sesampainya di kamar Bima mengoceh-ngoceh sendiri sembari membuka pakaian yang mereka di tubuhnya dan membuangnya asal.
"kenapa sih orang tua gue cerewet banget, nyuruh gue nikah mulu, padahal waktu gue bawa Laras ke sini mereka seperti tidak setuju. Padahal gue sangat mencintai Laras. Lagian kenapa sih Mama bawel banget, contoh gue masih muda jadi masih banyak waktu untuk menikmati hidup. Salah gue di mana coba?." gumam Bima sembari menghempaskan tubuhnya ke atas sofa dan langsung tertidur.
Bima Pratama adalah seorang direktur di perusahaan milik keluarganya yaitu di Pratama group. Sampai saat ini posisi CEO masih dipegang oleh sang papa yaitu Amar Pratama karena Amar masih belum percaya jika melepaskan perusahaan kepada Bima. Amar takut jika ia menyerahkan perusahaan kepada Bima, dalam hitungan bulan perusahaan tersebut akan hancur.
Keesokan paginya Bima terbangun dengan kepala pusing dan terasa sakit, namun ia tak bisa terus-terusan tidur karena pasti kedua orang tuanya sudah menunggunya di bawah untuk sarapan dan berangkat ke kantor.
Dengan terpaksa Bima pun bangkit dan langsung menuju kamar mandi dan berpakaian untuk ke kantor.
"selamat pagi pa, ma." siapa Bima tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Pagi." jawab Amar dan Ratna namun dengan sikap acuh.
Bima mengabaikan semua itu dan bergegas harapan namun ketika ia akan berangkat ke kantor tiba-tiba saja ia tidak menemukan kunci mobilnya,
"ma lihat kunci mobil aku nggak?."
"mulai hari ini semua fasilitas kamu papa sita, silakan kamu menjadi gembel di jalanan sana dan jangan harap kamu akan mewarisi semua kekayaan papa dan Mama bahkan hanya sepersen. Biar kamu tahu diri jika uang yang kamu hambur-hamburkan untuk berfoya-foya setiap malam itu adalah uang papa. Jadi sebelum kamu berubah papa dan Mama tidak akan memberikan kamu fasilitas apapun. Dan kamu tenang saja kami akan memberikan kamu uang jajan setiap harinya."ucap Amar sembari memberikan satu lembar uang 50-an yang membuat Bima terkejut.
"apa??, yang bener aja ya masa uang jajan aku cuma rp50.000, terus nanti aku ke kantornya gimana. Ini mah buat beli kopi aja udah habis."
"terserah kamu, suka-suka kamu mau memakai uang itu untuk apa yang jelas mulai hari ini uang saku kamu hanya segitu."
"kok papa tega banget sih sama aku,, aku ini anak tunggal loh pa."
Amar pun memalingkan wajahnya kemudian mengangkat sebelah tangannya tanda ia tidak ingin berdebat pagi ini.
"mama, tolongin aku dong ma bicara sama papa jangan tarik fasilitas aku. Bagaimana mungkin aku bisa hidup tanpa fasilitas. Bukankah Mama tahu jika dari kecil aku sudah terbiasa dengan fasilitas mewah ini?."
"jangan dekat-dekat Mama mulut kamu bau."kaktus Ratna.
"Mama."rengek Bayu seperti anak kecil namun Ratna memilih untuk membereskan meja dan membawanya ke dapur pada sebenarnya itu adalah pekerjaan ART.
"Kamu mau nebeng sama papa atau kamu naik ojek?."ucap Amar sebelum keluar yang membuat Bima buru-buru untuk mengikuti sang papa.
"Ya ikut sama papa lah, Ya kali aku naik ojek. Mana cukup uang aku."
Amar dan Ratna sama-sama tersenyum puas melihat wajah frustasi putra mereka. Namun mereka harus melakukan itu agar ada efek jera dalam hidup Bima. Mereka juga merasa bersalah karena terlalu memanjakan Bima sedari kecil karena hanya Bima yang mereka miliki sampai saat ini. Ratna divonis untuk tidak bisa hamil lagi karena waktu mengandung Bima rahim Ratna Robert yang membuatnya harus dilakukan tindakan yang tidak dia inginkan. rahimnya harus diangkat untuk mencegah infeksi menyebar ke organ lain.
