Bab 4

Di aula utama akademi, murid-murid baru berkumpul dalam barisan rapi. Ruangan itu luas, dindingnya dipenuhi pilar kristal berwarna ungu kebiruan, dan di langit-langit tergantung lampu sihir berbentuk bintang yang terus berputar perlahan.

Di depan, seorang pria berjubah panjang salah satu pengawas akademi berdiri dengan wibawa.

“Selamat datang, para murid baru Akademi Agartha. Kalian yang berasal dari berbagai klan akan belajar bersama di sini. Mari kita mulai dengan perkenalan satu per satu,” ucapnya dengan suara berat.

Satu per satu murid maju ke depan. Ada yang memperkenalkan dirinya dengan sopan, ada yang berusaha menonjolkan kebanggaan klannya, ada pula yang canggung.

Ketika tiba giliran Elara, Mira langsung berbisik panik. “Eh, jangan aneh-aneh ya! Ingat, ini formal!”

Elara menyeringai, lalu melangkah ke depan. Semua mata tertuju padanya.

Ia menghela napas, lalu dengan santai berkata,

“Aku Elara Sheraphine. Aku .. dari tadi ada di sini… dan jujur aja, aku juga nggak tahu kenapa aku bisa ada di tempat ini."

Ia tersenyum santai, melambaikan tangan, “Terima kasih.”

Suasana hening.

Beberapa murid menahan tawa, beberapa lain melongo tak percaya. Pengawas mengerutkan kening, menatap Elara dengan ekspresi tidak puas.

Mira langsung menepuk wajahnya dengan telapak tangan. “Astaga, Elaraaa…”

Dari barisan belakang, Selena menahan senyum tipis, matanya berkilat melihat ulah Elara. Untuk sesaat, topeng sang putrinya retak, dan ia hampir saja tertawa.

“Bisa nggak sih kamu serius dikit?” Mira berbisik geram begitu Elara kembali ke tempat duduk.

Elara mengangkat bahu santai. “Lagian emang bener, aku nggak ngerti apa-apa soal tempat ini. Daripada pura-pura, mending jujur, kan?”

Mira mendengus. “Nggak semua hal harus diumbar ke semua orang, dasar mulutmu...."

Tapi sebelum Mira bisa lanjut, pengawas mengetuk tongkatnya ke lantai.

“Tenang. Tidak masalah. Yang berikutnya… Selena Ardan.”

Semua murid sontak menoleh ke arah Selena. Begitu namanya disebut, bisik-bisik kecil terdengar di seluruh aula.

“Ardan? Apa dia keturunan dari Joshep Ardan?”

“Itu nama besar di Luminara…”

“Putri Ardan, benar?”

"Dia juga baru datang tapi sudah di angkat menjadi putri Luminara."

Selena melangkah dengan anggun, wajahnya tetap tenang.

“Aku Selena Ardan, dari klan Luminara.” ucapnya singkat tapi jelas. Suaranya terdengar mantap, penuh wibawa.

Tepuk tangan kecil terdengar, suasana jadi lebih khidmat.

Mira menoleh ke Elara, berbisik, “Tuh, gitu lho harusnya. Anggun, singkat, jelas.”

Elara menguap kecil. “Bosan banget. Aku tetep suka versiku. Kalau Selena terpaksa kaya gitu , padahalkan pasti sudah gak tahan untuk berbuat konyol."

Dan dari balkon atas aula, sepasang mata merah mengamati dengan dingin. Arsen Noctyra tidak bertepuk tangan, tidak tersenyum, hanya memandang Elara dengan tatapan penuh arti.

Setelah perkenalan selesai, pengawas mengetuk tongkatnya lagi. Cahaya biru keunguan dari tongkat itu menyebar, membentuk sebuah lingkaran besar bercahaya di lantai aula.

“Sekarang, kita akan membagi kelas. Ingat, kalian akan belajar bersama sesuai kemampuan, bukan hanya asal klan.” suara pengawas bergema, dalam dan tegas.

Lingkaran bercahaya itu mulai berputar. Nama-nama murid muncul satu per satu di udara, lalu meluncur ke papan kristal raksasa di depan aula.

