Bab 5

Taman akademi masih ramai dengan murid-murid yang membicarakan hasil tes kekuatan pertama mereka. Mira sibuk menulis catatan kecil di buku sihir yang baru dibagikan, Selena menatap langit sambil merenung, sedangkan Elara… duduk selonjoran di bangku batu, mulutnya penuh kue manis.

“Ra, kita lagi latihan dasar sihir, kenapa kamu malah makan lagi?” Mira mendengus.

Elara mengangkat bahu. “Ya terus kenapa? Dari tadi kita cuma disuruh nutup mata dan ngerasain energi. Aku nggak ngerasain apa-apa kecuali laper.”

Selena tersenyum tipis, tapi jelas wajahnya juga bingung. “Aku pun sama. Katanya aku Putri Luminara, tapi entah kenapa semua energi ini rasanya asing. Seolah… aku nggak tahu caranya.”

“Ya kan! Kita bertiga kayak ditarik ke sini tanpa instruksi manual.” Elara menyuap kue lagi, santai sekali.

Langit tiba-tiba meredup. Angin dingin berhembus, membuat semua murid terdiam.

Beberapa murid menoleh ke gerbang taman, wajah mereka langsung pucat.

Sosok tinggi dengan seragam hitam-ungu khas klan Noctyra berjalan masuk. Rambutnya hitam rapi, tatapan matanya dingin bagaikan es. Meski ia tidak membuka mulut, auranya cukup untuk membuat seluruh taman menegang.

Arsen Noctyra.

Namun kebanyakan murid tidak tahu siapa dia sebenarnya hanya mengira itu murid Noctyra yang statusnya lebih tinggi.

Di sampingnya berjalan seorang pria berambut perak dengan senyum tipis, Dorion Kaelith. Dialah yang memecah keheningan.

“Sepertinya ada yang menarik hari ini,” ucap Dorion santai, suaranya berat tapi menenangkan. Ia menatap sekeliling, lalu berhenti pada lingkaran di mana Elara, Mira, dan Selena duduk.

Beberapa murid langsung mundur, menunduk. Mereka tahu, kalau murid Noctyra muncul, biasanya bukan untuk hal sepele.

Elara masih santai menggigit kuenya. “Hmm…? Ada apa sih? Kenapa semua orang tiba-tiba kayak lihat hantu?”

Mira mencolek lengannya panik. “Ra! Itu murid Noctyra! Jangan santai gitu, nanti kita bisa kena masalah.”

Selena ikut menunduk, mencoba terlihat tenang.

Dorion tersenyum samar melihat Elara yang tetap cuek. “Menarik… semua orang menunduk, tapi kau malah makan di depannya. Kau benar-benar berbeda.”

Arsen hanya berdiri di samping Dorion, tatapannya menembus Elara dengan dingin. Tidak ada kata keluar, hanya aura yang membuat seisi taman sesak.

Namun anehnya, Elara justru bersandar santai. “Eh, kenapa? Dia nggak ngapa-ngapain kan? Lagian, yang penting sekarang perut kenyang.”

Dorion tertawa kecil. “Kau bahkan tidak sadar siapa yang berdiri di hadapanmu.”

Murid-murid lain menahan napas, menunggu sesuatu yang besar terjadi.

Tapi Elara hanya mengangkat alis. “Terus kenapa? Aku Elara Sheraphine, aku dari tadi di sini, jadi kenapa aku harus tahu siapa yang berdiri di hadapanku ..” Ia celoteh seenaknya.

Suasana makin hening. Beberapa murid hampir pingsan melihat keberanian atau kebodohan Elara.

Arsen menatapnya lama, lalu berbalik perlahan. Sekali lagi, ia tidak berbicara. Hanya tatapan itu yang seakan membekas di dada Elara.

Dorion mengikuti langkahnya, namun sebelum pergi ia menoleh sebentar, senyum tipis tersungging. “Jangan terlalu santai, Sheraphine Dunia ini tidak seaman yang kau kira.”

Dan mereka pun menghilang dari taman, meninggalkan aura dingin yang baru perlahan memudar.

Mira langsung menarik napas panjang. “Elara… kau sadar nggak barusan kita hampir mati berdiri?”

Elara menguap, lalu berdiri sambil merentangkan tangan. “Aku cuma sadar kalau kuenya tinggal setengah. Ayo cari makan lagi.”

Selena menggeleng pelan, tapi matanya menatap jauh, penuh pikiran. Arsen Noctyra… kenapa aku merasa semua ini baru permulaan?

Ruang kelas Klan Noctyra berbeda dengan kelas lain. Cahaya redup, dinding dihiasi ukiran hitam keunguan, dan udara terasa berat seakan selalu dipenuhi kabut dingin. Para murid duduk tenang, tak ada yang berani bercanda atau berisik.

Di barisan paling belakang, Arsen Noctyra duduk tegak dengan seragamnya yang rapi. Tatapan matanya menembus kosong ke depan, dingin dan tak terbaca. Seolah seluruh dunia tak berarti di hadapannya.

Di sampingnya, Dorion Kaelith bersandar santai, tangan menopang dagu. Berbeda dengan Arsen, ekspresinya lebih cair seakan hanya dialah yang bisa bernafas leluasa di tengah aura mencekam itu.

Dorion menoleh, matanya menyipit penuh selidik. “Jadi… dia yang membuatmu ternoda, Arsen?”

Arsen menoleh sedikit, tatapannya tajam. “Jangan banyak bicara.”

Dorion tertawa kecil, suaranya rendah tapi terdengar jelas di antara keheningan kelas. “Heh… mulutmu boleh diam, tapi matamu sudah berteriak lebih dulu. Dua ratus tahun kau jomblo beku, tiba-tiba seorang cewek aneh itu bikin kau sampai..” ia mendekat, berbisik dengan nada nakal, “berendam air dingin tengah malam… bahkan hampir meledakkan seluruh klan.”

Beberapa murid Noctyra di dekat mereka menegang. Tak ada yang berani ikut campur. Semua tahu, hanya Dorion yang bisa bicara seperti itu pada Arsen tanpa kehilangan kepala.

Arsen menghela napas dingin, tangannya mengepal pelan di atas meja. “Dorion…” suaranya rendah, nyaris seperti geraman. “Satu kata lagi, aku akan buat lidahmu membeku selamanya.”

Dorion justru tersenyum makin lebar. “Nah, itu dia… ekspresi yang tak pernah kulihat selama dua abad.” Ia menatap lurus ke depan, matanya berkilat. “Si Elara Sheraphine benar-benar membawa badai ke dunia kita.”

Arsen tidak menanggapi lagi, hanya menatap lurus ke papan hitam kelas. Tapi dalam diam, jari-jarinya bergetar samar.

Kelas sihir dasar hari itu terasa berbeda. Aula besar dipenuhi murid dari berbagai klan Luminara dengan jubah putih berkilau, Veyra dengan seragam biru elegan, dan Noctyra dengan seragam hitam-ungu yang auranya membuat udara terasa lebih berat.

Mira merapatkan buku catatannya, wajahnya sudah panik sejak tadi. “Kenapa sih harus ada gabungan kelas? Aku nggak bisa fokus kalau ada murid Noctyra di sini…”

Selena duduk tegak, berusaha terlihat tenang. “Tenanglah, Mira. Mereka hanya murid juga, sama seperti kita.”

Elara, sebaliknya, selonjoran di kursinya dengan senyum cuek. “Santai aja. Yang penting jangan deket-deket aku pas latihan sihir, takutnya aku malah bikin meledak ruangan ini.”

Mira mendelik. “Ra! Jangan bercanda soal itu, nanti kedengeran!”

Saat itulah pintu aula terbuka. Semua murid otomatis menunduk, suasana berubah hening.

Arsen Noctyra masuk dengan langkah tenang, seragam hitam-ungu berkilau di bawah cahaya kristal. Rambutnya hitam pekat, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Di sampingnya, Dorion Kaelith masuk dengan senyum santai, tangannya bersedekap seolah tak terpengaruh aura menekan yang dibawa sahabatnya.

Murid-murid lain seketika menegang.

Mira langsung pucat pasi. “Itu… itu mereka! Kenapa mereka juga di kelas ini?!”

Selena menelan ludah, matanya menatap Arsen dengan tatapan bingung. Kenapa hatiku terasa aneh?

Elara malah mengunyah camilan yang ia selundupkan. “Oh, yang kemarin. Serius banget wajahnya. Kasihan, pasti dia belum pernah ketawa.”

Mira hampir menjatuhkan bukunya. “Elara!! Jangan keras-keras ngomong gitu!”

Dorion sempat melirik ke arah suara Elara. Bibirnya terangkat kecil, seolah terhibur. Ia berbisik pada Arsen.

“Itu dia lagi. Cewek aneh yang bisa bikin seluruh klanmu hampir goyah.”

Arsen tidak menoleh. Tatapannya hanya lurus ke depan. Namun, ketika Elara dengan santainya menguap dan bersandar di kursi, bola matanya sempat bergetar samar.

Guru sihir masuk, membuka kelas dengan suara lantang. “Hari ini, kalian akan belajar mengendalikan energi dasar. Ingat, setiap klan memiliki ciri khas kekuatannya masing-masing. Luminara dengan cahaya, Veyra dengan aliran energi, dan Noctyra dengan kegelapan. Tapi ingat, semua murid dari klan manapun akan diuji kemampuan dasarnya di sini.”

Mira mendesah resah. “Aduh… aku masih bingung caranya.”

Selena menatap telapak tangannya yang berkilau samar. “Entah kenapa, aku merasa cahaya ini muncul sendiri, bukan karena aku mengendalikannya.”

Elara? Ia hanya menaruh dagunya di meja. “Kalau aku, jangan harap. Dari kemarin nggak ada yang muncul, kecuali perasaan lapar.”

Suasana kelas pun pecah dengan tawa kecil dari beberapa murid. Tapi begitu Arsen menoleh sekilas ke arah Elara, tawa itu langsung padam.

Dorion, duduk santai di sebelah Arsen, hanya terkekeh pelan. “Dia memang berbeda, Arsen. Lihat saja… dia bahkan bisa membuat satu kelas lupa takut pada Noctyra, walau hanya sebentar.”

Arsen menutup matanya, tidak berkata apa-apa. Tapi jari-jarinya di atas meja mengepal pelan.

Terpopuler

Comments

Flynn

Flynn

Ngakak!

2025-09-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!