...****************...
Anisa berjalan tergesa melewati jalan kampus yang mulai lengang. Hanya satu mata kuliah yang harus ia jalani hari ini, sehingga ia bisa pulang lebih cepat. Pikiran gadis itu melayang pada rencana mencari tempat tinggal baru untuk adik-adiknya. Waktu penyitaan sudah semakin dekat, dan Anisa tahu ia harus segera menemukan lokasi yang tepat. Langkahnya cepat, matanya sesekali menatap sisi jalan mencari tanda-tanda rumah yang bisa disewa.
BRAAAKKK..
Tiba-tiba, dari arah belakang terdengar suara mesin mobil yang meraung cepat. Sebelum sempat menghindar, sebuah sedan meluncur tanpa peringatan dan menyerempet tubuhnya. Tubuh Anisa tersungkur, terhempas ke bahu jalan dengan benturan cukup keras yang membuat udara keluar dari paru-parunya. Kepalanya membentur aspal, pandangannya mulai gelap, dan ia terjatuh tak sadarkan diri.
Di dekat situ, seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri menatap dengan mata terbelalak. Napasnya tertahan, tangan gemetar saat ia berlari mendekat, suara hatinya berdegup kencang.
“Tolong… tolong!” serunya dengan panik,
"Nak ayo bangun buka mata kamu nak." Ucapnya berusaha membangunkan Anisa. Wajah gadis itu pucat pasi, bibirnya bergetar tanpa respon.
"Hey... Nak..buka mata kamu,"Wanita itu segera menepuk-nepuk bahu Anisa, tubuhnya gemetar menahan takut—detik-detik yang terasa seperti selamanya, di tengah hiruk pikuk yang mulai berkumpul dari kejauhan.
"Damar.... Ayo cepat angkat tubuh gadis ini dan kita bawa ke rumah sakit."ucap wanita paruh baya itu memanggil sopir pribadinya sementara mobil yang menabrak Anisa tadi sudah meninggalkannya begitu saja.
Ratna pun segera membawa Anisa ke rumah sakit terdekat karena kepala gadis itu mengeluarkan darah yang cukup banyak membuat Ratna sangat ketakutan.
"Damar ayo lebih cepat bawa mobilnya Saya tidak mau kalau gadis ini sampai kenapa-napa."
"Baik nyonya." ucap sopir pribadi Ratna dan semakin dalam menekan pedal gas sehingga mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit Annisa pun langsung diperiksa oleh dokter, sedangkan Ratna menunggunya di depan pintu IGD dengan perasaan cemas. Padahal bukan dirinya yang menabrak tapi entah kenapa ia merasa bertanggung jawab terhadap gadis tersebut. Ratna awalnya hanya ingin membeli kue di toko langganannya dan ia tidak sengaja melihat Anisa tertabrak mobil.
Tak lama kemudian seorang dokter pun keluar dari pintu IGD dan Ratna pun bergegas mendekatinya,
"Dokter bagaimana keadaan gadis tadi?."
"Alhamdulillah bu Untung Ibu cepat membawanya ke sini, tidak ada luka yang serius hanya saja dahi korban terluka dan sudah kami jahit."
"Tapi dia nggak apa-apa kan?." tanya Ratna dengan khawatir.
"Untuk sekarang kondisinya masih stabil Bu, apakah ibu yang sudah menabraknya?."
"Bukan dok, Saya tadi tidak sengaja melihat gadis itu diserempet mobil, sedangkan mobil yang menyerempet nya sudah kabur."
"Oh begitu, baiklah Bu..Apakah ibu yang akan menjadi penanggung jawab gadis ini?."
"Ya saya yang akan bertanggung jawab untuk semua biaya pengobatannya."ucap Ratna kemudian dokter tersebut kembali masuk ke dalam ruangan diikuti oleh Ratna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments