“Kamu ngapain disini?”
Aletha menoleh cepat, pada pria berseragam satpam lengkap dengan atributnya. Lantas kembali melihat pada jendela yang cukup usang dibelakang ruang kepala sekolah. Hanya ada jejak sapuan tangan yang seperti sudah tertanda lama dan lupa dibersihkan. Bukannya menjawab, gadis itu justru memberi jeda sambil memiringkan wajahnya sejenak. Berkedip sekali lantas meninggalkan tempat tanpa bicara.
“Dasar anak aneh”
Gumaman itu masih terdengar, bahkan setelah lorong pertama hampir selesai dia jamah. Langkah kaki teratur dengan derap yang tak berubah nada. Aletha hanya bisa merasakan gemuruh murid saat istirahat, suaranya terdengar semakin mengeras.
Sementara, Mahen tersenyum saat mendapati murid barunya baru saja berbelok dari halaman belakang ruang kepala sekolah. Seperti sapaan kecil, supaya tidak ada pagi yang menyeramkan seperti tadi.
Aletha lihat betul bagaimana lugunya kepala sekolah Samudra High School menyapa murid-murid mereka. Seperti tidak pernah terjadi sesuatu atau hal mengenaskan di tempat kebanggannya ini. Suasana yang dia rasa jauh lebih menyedihkan dari film kematian justru jadi suasana yang dia realisasikan untuk kemenangan mutlak.
“Saya baru bicarakan soal konsultasimu bersama Doktor Utomo”
“Itu bukan sesuatu yang bisa kita bicarakan di ruangan terbuka, kepala sekolah Mahen”
Pria itu kembali tersenyum. Menyadari kejanggalan diluar pertemuan pertama mereka kemarin. Bahwa anak ini unik dan penuh teka-teki. Bicara dengannya seperti sedang mempertaruhkan segala harta benda ke perampok yang membobol rumah.
“Bapak hanya ingin menyampaikan apa yang orang tuamu bilang”
“Saya tidak akan lupa, lagian sejak kapan saya absen ke psikiater?”
Mahen mengangguk, mengabaikan Aletha adalah keputusan yang tepat. Gadis aneh yang membuat seisi sekolahan ketakutan dengan aura mayat yang semerbak, bagaimana bisa dia menerima murid sepertinya? Mahen tersenyum simpul, meninggalkan tempat setelah menepuk pundak gadis itu dengan pelan. Mendapat intimidasi sesaat setelah percakapan dingin yang pria paruh baya itu dia akhiri dengan baik.
“Oh hai!”
Suara yang memekikkan gendang telinga. Gadis dengan rambut yang terikat sempurna itu masih setia di tempat terakhir kakinya berpijak. Melirik pada keramaian yang sudah lama sekali tidak dia rasakan, walau selama ini dia sudah cukup nyaman dengan hidupnya. Tarikan napas stabil bersama helaan yang senada masih membuat hening dijumpaan kedua mereka.
Maroona Jovianca dan Vanus Indris S. Dua gadis dengan aroma tubuh yang sama, saat terakhir kali pertemuannya beberapa menit lalu. Dan Aletha, gadis bau mayat yang membuat Roona obses ingin menjadikannya teman.
“Kita satu kelas loh”
“Udah tahu, duduk di barisan tengah meja ketiga dari depan”
Roona menatap kejut, tentu dengan ekspresi berlebihannya, dan Venus yang hanya menatap tidak percaya saja, karena yang dia sangka aneh justru malah mengamati.
“Kita bakal jadi team kalo lo mau!”
“Nggak tertarik”
Venus hanya diam, menatap sahabatnya yang tengah berusaha mendekati orang yang katanya butuh ditemani itu. Percobaan kedua dengan kegagalan yang sama, ditinggalkan. Aletha melangkah menjauh dengan aura dinginnya, meninggalkan hawa yang cukup membuat mereka berdua merinding.
“Dia kaya dukun ngga sih?”
Venus hanya tertawa, mengajak Roona kembali fokus dengan tujuannya. Koprasi sekolah untuk mencari buku tulis dan pena. Mengabaikan pertemanan yang kedengarannya mustahil terjadi antara mereka dan Aletha.
Disebrang, Aletha bisa lihat dengan jelas bagaimana ricuhnya Khalil dan teman-temannya yang entah sejak kapan berpindah tempat. Mengukir tawa untuk menemani rumput hijau dan pepohonan yang rindang. Membuat cemburu pada siswi yang melihat mereka lebih memilih bicara dengan angin, lantas menjadikan mereka terkesima secara bersamaan saat senyuman manis tampil pada masing-masing wajah. Terkecuali Aletha yang tidak peduli sama sekali. Seperti nisan yang diberi warna, seperti tanah kuburan yang baru saja di taburi bunga. Patut ditangisi, terlebih guyonan yang kata mereka seru justru adalah yang paling bisa Aletha rutuki.
Hanya satu fungsinya disini, mendapatkan keadilan. Selebihnya bukan tanggung jawabnya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments