Ira

Cia langsung bangkit dari duduknya, tanpa mengatakan apapun, dirinya langsung pergi dari sana. Biarlah dianggap tidak sopan, tapi hatinya terlalu terluka karena penghinaan itu.

Sedangkan Ira, tersenyum menyeringai saat melihatnya. Wanita itu sangat suka jika Cia diperlakukan seperti itu oleh ibu mertuanya. Karena sebenarnya dia tidak pernah suka pada Cia. Ira benci dan pura-pura suka di depan Cia dan orang-orang, agar tidak kentara sekali jika dia tidak menyukainya.

Dia benci, karena sepertinya kakek Santoso menyayangi Cia. Ira takut keluarga sang suami menyayangi wanita miskin itu, tapi Ira harus bersyukur karena keluarga suaminya selalu memandang seseorang dari harta dan martabat.

"Cih, baru dibilang gitu aja udah nangis. Dasar cengeng. Udah, kamu nggak usah hirukan dia. Makanlah yang banyak!" Meri langsung mengambil lauk lagi untuk Ira, menantu kesayangannya itu.

Ira tersenyum manis. "Terima kasih, Ma," sahutnya.

"Lho, kak Ira kapan datang? Kok aku nggak tahu?"tanya Ruri menghampiri dan langsung menyalami Ira.

"Baru saja. Oh iya tadi kakak membawa makanan ringan untuk kamu dan mama. Tapi masih ada di mobil. Sebentar kakak ambilkan dulu." Ira langsung bangkit dan menuju ke mobil miliknya yang terparkir di depan rumah.

Ruri langsung tersenyum sumringah. "Lihat ma, kak Ira selalu saja membelikan aku oleh-oleh kalau kemari, beda banget sama kak Cia. Taunya menumpang saja. Tidak bisa membelikan apa-apa untukku," celetuk Ruri cemberut.

Ruri sifatnya sama dengan ibunya, sama-sama tidak suka dengan Cia. Gadis berusia tujuh belas tahun itu sangat membenci Cia.

"Itu lah Ruri, mama kan sudah pernah bilang, mereka itu berbeda. Kalau Kak Ira itu kaya, sedangkan Cia itu miskin. Dari mana coba dia dapat uang untuk membelikan kita sesuatu. Untuk makan saja dia susah. Lihat kakakmu Ira, dia anak orang kaya. Sudah pasti uangnya banyak, bisa dengan leluasa membelikan kita apapun." Timpal Meri.

Ruri menganggukan kepalanya. Tentu dia setuju dengan perkataan dari mamanya. Keduanya sama, sama-sama gila uang. "Mama rayu kak Carlo dong. Suruh kak Carlo mencari wanita kaya, udah gitu menikah lagi secara diam-diam agar kakek tidak tahu. Apalagi kak Carlo ganteng, pasti banyak yang mau."

"Mama sudah berusaha agar Cia terlihat buruk di depan kakakmu itu. Tapi ya gimana, kakakmu itu penakut sekali. Dia takut sama kakek. Tapi kamu tenang saja, mama sudah punya rencana lain."

Ruri tersenyum senang saat mendengarnya. Itu memang yang diharapkan oleh gadis itu. Dia begitu membenci Cia.

"Ini, silakan dimakan!" ujar Ira sambil memberikan satu kresek makanan ringan kepada Ruri.

Ruri menyambutnya dengan antusias. "Wah, makasih banyak Kak."

Lalu matanya tanpa sengaja melirik ke arah depan sana, tepatnya saat Cia baru keluar dari dalam kamarnya. "Enggak kayak yang itu, enggak punya uang, miskin, mana mampu beliin aku yang seperti kak Ira beliin." Ruri sengaja suaranya di keraskan agar Cia bisa mendengarnya.

"Adik dan mamanya Carlo selalu mengaku dirinya kaya, tapi sikapnya seperti orang kampungan, cuma di belikan makanan ringan saja senangnya sampai segitunya. Pasti hari ini makanan itu yang di bahas seharian," batin Cia sambil mengelus dada dan berlalu pergi dari rumah itu.

Cia tidak pernah menghiraukan semua perkataan yang terlontar dari mulut mereka semuanya. Cia tidak pernah ambil pusing, walau kenyataannya, rasa sesak di dalam dadanya itu ada. Tapi Cia mencoba menahan rasa sesak itu.

Untuk apa dirinya bersedih, karena semua itu hanya akan mempengaruhi pikirannya saja.

Mereka juga sudah biasa menghinanya seperti itu. Bahkan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Cia.

Berjalan beberapa langkah saja, Cia sudah sampai di tempat tujuannya. Yaitu restauran tempatnya bekerja.

Pemilik restauran ini namanya Ibu Mirna, dia wanita yang sangat baik. Sebenarnya Ibu Mirna masih ada sangkut pautnya dengan keluarga Carlo. Lebih tepatnya Ibu Mirna adalah kakak kandung Ibu mertuanya. Namun, ibu mertuanya memusuhi Ibu Mirna karena merasa hidup Ibu Mirna lebih baik dari dirinya.

Bahkan Meri dengan terang-terangan membenci saudara kandungnya itu.

Aneh memang, tapi Ibu Mirna tidak pernah marah dan selalu bersikap baik pada saudaranya.

"Cia, kamu sudah datang? Bagaimana kabarmu nak?" tanya Mirna lalu menyuruh Cia duduk.

Cia tersenyum, senang sekali dirinya mendapatkan perhatian dari wanita ini. Ada rasa hangat yang menjalar di sekujur tubuhnya. Berjauhan dari kedua orang tuanya, membuat Cia sangat merindukan kasih sayang seperti ini. Apa lagi dia mendapat perlakuan yang tidak baik dari keluarga suaminya. Membuat Cia rasanya ingin pergi saja.

Tapi sayang, Cia tidak bisa melakukannya karena Carlo tidak akan setuju bercerai.

Entah kenapa, tiba-tiba saja air matanya menetes, padahal sudah dirinya tahan sejak tadi. Namun nyatanya, air mata itu tiba-tiba jatuh.

"Kok kamu menangis sayang?" Mirna langsung tersentak saat melihat Cia menangis.

Mirna lalu meraih satu gelas yang sudah berisi air putih, lalu memberikannya pada Cia. "Di minum dulu ya nak." Ucapnya dengan lembut.

Cia menganggukkan kepalanya, lalu meraih gelas itu, dan langsung meminumnya hingga habis. Rasanya sedikit ada yang lega di dalam dadanya. Rasa sesak itu berkurang sedikit.

"Kamu kenapa nak? Apa mertuamu berbuat ulah lagi?"tanya Mirna yang memang sudah hafal dengan sifat Meri. Karena dia pernah memergoki Meri sedang memarahi Cia. Mirna sempat menegur saudara kandungnya itu, namun dirinya malah berakhir menjadi amukan wanita paruh baya itu.

Siapa yang tega melihat gadis cantik dan baik seperti Cia diperlakukan seperti itu oleh Meri. Bahkan anak wanita itu, yang notabene nya sebagai suami Cia, juga memperlakukan Cia sama seperti yang ibunya lakukan.

Kejam, bagi Mirna mereka sangatlah kejam, meminta anak orang hanya untuk diperlakukan seperti itu. Entah terbuat dari apa hati mereka. Susah payah kedua orang tua Cia membesarkan anaknya, dan selalu berdoa agar kelak anaknya bahagia, namun nyatanya hidup anak mereka malah jadi seperti ini.

Cia menggelengkan kepalanya, mana mungkin Cia membuka aib keluarga suaminya. "Enggak tante, Cia cuma lagi kangen sama mama dan papa." Sahut Cia.

Mirna menganggukkan kepalanya, lalu tangannya mengelus kepala Cia dengan lembut. Mirna tahu jika itu hanya alibi Cia saja, Mirna sudah tahu semuanya, namun dirinya lebih memilih diam dan tidak mau mengungkitnya. Agar Cia tidak semakin kepikiran.

Sungguh malang gadis ini. Dulu awal mula mengenal Cia, wanita ini tidak selusuh sekarang, karena orang tuanya juga tergolong mampu menurut Mirna. Cia dulu sangat terawat, karena terlihat jelas dari pakaiannya.

"Cia, kemarin tante tidak sengaja mendengar percakapan Farhan dengan sekretarisnya di restauran ini. Katanya Damian akan pulang dan tinggal lagi bersama Farhan. Apa itu benar?"tanya Mirna sambil menatap gadis itu.

Farhan adalah papa mertua Cia, tapi kalau nama Damian gadis itu sama sekali tidak mengetahui.

"Damian? Damian itu siapa tante?"tanya Cia dengan raut wajah yang terlihat bingung. Bagaimana tidak bingung, karena di rumah Carlo tidak ada orang yang bernama Damian.

Terima kasih ya krn sudah mampir🙏, jangan lupa like dan komentarnya ya kakak2, biar author tambah semangat nulisnya😊

Terpopuler

Comments

Gede Merta

Gede Merta

Semakin seru

2025-10-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!