Bab 2 Dalih perselingkuhan, Rencana B?

Napas Megan tercekat di dada. Rasa cemas dan kekecewaan yang ia rasakan sepanjang malam tiba-tiba berubah menjadi kepastian yang dingin dan mematikan. Piring mahal, anggur mewah, pemandangan kota—semuanya terasa runtuh, hanya menyisakan kebohongan pahit yang baru saja terungkap.

Jose menatap Megan, wajahnya pucat. Ia tahu Megan melihatnya.

“Itu…” Jose tergagap, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. “Itu salah ketik. Maksudku, itu kontak klien baru bernama Wina, dan aku…”

“Kau tidak perlu berbohong lagi, Jose,” bisik Megan, merasakan dunianya hancur berkeping-keping. “Kotak Pandora sudah terbuka.”

Jose segera bangkit dari kursinya, tangannya refleks menyembunyikan ponsel di balik punggungnya. Ekspresi paniknya berubah menjadi kemarahan yang dibuat-buat, taktik lama yang ia gunakan untuk mengalihkan perhatian.

“Berhenti bertingkah gila, Megan!” bentaknya, suaranya menggelegar di ruang makan yang sunyi. “Aku sudah bilang, itu klien! Kau tidak percaya padaku? Setelah semua yang kuberikan padamu?”

Megan mundur selangkah. Kata-kata Jose yang keras menusuk telinganya, namun rasa sakit yang lebih besar datang dari pengkhianatan yang nyata. “Sejak kapan klien diberi nama ‘My Love’ dengan ikon hati merah, Jose? Jangan rendahkan aku. Aku tahu apa yang kulihat!”

“Kau tidak melihat apa-apa! Kau hanya mencari masalah!” Jose melangkah mendekat, auranya yang dominan kini terasa mengancam, bukan melindungi. “Kau terlalu sering sendirian di rumah, membiarkan pikiranmu meracuni diri sendiri. Kau jadi paranoid!”

Paranoid. Kata itu selalu menjadi senjata andalan Jose. Setiap kali Megan mempertanyakan keterlambatannya, atau saat ia bertanya mengapa Jose tidur membelakangi dirinya, Jose selalu melabelinya paranoid.

“Aku paranoid?” tanya Megan, suaranya meninggi, dipicu oleh campuran amarah dan air mata yang kini mulai mendesak keluar. “Aku paranoid karena suamiku yang dulu selalu pulang tepat waktu kini tak pernah pulang sebelum tengah malam? Aku paranoid karena suamiku yang dulu bercerita semua hal, kini menjadikan ponselnya benda yang lebih suci dari kitab suci?”

Ia menunjuk ke piring yang masih penuh. “Aku paranoid karena kita seharusnya merayakan hari jadi, tapi kau hanya fokus memuji Wina, kekasihmu di masa lalu, yang kini tiba-tiba bekerja di kantormu? Jawab aku, Jose!”

Jose terdiam sesaat, matanya mencari jalan keluar. Ia menyadari kebohongannya terlalu tipis. Ia harus membalikkan keadaan dengan cepat, sebelum Megan menuntut bukti yang tidak bisa ia berikan.

“Baik! Ya, aku akui! Aku memang bertemu Wina,” ujar Jose, mengubah taktik menjadi pengakuan sebagian. “Tapi itu profesional! Dia rekan kerja. Aku hanya menambahkan ikon itu karena dia sangat membantu, itu hanya simbol persahabatan, Megan!”

“Persahabatan berinisial ‘My Love’?” Megan menggeleng, kepalanya terasa pening. “Kau pikir aku sebodoh itu? Berikan ponselmu padaku. Sekarang. Biarkan aku membaca pesan itu. Jika memang itu hanya profesional, kau tidak akan takut.”

Wajah Jose menegang. Tuntutan Megan menghantam dinding pertahanan terkuatnya. Ia tidak bisa membiarkan Megan melihat apa yang ada di dalamnya—bukan hanya pesan mesra, tapi juga rencana jahat yang mereka susun untuk menyingkirkan Megan dari hidupnya.

“Tidak,” jawab Jose tegas, suaranya kembali dingin. “Kau tidak punya hak untuk menggeledah properti pribadiku. Ini adalah pelanggaran privasi. Apakah ini caramu menghargaiku? Dengan mengintai setiap gerak-gerikku, meragukan integritasku?”

“Integritas? Kau bicara integritas setelah apa yang kulihat?” Megan merasakan air mata panas mengalir di pipinya. “Aku hanya ingin kebenaran, Jose! Jika kau benar-benar mencintaiku, buktikan!”

Jose maju selangkah lagi, menangkup wajah Megan dengan paksa. Matanya kini dipenuhi api yang ia gunakan untuk mengintimidasi. “Aku mencintaimu! Tentu saja aku mencintaimu! Tapi aku lelah dengan tingkahmu yang kekanak-kanakan ini. Aku bekerja keras setiap hari, berjuang untuk masa depan kita, dan kau malah menuduhku berselingkuh dengan rekan kerja hanya karena ikon konyol!”

Ia melepaskan tangannya, seolah Megan adalah beban. “Pikirkan baik-baik, Megan. Jika kau terus menuduhku seperti ini, kau akan menghancurkan pernikahan kita dengan tanganmu sendiri. Aku tidak tahan dengan wanita yang paranoid dan tidak percaya pada suaminya.”

Kata-kata itu, diucapkan dengan penekanan dan otoritas, perlahan-lahan mulai merobek keyakinan Megan. Jose adalah ahli manipulasi; ia selalu berhasil membuat Megan merasa bahwa emosinya adalah masalah, bukan tindakannya.

Megan menundukkan kepala. Rasa sakit di hatinya bercampur dengan rasa bersalah yang ditanamkan Jose. Mungkinkah ia terlalu bereaksi? Mungkinkah itu hanya salah ketik, atau kesalahpahaman? Jose adalah suaminya. Jose adalah cinta pertamanya. Bagaimana mungkin ia melakukan hal sekeji ini?

Melihat Megan terdiam dan terguncang, Jose tahu ia telah menang. Ia memanfaatkan momen itu untuk melarikan diri.

“Aku lelah,” kata Jose, nadanya tiba-tiba berubah menjadi kelelahan yang dipaksakan. “Aku harus kembali ke kantor. Ada beberapa dokumen yang harus kuselesaikan, dan sekarang kepalaku sakit karena drama yang kau ciptakan ini.”

Ia berbalik, mengambil kunci mobilnya dari meja, dan melangkah menuju pintu. Megan hanya bisa menatap punggungnya yang menjauh.

“Kau pergi lagi?” bisik Megan, suaranya hampir tidak terdengar.

“Aku harus bekerja,” jawab Jose tanpa menoleh. Pintu apartemen tertutup dengan bunyi ‘klik’ yang dingin, meninggalkan Megan sendirian di tengah kemewahan yang kini terasa seperti penjara.

Megan jatuh terduduk di lantai marmer yang dingin, air matanya tumpah ruah. Ia memeluk lututnya, berusaha menahan guncangan batinnya. Ia tahu Jose berbohong. Ia yakin seratus persen, ada sesuatu antara Jose dan Wina. Namun, tanpa bukti, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain dihancurkan oleh tuduhan paranoid Jose.

Keesokan paginya, Megan terbangun dengan mata bengkak dan kepala yang berat. Keputusan sudah bulat. Ia tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian ini. Ia harus menemukan bukti nyata. Jose mungkin bisa memanipulasinya secara emosional, tetapi fakta tidak bisa dibantah.

Megan tahu Jose akan pergi ke kantor lebih awal. Ia menyelinap ke ruang kerja Jose. Ponsel Jose tidak ada—selalu dibawa. Tapi ada satu hal yang sering ia tinggalkan: laptop kantornya, yang memiliki sistem keamanan sidik jari, tetapi terkadang lupa ia kunci.

Tangan Megan gemetar saat ia menekan tombol daya. Layar menyala, meminta kata sandi. Ia mencoba tanggal pernikahan mereka, tanggal lahir Jose—semua gagal.

Frustrasi, ia hampir menyerah, tetapi matanya menangkap sesuatu di sudut layar. Di bilah menu, terdapat ikon kecil—akun email kantor Jose yang masih terbuka, terhubung ke server perusahaan.

Megan mengklik ikon itu. Jantungnya berdebar kencang. Ia tahu ini adalah pelanggaran batas yang ekstrem, tetapi ini adalah satu-satunya jalannya untuk mendapatkan kembali kewarasannya.

Saat ia membuka kotak masuk, matanya langsung tertuju pada deretan email yang dikirim dari alamat Wina. Email-email itu berlabel "Urgent Project Updates" atau "Meeting Schedule," tetapi yang paling menarik perhatiannya adalah salah satu email yang dikirim tepat pukul 23:45 malam sebelumnya.

Subjek email itu tertulis lugas dan sangat formal: “Laporan Keuangan Kuartal 3.”

Namun, di bagian bawah email, terlampir sebuah file. Bukan dokumen keuangan, melainkan foto.

Megan mengklik file itu, dan saat foto itu terbuka, napasnya terhenti. Itu adalah foto Jose, di sofa kantornya, sedang mencium Wina dengan penuh gairah. Wina memegang ponsel, seolah baru saja mengambil foto itu, dengan senyum kemenangan yang kejam.

Kejutan terbesarnya bukanlah pengkhianatan itu sendiri. Kejutan terbesarnya adalah tanggal metadata di foto itu. Foto itu diambil dua jam setelah Jose meninggalkan apartemen mereka tadi malam, berdalih harus ‘kembali bekerja’.

Megan merasakan lambungnya bergolak. Jose tidak hanya berselingkuh; ia berbohong secara brutal dan langsung pergi ke pelukan wanita itu, di malam yang seharusnya menjadi perayaan cinta mereka.

Tiba-tiba, sebuah notifikasi lain muncul di layar. Email dari Wina, baru dikirim lima menit yang lalu, langsung ke kotak masuk Jose.

Subjek: **Re: Rencana B**

Isi pesan itu sangat pendek, namun menghancurkan sisa-sisa harapan Megan:

*“Dia sudah melihat nama kontaknya. Waktunya bergerak maju, Sayang. Malam ini.”*

Megan menelan ludah. Rencana B? Malam ini? Apa yang Wina dan Jose rencanakan?

Sebelum sempat ia mencerna lebih jauh, terdengar suara pintu apartemen terbuka di ruang depan. Jose kembali.

Langkah kaki Jose terdengar mendekat dengan cepat, dan Megan tahu, ia tidak punya waktu lagi untuk menutup laptop atau menghapus jejaknya....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!