kau! Kau berpura-pura menjadi teman, padahal kau adalah ular yang tidur dengan suamiku!”
Wina tertawa kecil, tawa yang dibuat-buat polos. “Oh, sayang, kau harus berhati-hati dengan kata-katamu. Aku datang ke sini dengan niat baik. Jose bilang kau sangat depresi dan mungkin butuh bantuan profesional. Tapi sebelum itu, aku ingin mengobrol sebentar dari hati ke hati, seperti yang kita janjikan.”
Megan mengingat kembali Bab 7 dari outline: Wina mengajak Megan bertemu untuk 'berdamai' dan 'mengobrol dari hati ke hati'. Di deretan file dan list rencana Jose dan Wina di laptop Jose tadi. Ini adalah jebakan itu? Rencana B? atau rencana yang lain. Hati Megan bergetar....
“Aku tidak mau bicara denganmu!” Megan mundur, nalurinya berteriak bahaya.
“Oh, kau harus mau,” Jose mencengkeram lengan Megan dengan kuat, menariknya kembali ke tengah ruangan. Kekuatan Jose kini terasa brutal, jauh dari sentuhan suaminya yang lembut.
“Lepaskan aku, Jose!” Megan berjuang, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman tangannya.
“Cukup, Jose,” Wina mendekat, membawa nampan kecil perak yang berisi dua gelas kristal berisi cairan berwarna kuning keemasan. “Jangan kasar pada mantan istrimu. Bagaimanapun, kita perlu berpamitan dengan baik - baik padanya, bukan?”
Wina menyodorkan salah satu gelas itu kepada Megan. “Ini adalah anggur putih kesukaanmu, dari gudang Jose. Minumlah. Ini akan membuatmu rileks. Percayalah, Megan, setelah ini semua akan lebih mudah.”
Megan menatap gelas itu, lalu ke mata Wina. Wina memancarkan aura kegembiraan yang mengerikan, seolah ia sedang menikmati setiap detik kehancuran Megan.
“Kau meracuniku?” tuduh Megan, suaranya bergetar.
“Racun? Tentu saja tidak, Sayang,” Wina tersenyum. “Hanya sedikit obat penenang. Kau terlalu emosional. Kita harus memastikan kau tenang dan kooperatif saat menandatangani dokumen perceraian nanti.”
Jose menarik Megan lebih dekat, membuat wajah mereka hanya berjarak beberapa inci.
“Minum itu, Megan. Atau aku akan memaksamu. Kita tidak punya waktu untuk drama ini. Malam ini, kau akan bertemu dengan seseorang yang bisa membantumu melupakan kami, selamanya.”
Rasa jijik memenuhi Megan. Ia menatap Wina, lalu ke Jose. Ia menyadari sepenuhnya: mereka tidak hanya menginginkan perceraian; mereka merencanakan sesuatu yang lebih gelap dan jahat.
Megan menolak minum. Ia mendorong gelas itu hingga tumpah ke lantai marmer.
Cahaya keemasan anggur itu menyebar, menciptakan noda basah yang mengkilap.
Wajah Jose yang tadinya tenang berubah merah padam. “Cukup! Kau yang memintanya!”
Jose menjatuhkan Megan ke lantai. Sebelum Megan sempat bereaksi, Jose memegang kedua pergelangan tangannya kuat-kuat, sementara Wina dengan cepat membuka tas mewahnya dan mengeluarkan sebuah suntikan kecil, steril, yang berisi cairan bening.
“Jangan melawan, Megan,” desis Wina, matanya dipenuhi nafsu kekejaman. “Ini untuk kebaikanmu. Kau akan tidur sebentar, dan ketika kau bangun, hidupmu akan menjadi milik orang lain.”
Megan menjerit, namun suaranya teredam oleh tangan Jose yang membekap mulutnya.
Ia menendang dan berjuang dengan seluruh kekuatannya, tapi Jose terlalu kuat. Ia merasakan tusukan tajam di lehernya. Cairan dingin itu segera menyebar, membuat kepalanya terasa berputar.
Penglihatan Megan mulai kabur. Wajah Jose dan Wina berubah menjadi kabut. Mereka berbisik, tetapi Megan tidak bisa lagi memproses kata-kata mereka. Ia hanya merasakan dua pasang tangan mengangkatnya dari lantai, menyeret tubuhnya yang kini lemas dan tak berdaya.
Samar-samar, ia mendengar Wina berbicara dengan seseorang di telepon, suaranya riang gembira.
“Ya, ini dia. Barangnya sudah siap. Dia sangat cantik, persis seperti yang kau minta. Malam ini, di The Sovereign, VIP lantai atas. Pastikan dia mendapatkan penawaran yang pantas. Kami ingin memastikan dia tidak akan pernah kembali.”
Kata-kata 'The Sovereign' dan 'VIP lantai atas' adalah hal terakhir yang terdaftar dalam kesadaran Megan sebelum kegelapan total menelannya, menjatuhkannya ke dalam malam takdir yang akan mengubah segalanya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments