Hari-hari berlalu, Ning Azzahra tetap pada pendiriannya. Ia berusaha keras untuk menyeimbangkan antara kewajiban di sekolah dan kegiatan di pesantren. Ia belajar dengan giat, mengikuti latihan hadroh dengan semangat, dan tetap menyempatkan diri untuk berinteraksi dengan teman-temannya.
Namun, tubuhnya tidak sekuat keinginannya. Kondisi kesehatannya semakin memburuk. Ia sering merasa pusing, mual, dan lemas. Wajahnya semakin pucat dan berat badannya menurun drastis.
Pada suatu pagi, saat sedang mengikuti pelajaran di kelas, Ning Azzahra tiba-tiba merasa pusing yang sangat hebat. Pandangannya menjadi kabur dan tubuhnya limbung. Ia berusaha untuk menahan diri, namun ia tidak kuat lagi. Ia pun jatuh pingsan di kursinya.
Suasana kelas menjadi panik. Teman-teman sekelas Ning Azzahra berteriak histeris dan berusaha untuk menolongnya. ustadzah yang sedang mengajar segera menghampiri Ning Azzahra dan memeriksa kondisinya.
"Cepat panggilkan ambulans!" perintah ustadzah tersebut dengan panik.
Namun, sebelum ambulans datang, ustadzah tersebut memutuskan untuk membawa Ning Azzahra ke rumahnya yang tidak jauh dari sekolah. Ia khawatir jika Ning Azzahra harus menunggu terlalu lama, kondisinya akan semakin memburuk.
Sesampainya di rumah, ustadzah tersebut segera menghubungi keluarga Ning Azzahra. Ia menceritakan apa yang terjadi dan meminta mereka untuk segera datang.
Kabar tentang pingsannya Ning Azzahra membuat keluarga Al-Hasyimi panik bukan kepalang. Kyai Ghozali dan Nyai Afiqah segera bergegas menuju rumah ustadzah tersebut. Gus Farhan yang sedang berada di luar kota juga langsung membatalkan semua kegiatannya dan bergegas pulang.
Sesampainya di rumah guru tersebut, keluarga Al-Hasyimi mendapati Ning Azzahra terbaring lemah di tempat tidur. Wajahnya pucat pasi dan tubuhnya menggigil kedinginan.
"Ya Allah, Azzahra," ucap Nyai Afiqah sambil menangis histeris. Ia memeluk anaknya dengan erat dan menciuminya berkali-kali.
"Kita bawa Azzahra ke rumah sakit sekarang juga," perintah Kyai Ghozali dengan tegas.
Ning Azzahra segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Setelah diperiksa oleh dokter, diketahui bahwa Ning Azzahra mengalami kelelahan yang sangat parah dan kekurangan nutrisi. Dokter menyarankan agar Ning Azzahra dirawat inap untuk mendapatkan perawatan yang intensif.
Kabar tentang sakitnya Ning Azzahra sampai ke telinga Gus Hilman dan Gus Salman yang sedang menimba ilmu di pondok pesantren yang berbeda. Mereka berdua sangat terkejut dan khawatir dengan kondisi adik perempuan mereka.
Tanpa pikir panjang, Gus Hilman dan Gus Salman segera berpamitan kepada Kyai mereka dan bergegas menuju rumah sakit. Mereka tidak sabar untuk melihat kondisi Ning Azzahra dan memastikan bahwa adiknya baik-baik saja.
Sesampainya di rumah sakit, Gus Hilman dan Gus Salman langsung menuju kamar tempat Ning Azzahra dirawat. Mereka melihat Ning Azzahra terbaring lemah di tempat tidur dengan wajah pucat pasi.
"Azzahra," panggil Gus Hilman dengan nada khawatir.
Ning Azzahra membuka matanya perlahan. Ia melihat kedua kakaknya berdiri di samping tempat tidurnya.
"Gus Hilman, Gus Salman," ucap Ning Azzahra dengan suara lirih.
"Kenapa kamu bisa sampai sakit begini, Azzahra? Kamu tidak menjaga kesehatanmu dengan baik," tegur Gus Hilman dengan nada marah.
"Kamu tahu kan kalau Abah dan Umi sangat khawatir denganmu? Kenapa kamu masih saja memaksakan diri untuk mengikuti kegiatan pesantren?" timpal Gus Salman dengan nada yang sama.
"Azzahra tidak mau mengecewakan teman-teman. Azzahra sudah janji untuk ikut serta dalam lomba hadroh," jawab Ning Azzahra dengan suara lemah.
"Lomba hadroh itu tidak lebih penting daripada kesehatanmu, Azzahra. Kamu harus memikirkan dirimu sendiri terlebih dahulu," kata Gus Hilman dengan tegas.
"Azzahra tahu, Gus. Tapi, Azzahra tidak bisa meninggalkan teman-teman begitu saja," bantah Ning Azzahra.
"Kamu harus mengerti, Azzahra. Kami melakukan ini karena kami sayang padamu. Kami tidak ingin kamu sakit lagi," ucap Gus Salman dengan nada yang lebih lembut.
"Azzahra mengerti, Gus. Tapi, Azzahra mohon, jangan larang Azzahra untuk mengikuti lomba hadroh," pinta Ning Azzahra dengan mata berkaca-kaca.
"Tidak, Azzahra. Kami tidak akan mengizinkanmu untuk mengikuti lomba hadroh. Kamu harus fokus pada pemulihan kesehatanmu," tolak Gus Hilman dengan tegas.
"Tapi, Gus..."
"Tidak ada tapi-tapian, Azzahra. Keputusan kami sudah bulat," sela Gus Salman dengan nada yang tidak bisa dibantah.
Ning Azzahra terdiam. Ia tahu bahwa ia tidak bisa melawan keputusan kedua kakaknya. Ia hanya bisa pasrah dan menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa mengikuti lomba hadroh yang sudah lama ia nantikan.
Beberapa hari kemudian, kondisi Ning Azzahra mulai membaik. Ia sudah bisa duduk dan berbicara dengan lancar. Namun, ia masih harus beristirahat total dan tidak boleh melakukan aktivitas yang berat.
Gus Hilman dan Gus Salman tetap berada di rumah sakit untuk menemani dan menjaga Ning Azzahra. Mereka bergantian menjaga adiknya siang dan malam. Mereka juga memberikan semangat dan motivasi kepada Ning Azzahra agar ia cepat sembuh dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
Namun, di balik perhatian dan kasih sayang kedua kakaknya, Ning Azzahra menyimpan sebuah rencana
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments