04. Malam pertama

Malam itu, rumah keluarga Arshanti sudah sepi. Lampu ruang tamu dimatikan, hanya tersisa cahaya redup dari kamar di ujung lorong kamar Nadin.

Kamar itu kecil, hangat, dan penuh barang-barang berwarna pastel. Boneka di atas lemari tampak menatap ke arah ranjang sempit ukuran single yang kini akan dihuni dua orang. Dua orang yang baru saja menikah hari ini. Marvin berdiri di depan pintu kamar dengan koper kecil di tangannya.

“Jadi ... ini kamarnya?” suaranya pelan tapi terdengar agak kaget.

Nadin yang baru selesai membersihkan make-up menoleh cepat.

“Iya, kenapa? Nggak suka?”

Marvin melirik sekeliling, dinding penuh foto polaroid, gantungan lampu kelap-kelip, dan selimut bermotif kelinci yang terlalu imut untuk pria 29 tahun.

“Bukan nggak suka,” katanya tenang. “Cuma ... ini kayak kamar anak SMP yang kebanyakan nonton drama Korea.”

Nadin mendengus, melipat tangan di dada. “Ya maaf, Bos. Ini territory aku, kamu tamu di sini, jadi ikuti aturan tuan rumah, ya.”

Marvin mengangkat alis. “Aturan?”

“Pertama, jangan sentuh apa pun tanpa izin. Kedua, jaga jarak minimal satu meter dari aku di tempat tidur. Ketiga, nggak ada hal-hal ‘aneh’ malam ini.”

Marvin menatapnya lama, nyaris tersenyum. “Aneh seperti apa?”

“Ya ... kamu tahu lah!” Nadin cepat-cepat menarik selimut ke dadanya, pipinya memerah.

“Pokoknya jangan ada sentuhan fisik! Ini cuma pernikahan formal, belum ... belum ada perasaan.”

Marvin menahan tawa. “Tenang saja, aku bukan tipe pria yang memanfaatkan situasi.” Dia kemudian membuka jasnya, menggantung di kursi, dan duduk di tepi ranjang.

Nadin langsung mundur beberapa langkah. “Eh, eh! Itu tempatku!”

Marvin menatapnya santai. “Aku juga manusia, butuh tidur.”

“Tapi ini ranjang kecil! Lihat nih...” Nadin mengukur dengan tangan, “panjangnya aja nggak cukup buat kamu bentang kaki!”

“Kalau begitu kamu yang di lantai,” sahut Marvin tanpa ekspresi.

“Excuse me?! Ini kamar aku!”

“Dan aku suamimu. Secara hukum, aku punya hak setengah ranjang ini.”

Nada bicaranya tenang, tapi mengandung provokasi halus. Nadin memelototinya. “Kamu tuh ... dasar bos dingin yang ngeselin!”

“Terima kasih.”

“Bukan pujian!”

Lima menit kemudian, adegan rebutan ranjang dimulai. Nadin mendorong bantal ke tengah kasur.

“Ini garis batasnya! Jangan lewatin!”

Marvin hanya menatap. “Serius kamu mau tidur di posisi seperti itu? Nanti jatuh.”

“Lebih baik jatuh ke lantai daripada jatuh ke pelukanmu.”

Marvin menatap datar. “Aku nggak punya niat memeluk kamu.”

“Ya bagus!”

“Ya bagus juga!”

Dan seperti itu, mereka akhirnya berbaring saling membelakangi, dengan selimut yang ditarik-tarikan seperti dua anak TK rebutan mainan.

“Jangan tarik selimutnya!”

“Kamu yang narik duluan!”

“Aku cuma nyari ruang napas!”

“Napasin aja tuh boneka kelincimu!”

Suara adu mulut mereka makin lama makin keras, sampai akhirnya

Dug! Dug! Dug!

Pintu kamar diketuk keras dari luar.

“Woi! Kalian berdua itu baru malam pertama atau lagi latihan gulat?"

SuaraDamar menggema di lorong dengan nada geli. Nadin langsung meloncat duduk, wajahnya merah padam.

“Pak!”

Dari luar terdengar tawa kecil Rani.

“Sudah, Damar. Biarkan anak-anak itu adaptasi. Namanya juga pengantin baru.”

Marvin menutup wajah dengan tangan. “Tolong ... aku nggak siap untuk ini.”

Damar masih berseru, “Sudah, Nadin! Jangan bikin suamimu kabur malam pertama! Suruh dia tidur, bukan debat hukum pernikahan!”

“Pak! Nggak usah ikut campur!!” teriak Nadin, menutup wajah dengan bantal. Marvin tertawa pelan, tawa sungguhan.

“Lucu juga kamu kalau panik,” katanya setengah menahan senyum.

Nadin menatap tajam. “Kamu senyum, ya?! Aku bisa pindah ke kamar Ibu nih!”

“Silakan. Tapi nanti orang rumah makin curiga.”

Nadin terdiam, menggertakkan gigi. “Kamu jahat.”

“Terima kasih lagi.”

Akhirnya, setelah debat dan ejekan, keduanya berbaring lagi. Kali ini diam masing-masing pura-pura tidur. Tapi Nadin tidak bisa menahan diri untuk bergumam kecil.

“Marvin...”

“Hm?”

“Kalau kamu nyebrang garis batas tengah, aku tendang.”

Marvin tersenyum kecil tanpa membuka mata.

“Noted.”

Setengah jam kemudian, suara dengkuran halus terdengar ternyata dari Nadin. Marvin membuka matanya, menatap wajah gadis itu dalam cahaya lampu redup. Ada senyum samar di ujung bibirnya.

“Gimana bisa aku jaga jarak,” bisiknya pelan, “kalau dari dulu aku memang sudah jatuh cinta sama kamu.”

Dan malam pertama mereka berakhir bukan dengan adegan romantis, tapi dengan satu CEO yang meringkuk di tepi kasur sempit dan satu gadis yang tidur nyenyak setelah memenangkan debat paling penting dalam hidupnya.

Terpopuler

Comments

sum mia

sum mia

mau dibawa kemana pernikahan mereka . baru malam pertama rebutan ranjang , besoknya pagi pasti rebutan kamar mandi . aku cuma bisa geleng-geleng kepala sambil tertawa sendiri 🤭🤭🤣🤣🤣🤣

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2025-10-08

2

Esther Lestari

Esther Lestari

ternyata Marvin sudah sejak dulu suka sama Nadin.
tempat tidur single dibuat 2 orang mana masih dikasih pembatas lagi😂

2025-10-07

1

Teh Euis Tea

Teh Euis Tea

ya ampun ini pengantin baru kocak. malah adu debat berakhir di gedor sm mertua🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2025-10-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!