Cahaya matahari menembus tirai tipis kamar Nadin, menyorot dua sosok yang masih terlelap di ranjang kecil berukuran single bed. Suasana kamar tampak kacau, bantal berjatuhan ke lantai, selimut terlipat tak karuan, dan sebuah guling entah bagaimana posisinya sudah ada di bawah kaki Marvin. Nadin membuka matanya perlahan, pandangannya masih kabur dan detik berikutnya ia membeku. Wajah Marvin hanya tiga sentimeter dari wajahnya.
Lengan pria itu melingkari pinggangnya erat, dan dadanya terasa hangat menempel di punggung Nadin.
“Aah!” Teriakan Nadin memecah keheningan pagi. Marvin langsung terlonjak kaget, bangun sambil menahan kepala yang nyut-nyutan.
“Aduh! Kupingku! Bisa nggak sih kalau bangun nggak perlu teriak seolah aku maling?”
Nadin memelototinya dengan wajah merah padam.
“Kamu tuh kenapa bisa di sini?! Aku kan udah bilang semalam, tidur di ujung ranjang!”
Marvin menatap sekeliling bingung.
“Ya aku udah di ujung, tapi kamu ngerebut selimut, terus aku narik balik, eh … ya akhirnya kita ke tarik bareng,” ujarnya santai, sambil menguap.
“Alasan! Dasar cowok mesum!”
“Lho, yang nempel duluan kamu, bukan aku!”
“Apa katamu?!”
Suara keduanya makin keras sampai terdengar sampai keluar kamar.
Tok tok tok!
Ketukan keras dari luar pintu terdengar diiringi suara Damar, ayah Nadin.
“Hei! Kalian tuh pengantin baru apa lagi gladi resik perang dunia? Udah jam tujuh! Kalau masih ribut gitu terus, nanti Bapak masukin kipas angin biar cepat adem!”
Rani, ibu Nadin, menyusul dengan nada geli,
“Sudah-sudah, Pak. Namanya juga malam pertama, pasti canggung. Tapi ya jangan sampai tetangga dengar ribut begini!”
“Ibu!” seru Nadin panik sambil menutup wajahnya dengan bantal. Sementara Marvin malah tertawa kecil dan bergumam pelan,
“Katanya mau jaga jarak, tapi malah jatuh ke pelukan aku, boong banget sih…”
Nadin melempar bantal ke wajahnya tanpa ampun.
“Keluar dari kamarku sekarang juga, Tuan Suami!”
Beberapa menit kemudian, keduanya saling berebut kamar mandi. Nadin lebih dulu berlari, dan dengan kemenangan licik, menutup pintu keras-keras.
“Hei! Aku duluan! Aku udah telat meeting pagi!” seru Marvin dari luar sambil mengetuk.
“Ya salah sendiri bangun kesiangan, kan semalam sibuk rebutan selimut!” balas Nadin dari dalam.
“Serius, Nadin, aku harus...”
Dugh!
Suara gayung jatuh menggema. Marvin langsung mundur sambil mendesah lelah, lima belas menit kemudian, ia menyerah. Dengan rambut masih acak-acakan, Marvin turun ke ruang tamu membawa tas kerja dan kunci mobil.
“Bu, aku numpang pulang bentar ke rumah, mau mandi dulu,” ujarnya ke Rani yang sedang menyiapkan sarapan.
Rani menatap menantunya dengan senyum jahil.
“Lho, kalian berdua rumahnya cuma lima langkah, kok repot-repot bawa mobil, Vin?”
Marvin tersenyum kaku.
“Jarak lima langkah itu ke pagar rumah, Bu. Tapi masuk ke dalam itu butuh waktu lebih dari lima menit," sahut Marvin.
Begitu sampai di rumahnya, Araya sudah duduk di meja makan dengan secangkir teh. Begitu melihat putranya masuk dengan wajah kusut, wanita itu langsung tersenyum nakal.
“Pagi, pengantin baru,” sapanya ringan. “Gimana? Malam pertama lancar? Atau malah kalah argumen sama istri?”
Marvin langsung hampir tersedak napasnya sendiri.
“Ma!”
“Ya kan Mama cuma nanya, Nak. Biasanya yang tegas di kantor malah kalah kalau di rumah,” ujarnya sambil terkekeh.
Marvin menatap ibunya pasrah.
“Ma, kalau Mama terus godain kayak gini, aku pindah balik ke rumah Nadin sekalian.”
Araya pura-pura menahan tawa.
“Oh silakan, Nak. Tapi jangan lupa, satu ranjang di sana cuma muat satu orang. Jangan-jangan kamu tidur di lantai?”
Marvin mendesah panjang, menatap ke arah luar jendela, lalu bergumam lirih,
"Kayaknya aku perlu beli ranjang baru, ma" ujarnya dan berlalu pergi meninggalkan ibunya di meja makan.
Sementara itu, di rumah sebelah. Rani berdiri di ambang pintu dapur, tangan di pinggang, sambil mengawasi dua anak muda yang sedang sibuk di meja makan.
Marvin masih mengenakan kemeja putihnya yang sudah disetrika rapi, sementara Nadin menunduk sibuk mengaduk kopi yang sejak tadi belum diminum.
“Kalian kan satu arah, satu kantor. Masa berangkatnya sendiri-sendiri? Boros uang, boros waktu,” ujar Rani dengan nada keibuan tapi memaksa.
“Bu, tapi...” Nadin berusaha protes.
“Tidak ada tapi-tapian. Udah, kamu ikut Nak Marvin aja. Nggak usah pura-pura nggak kenal, toh sudah sah di mata hukum.”
Wajah Nadin memanas. “Tapi Bu, aku nggak mau di kantor orang pikir aku...”
“suka nebeng bos?” potong Marvin dengan senyum kecil, sambil menatap istrinya di seberang meja.
Nadin langsung memelototinya. “Kamu itu, ya...”
Rani tertawa puas. “Lihat tuh, bahkan bos kamu aja rela nganterin. Sudah, berangkat! Jangan sampai telat.”
Sepanjang jalan, Nadin hanya menatap ke luar jendela, sementara Marvin menyetir dengan tenang. Dia baru seminggu menjabat sebagai CEO menggantikan ayahnya, Tuan Alexander, yang memutuskan pensiun dini untuk fokus pada yayasan keluarga.
“Masih marah?” tanya Marvin sambil melirik sekilas.
“Siapa yang marah,” jawab Nadin cepat, tanpa menoleh.
“Yang dari tadi diam dan pura-pura jadi patung di kursi penumpang,” sahut Marvin kalem.
Nadin menahan senyum tapi gagal. “Aku cuma nggak mau ... bikin gosip.”
“Gosip apa?”
“Yah, orang lihat kita bareng-bareng, terus dibilang punya hubungan sama bos. Karyawan kamu tuh ya punya bakat tersendiri jadi pembawa acara gosip,”
“Kan memang punya,” balas Marvin ringan.
Nadin langsung menoleh cepat. “Hei! Di kantor jangan bilang-bilang gitu!”
Marvin hanya tersenyum kecil. “Baik, Nona Arshanti. Saya bisa jaga rahasiamu. Tapi kamu juga jangan lupa jaga sikapmu.”
Begitu mereka tiba di kantor, mata-mata karyawan sudah sempat melirik ke arah mobil mewah yang berhenti di depan lobi utama. Beberapa staf bahkan berbisik pelan.
“Itu mobilnya Pak Marvin, kan?”
“Eh, iya. Tapi kok Nadin turun bareng Bos?”
“Jangan-jangan...”
“Hsst, nanti kena skors kalau ngomongin bos!”
Dan tepat saat Nadin hendak masuk lift, suara tinggi bernada dingin terdengar.
“Nadin!”
Seketika langkahnya terhenti. Ia menoleh dan mendapati Aulia, Sekretaris Marvin, berdiri di depan pintu dengan ekspresi yang sulit dibaca.
“Oh, pagi, Mbak Aulia,” sapa Nadin sopan, mencoba bersikap biasa. Aulia menatapnya dari ujung kaki sampai kepala, lalu tersenyum tipis.
“Pagi, tadi aku lihat kamu turun dari mobil Pak Marvin. Kamu nebeng?”
“Eh, iya, Mbak. Rumah kami kan sebelahan, jadi ... sekalian aja tadi di ajak Pak Marvin,"
'Tuh, kan aku bilang juga apa,' batin Nadin yang tersenyum kaku.
“Sebelah rumah Pak Marvin?” Aulia menaikkan satu alis. Nada suaranya terdengar manis, tapi tajam seperti pisau.
“Cuma nebeng, Mbak. Aku nggak maksud lain kok.”
Aulia mendekat satu langkah. “Aku kasih saran, Nadin. Kalau kamu mau kariermu panjang di sini, jangan terlalu dekat sama atasan. Banyak mata di kantor ini, dan gosip bisa lebih cepat dari email.”
Nadin tersenyum kaku. “Baik, Mbak. Aku paham kok."
Sebelum ia sempat menambah alasan, Marvin keluar dari lift di belakangnya. Penampilannya tenang seperti biasa, namun cukup mencuri perhatian.
“Selamat pagi, Aulia. Ada laporan kemarin?” tanyanya ringan.
Aulia langsung berubah ekspresi lembut dan manis. “Sudah saya kirim ke email Anda, Pak. Oh, ini Nadin, saya cuma menegurnya supaya lebih berhati-hati di lingkungan kantor.”
Marvin hanya mengangguk. “Bagus, tetap profesional, ya.”
Begitu lift tertutup, Aulia menatap punggung Nadin dengan tatapan tak lagi bersahabat.
“Profesional, ya? Kita lihat nanti seberapa lama kamu bisa bertahan, Nadin Arshanti.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
sum mia
eh.... Aulia.....jangan songong dong , cuma sekertaris doang berlagak kayak bos . sok-sokan berkuasa .
kalau kamu tahu posisi dan status Nadin dengan Marvin kayak gimana , kamu pasti kaget dan pingsan .
makasih kak.... diklarifikasi disini juga. soal rumah lima langkah tapi bawa mobil 🤣🤣🤣
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍 😍 😍
2025-10-08
2
Arin
La memang siapa Aulia itu?? Cuma sebatas sekertaris tapi lagaknya sok banget.
Kalau Nadin dikeluarkan dari perusahaan Alexander, tetap gak masalah. Toh suaminya yang punya perusahaan😄😄😄
2025-10-07
3
Teh Euis Tea
cm sekertaris aj sok ngatur, emangnya siapa km aulia, klu nadin kan jelas dia istri cro
2025-10-07
2