Sesampainya di meja kasir semua orang sangat penasaran kenapa Anisa dipanggil oleh Sinta, begitupun dengan Wulan yang berharap jika Anisa dimarahi oleh Sinta karena sering terlambat. Namun tidak ada gurat kesedihan di wajah Anisa yang terlihat oleh Wulan.
"Kenapa kamu dipanggil Bu Sinta, Nis?." tanya ana yang cukup akrab dengan Anisa.
"nggak ada apa-apa kok Mbak, Bu Sinta cuma mau ngasih gaji aku bulan ini."
"Oh jadi kamu belum gajian ya?."
"Belum Mbak malahan aku lupa kalau udah gajian." ucap Anisa yang membuat ulang tersenyum menyeringai.
"Alah... gaya lo pakai acara lupa segala, mana ada sih orang miskin lupa sama uang."
"Wulan jaga ya omongan kamu, saya lihat kamu semakin hari semakin keterlaluan."ucap Sari yang juga senior di sana.
"Udah Mbak nggak apa-apa, makasih atas perhatiannya Aku mau lanjut kerja dulu ya mbak."ucapkan tak berani menatap wajah Wulan yang sudah menetapnya dengan tatapan penuh dendam.
"Gue yakin pasti itu anak kena SP, tapi dia malu aja buat bilang ama kita." ucap Wulan yang masih terus berusaha untuk memprovokasi yang lain agar ikut-ikutan membenci Anisa.
Semua orang menggelengkan kepalanya melihat tingkah Wulan yang semakin hari semakin menjadi-jadi, Dan hampir setiap hari Wulan selalu menghina Anisa.
...****************...
Tak terasa hari sudah menunjukkan pukul 21.00 wib dan cafe pun sudah tampak sepi. Anisa sudah bersiap-siap untuk pulang setelah membersihkan dan merapikan meja yang sudah kosong. Seperti biasa Anisa pasti menunggu bos untuk pulang supaya lebih hemat karena ada bos terakhir pukul 21.10 wib.
Sesampainya di panti, Annisa melihat asih Tengah berbicara dengan Marni, dan pembicaraan itu tampak serius.
"Tapi Bu bagaimana jika panti asuhan ini benar-benar disita tanpa ganti rugi?."ucap Marni dengan raut wajah khawatir.
"Ya harus bagaimana lagi Marni, Kita terpaksa harus mencari tempat baru karena walau bagaimanapun tanah tempat pantai ini dibangun adalah milik negara, dan jika negara memintanya maka kita bisa berbuat apa." ucap asih yang terdengar pilu membayangkan nasib anak-anak panti.
"Tapi kita pindah ke mana Bu, pasti kita juga butuh biaya yang banyak kalau untuk membeli tempat yang baru."
Deg....
Anisa benar-benar kaget dengan apa yang baru saja didengarnya, kenapa panti asuhan tempat ia dibesarkan akan disita oleh negara.
"ibu, ada apa ini?."tanya Annisa yang membuat asih dan Marni terkejut tidak menyadari jika Anisa sudah pulang.
"Eh kamu sudah pulang nak?."
"Sudah Bu, Aku baru saja sampai dan tanpa sengaja aku mendengar percakapan ibu dengan Bu Marni. Apa maksudnya bu, kenapa panti asuhan kita disita oleh negara?."
"Panti ini diambil alih oleh PJKA nak, dan kita harus mencari tempat baru."
"Apa tidak ada ganti ruginya Bu?."
"Ibu sudah tanya anak, dan sepertinya tidak ada."
"Astagfirullah, lalu kita mau pindah ke mana Bu?."
"Ibu belum tahu nak, sebaiknya kamu istirahat saja dulu besok saja kita pikirkan ya. Kamu pasti capek habis bekerja."
"oh iya Bu ini gaji aku bulan ini semoga bisa membantu memenuhi kebutuhan adik-adik di panti."
"Ya Allah banyak sekali, kenapa kamu ngasih semuanya ke ibu. Sebaiknya kamu ambil sebagian buat membeli kebutuhan kamu. Ibu lihat sepatu kamu udah usang."
"Nggak apa-apa kok Bu sepatu aku masih kuat kok dan masih bisa dipakai, kebutuhan adik-adik jauh lebih penting."
"Ya Allah nak terima kasih banyak Kamu bagaikan malaikat di hidup Ibu."
"ibu nggak usah ngucapin terima kasih, karena apa yang aku berikan belum sebanding dengan apa yang udah ibu berikan buat aku."
"Semua yang ibu lakukan buat kamu ikhlas nak ibu nggak mengharapkan apa-apa."
"Aku juga lakuin ini ikhlas bu."
Asih benar-benar merasa terharu dan bersyukur memiliki Anisa, Mereka pun berpelukan dengan penuh harum. Namun malam itu Anisa tidak bisa tidur karena ia terus memikirkan nasib adik-adiknya.
Sementara itu di sebuah rumah mewah sepasang suami istri paruh baya Tengah menahan amarah melihat kelakuan putra tunggalnya yang semakin hari semakin keterlaluan.
"Astaga Bima, mau jadi apa kamu. Kerjaan kamu cuma mabuk-mabukan dan berjudi. Dan kapan kamu akan menikah kalau kamu terus-terusan seperti ini." hardik Amar yang benar-benar muak melihat kelakuan putra semata wayangnya yang pulang dalam keadaan mabuk.
"Apaan sih pa aku baru pulang juga papa udah berisik, yang penting kan kerjaan kantor beres apa salahnya kalau malamnya aku bersenang-senang."
"Seperti ini yang kata kamu bersenang-senang, ini namanya Kamu merusak hidup kamu sendiri Bima."
"Pokoknya aku nggak mau menikah, buat apa menikah kalau cuman untuk bersenang-senang saja aku bisa menghabiskan waktu dengan wanita-wanita cantik di club."
Plak...
"Keterlaluan kamu, kamu benar-benar membuat Mama kecewa Bima, apa kamu tidak tahu jika yang kamu lakukan itu adalah dosa besar. Dan yang akan diminta pertanggungjawaban nanti adalah papa kamu. Apa kamu nggak kasihan sama papa kamu?."
"Mama kenapa sih pakai nampar segala, udah ah aku mau istirahat Aku capek, aku mau tidur. Selamat malam mamaku sayang."ucap Bima kemudian ingin mengecup pipi sang Mama tapi Ratna dengan cepat memalingkan wajahnya karena tidak ingin bekas minuman keras yang diminum putranya menempel di tubuhnya.
"Pokoknya kamu harus setuju dengan wanita yang akan Mama jodohkan sama kamu, kalau kamu tidak setuju maka Mama tidak akan mengakui kamu sebagai putra Mama lagi, dan kamu akan Mama coret dari ahli waris semua harta mama dan papa." ancam Ratna yang membuat langkah Bima terhenti saat di tengah-tengah tangga menuju kamarnya.
"Ya sudah terserah mama saja, tapi jangan salahkan aku jika wanita itu hidupnya tidak bahagia saat menjadi istri aku." ucap Bima pasrah karena ia tidak ingin kehilangan semua kemewahan yang sudah ia miliki sadari kecil.
Setelah kepergian Bima, Amar dan Ratna pun duduk di ruang tamu dengan wajah gelisah. Mereka khawatir jika putra satu-satunya itu akan lebih terjerumus semakin dalam kedunia sesat.
"Apa yang harus kita lakukan Mas, mau sampai kapan Bima akan hidup seperti ini, kerjaannya hanya mabuk-mabukan, berjudi dan bermain wanita setiap malam. Sedangkan usianya sudah semakin larut dan sudah semakin pantas ia untuk memiliki seorang istri. Siapa tahu saja setelah Dia memiliki istri ada seseorang yang membimbingnya ke jalan yang benar dan membuatnya semakin lebih baik."
"Tapi siapa mah, aku benar-benar nggak punya gambaran istri yang cocok untuk Bima. Kamu kan tahu sendiri anak-anak dari kolega bisnis aku nggak ada yang sesuai dengan kriteria kita. Kita kan inginnya menantu kita adalah anak yang sholehah dan rajin ibadah."
"Aku yakin Mas pasti kita bisa menemukan gadis baik itu.*
"Semoga saja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Ma Em
Thor banyak typo harusnya disita negara bkn disiksa negara 🙏🙏
2025-10-17
0