“ Elara Sheraphine”

Nama Elara menyala di udara, lalu menempel di papan kelas Astra I.

“ Selena Ardan”

Nama Selena menyusul, berada tepat di bawah Elara.

“Mira Lyanna"

Mira meloncat kecil ketika namanya muncul, dan,ya, di kelas Astra I juga.

“Yesss!!” Mira bersorak kecil, lalu langsung menutup mulutnya karena pengawas melotot.

Elara menepuk bahunya. “Santai aja, toh aku juga pengen sekelas sama kamu. Lebih gampang kalau mau numpang contekan.”

Mira melotot. “ELARA! Ini akademi sihir elit, bukan sekolah biasa. Mana ada contekan.”

Elara menyeringai. “Ya udah, aku bikin versinya sendiri lah.”

Selena yang berdiri di samping mereka hanya tersenyum tipis. Ia menjaga sikap, tapi dalam hatinya ada rasa lega ,tak perlu sendirian menghadapi tempat asing ini masih ada teman-temannya.

Setelah semua nama muncul, pengawas menutup papan kristal.

“Mulai hari ini, kelas Astra I akan dilatih langsung oleh beberapa instruktur terbaik. Tapi ada satu hal yang harus kalian ingat,” ia menatap tajam ke seluruh aula, “kompetisi di akademi ini nyata. Bukan hanya nilai tapi juga hidup kalian yang dipertaruhkan. Tidak ada tempat untuk yang lemah.”

Suasana langsung hening.

Elara menelan ludah, lalu berbisik ke Mira. “Tuh kan, baru juga masuk udah kayak mau perang. Ini sekolah apa arena gladiator sih?”

Mira menepuk jidat. “Tolonglah, bisa nggak kamu serius sedetik aja?”

Selena menoleh, matanya tenang tapi suaranya jujur. “Aku juga baru di sini. Sama seperti kalian, aku belum tahu banyak. Jadi… mungkin kita harus saling bantu. Walaupun statusku seorang putri."

Mira menatap Selena dengan semangat. “Iya! Kita harus kompak. Aku sama Elara udah satu tim, jadi kalau kamu gabung juga, pasti lebih gampang.”

Elara menyeringai, menatap Selena. “Heh, kita kaya sama siapa saja . Kita sefrekuensi, jadi sikapmu buang saja kalau sama kita Selena, gak usah jadi putri ,jadi Selena yang gak waras saja."

Selena sempat terdiam, lalu menghela napas kecil. “Gue udah pegel jadi kaya gini Elara, tapi dalam tubuh Gue kaya ada yang tidak bisa di bantah."

Mira dan Elara saling menatap " encok paling" jawaban mereka membuat Selena ingin memukulnya.

Tapi dari balkon atas aula, mata merah Arsen Noctyra masih menatap mereka. Pandangannya berhenti lama pada Elara, seolah dia tidak bisa mengalihkan perhatian.

**

Keesokan paginya, aula kelas Astra I dipenuhi murid baru. Ruangannya berbentuk setengah lingkaran, dengan dinding kristal bercahaya lembut. Di tengah, lingkaran sihir berukuran besar memantulkan cahaya biru muda, seolah berdenyut seperti jantung.

Instruktur mereka, seorang wanita tinggi berambut perak bernama Profesor Lyra Avenhart, berdiri di depan. Suaranya tenang tapi menusuk.

“Selamat datang, murid Astra I. Di akademi ini, pelajaran pertama kalian bukan membaca buku tetapi mengenali diri sendiri. Karena sebelum kalian memahami sihir, kalian harus tahu… siapa kalian sebenarnya.”

Tangannya terulur, dan lingkaran sihir di lantai menyala lebih terang.

“Berdirilah di sini, satu per satu. Lingkaran ini akan membaca esensi kalian darah, asal, kekuatan, bahkan batas kemampuan. Jangan kaget jika kalian mengetahui sesuatu yang belum pernah kalian dengar sebelumnya.”

Murid-murid saling pandang, ada yang gugup, ada yang bersemangat.

Mira mendorong Elara pelan. “Kamu duluan aja.”

“Eh? Kenapa aku?!” protes Elara.

“Karena kamu yang paling santai. Kalau kamu bisa, aku juga pasti bisa.” Mira menyalin wajah percaya diri palsu.

Elara mendengus, lalu berjalan ke lingkaran sihir. Cahaya biru langsung menyelubunginya.

Simbol-simbol kuno muncul di udara, berputar di sekeliling tubuh Elara. Tiba-tiba, cahaya itu berubah menjadi ungu tua bercampur merah warna yang jarang terlihat.

Suasana ruangan mendadak hening.

Profesor Lyra menyipitkan mata. “Menarik…”

Elara menggaruk kepala, kikuk. “Jangan bilang… warna lampunya error ya?”

Beberapa murid menahan tawa, tapi wajah profesor tetap serius.

“Bukan error. Esensi ini… sangat langka.” Suaranya pelan, nyaris berbisik, tapi cukup untuk membuat seluruh kelas menahan napas.

Elara cepat-cepat keluar dari lingkaran, lalu balik ke Mira. “Tuh kan, makanya aku benci tes beginian. Selalu bikin suasana dramatis nggak jelas.”

Mira menepuk bahunya. “Kamu tuh, bisa nggak sih sesekali mikir ini penting?”

Setelah beberapa murid lain maju dengan hasil yang lebih ‘normal’, giliran Selena.

Begitu ia berdiri di lingkaran, cahaya biru langsung berubah menjadi emas terang, hampir menyilaukan mata. Simbol-simbol kuno menari mengelilinginya dengan anggun.

“Putri Ardan… pantas.” gumam seorang murid dengan kagum.

Namun Selena terlihat sedikit bingung, seolah cahaya itu lebih besar dari yang ia pahami tentang dirinya sendiri.

Profesor Lyra menatap Selena dengan ekspresi tak terbaca. “Luminara sejati. Kamu… akan membawa banyak perhatian di sini, Ardan.”

Selena menunduk sedikit, menerima ucapan itu dengan elegan, meski dalam hati ia sama bingungnya dengan Elara.

Ketika giliran Mira, cahaya yang muncul berwarna biru murni jernih, stabil, dan menenangkan. Profesor Lyra mengangguk puas. “Veyra. Keseimbangan. Kamu akan jadi pondasi penting untuk kelompokmu.”

Mira tersenyum bangga. “Hehe, aku normal banget ternyata.”

Elara langsung menyambar, “Ya iyalah. Dari tadi aku udah bilang kamu tuh tipe rajin belajar.”

Pelajaran berlanjut dengan dasar manipulasi energi. Profesor Lyra meletakkan bola kristal di meja, lalu berkata, “Siapa pun yang bisa menyalakan ini tanpa meledakkannya, berarti kalian sudah bisa mengendalikan sihir dasar.”

Beberapa murid mencoba. Ada yang gagal, ada yang bola kristalnya malah pecah.

Ketika giliran Elara, ia menatap bola kristal itu dengan malas. “Nyalain doang kan? Kayak lampu di rumah.”

Ia menaruh tangannya di atas bola itu.

Bumm!

Kristalnya menyala ungu-merah terang, lalu meledak jadi serpihan kecil.

“Astaga Elara!” teriak Mira kaget.

Elara terbatuk, wajahnya dipenuhi asap. “Aku cuma… pencet tombolnya, kok langsung rusak?”

Seluruh kelas langsung heboh, beberapa murid menatapnya dengan kagum, beberapa dengan curiga.

Profesor Lyra menghela napas panjang. “Sheraphine… kamu harus belajar mengendalikan kekuatanmu, atau kekuatan itu yang akan mengendalikanmu.”

Elara hanya nyengir. “Sip, catat Bu. Walau aku bingung kekuatan mana."

Mira menutupi wajahnya dengan kedua tangan. “Aku malu kenal kamu…”

Sementara Selena menatap Elara diam-diam. Ada sesuatu yang aneh dalam kekuatan itu mirip, tapi berbeda, dengan aura Noctyra yang semalam sempat mengguncang langit.

Terpopuler

Comments

Melanie

Melanie

Romantis banget!

2025-09-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!