Bab 2

Ketegangan di aula semakin pekat. Pria itu baru saja menggulung perkamen aturan, ketika seorang remaja cowok dengan suara bergetar mengangkat tangan.

“T-tunggu... kalau Luminara dan Veyra punya asrama masing-masing, lalu bagaimana dengan Klan Iblis? Apa ada aturan khusus untuk mereka?”

Semua kepala langsung menoleh. Suasana yang tadinya riuh oleh bisikan, kini berubah jadi hening mencekam. Bahkan udara terasa menurun suhunya.

Pria itu tersenyum tipis, senyum yang membuat bulu kuduk berdiri. “Ah... pertanyaan bagus.”

Ia menoleh ke arah jendela besar aula. Dari sana, terlihat di kejauhan berdiri sebuah bangunan hitam pekat, menjulang paling tinggi di antara semua asrama. Dindingnya berlapis batu obsidian, puncaknya menembus kabut langit. Di sekelilingnya, api biru berkobar tanpa henti, namun tidak pernah padam.

“Itulah Asrama Klan Iblis,” ucapnya lirih, tapi penuh penekanan.

“Megah, jauh, dan tinggi... karena mereka memang berada di atas segalanya. Tidak ada yang berani menentang mereka.”

Para remaja menatap bangunan itu dengan wajah pucat. Aura gelap dari tempat itu seolah bisa dirasakan meski hanya dipandang dari jauh.

Pria itu kembali menatap murid-murid. Matanya menyipit.

“Larangan terbesar dalam akademi ini... jangan pernah mengganggu urusan Klan Iblis. Jangan menantang mereka, jangan mencampuri masalah mereka, dan jangan pernah memasuki asrama mereka tanpa izin. Sekali melanggar ,hidup kalian tidak akan lagi menjadi milik kalian.”

Suara beratnya menggema, menusuk ke dada semua yang mendengarnya.

Mira langsung merinding. Ia menoleh ke Elara dengan wajah takut. “Klan iblis? Itu... yang katanya penguasanya hidup lebih dari dua ratus tahun?”

Elara menunduk, suaranya tercekat. “Ya... dan kita ada di sekolah yang sama dengan mereka... dengan kakek tua ."

Sementara itu, Selena berdiri tenang, wajahnya sulit dibaca. Hanya matanya yang berkilau samar ,seolah ia tahu lebih banyak tentang Klan Iblis daripada yang lain walau pertama kali kesini tapi selena sudah diberikan ingatan yang mungkin hanya dia yang tahu.

***

Mira dan Elara akhirnya tiba di Asrama Veyra. Dindingnya gelap dihiasi ukiran merah menyala, suasananya dingin namun elegan. Mereka masih gemetar karena peristiwa sebelumnya, tapi untungnya aturan akademi memperbolehkan memilih teman sekamar sendiri. Satu kamar berisi empat orang.

Ketika pintu kamar terbuka, dua gadis menyambut mereka.

"Hai, kalian baru di sini?" tanya seorang gadis berambut pirang panjang, ramah tapi tegas.

"Ya, kita baru... kesasar ke sini," jawab Elara jujur, masih merasa aneh dengan semua yang terjadi.

"Selamat datang di dunia fantasi, dunia yang akan membuat kalian berubah... dan betah di sini," ucap Jesika, gadis lain dengan senyum manis tapi matanya penuh rasa ingin tahu.

Mira mengedip, masih kagok. "Kalian udah lama di sini?"

"Sudah dua tahunan," jawab Maria santai, sambil duduk di ranjangnya.

Elara penasaran. "Boleh aku bertanya-tanya tentang semuanya?"

Jesika tersenyum dan melambai agar mereka duduk mengitari meja kecil di tengah kamar. "Aku tahu kalian pasti banyak pertanyaan. Kita akan jawab... tentang siapa mereka."

Lalu ia mulai menjelaskan, dengan nada agak sinis tapi tetap bersemangat.

"Selena Ardan adalah anak dari ketua Luminara dulu, Joshep Ardan dan Vera Ardan. Mereka pasangan dari klan Luminara dan manusia biasa. Sedangkan pria yang di samping Putri Selena tadi adalah Marco Valdes ,itu tunangannya lebih tepatnya ynh dijodohkan dengan selena ardan. Pria lain yang berdiri di sana adalah Nicky Alveron, si jomblo ganteng yang terlalu mempesona untuk didekati. Dan perempuan yang di sampingnya lagi, Jennifer Caelina, si centil yang sok cantik."

Jesika menghela napas, jelas ada rasa tidak suka, meski wajahnya tetap bahagia bisa membocorkan gosip.

Mira menelan ludah. "Apa... Selena pernah ke sini sebelumnya?"

Maria yang menjawab, "Dia baru ke sini hari ini. Karena memang saat umur 19 tahun, kita akan ditarik ke sini. Itu perjanjian yang sudah dibuat orang tua mereka."

"Maksudnya?" Elara mengernyit.

Jesika menghela napas panjang, lalu menjelaskan, "Sebelum menikah, orang tua diberi pilihan: tinggal di sini atau di dunia kalian. Mereka boleh menikah dengan manusia biasa, tapi sebagian ingatannya dihapus , mungkin hanya ingat samar saja supaya tidak merasa kehilangan ketika anaknya ditarik ke sini."

Mira dan Elara saling tatap, wajah mereka sulit percaya.

"Terus kita? Orang tua kita... apa juga dari sini?" tanya Elara bingung.

"Ya, mungkin... tapi kalian tidak tahu," jawab Maria datar.

Elara mendengus kesal. "Bagaimana kita hidup di sini? Pakaian? Makanan? Sekolah? Arggghh, aku sudah malas untuk bersekolah lagi!"

"Ya, aku capek dengan mata pelajaran yang bikin kepala mau pecah," timpal Mira, ikut mengeluh.

Jesika mendengus geli. "Heh, ada yang mau tahu tentang pangeran klan iblis?" bisiknya.

Mira dan Elara langsung serempak, "Hah, pangeran klan iblis?"

Maria menyikut Jesika. "Itu mah panggilan dia sendiri... pangeran."

Jesika terkekeh. "Dia jomblo udah 200 tahun, tapi wajahnya masih seperti umur 20 tahunan. Dan ya, dia belum menikah."

Elara spontan nyeletuk, "Emang ada yang mau nikah sama dia?"

Mira langsung menjitak kepalanya. "Heh, kalau ganteng, aku juga mau."

"Ishhhh, sialan! Kepala gue!" Elara meringis sambil mengusap kepalanya.

Jesika mendekat, berbisik serius. "Kalau bisa, aku juga mau. Tapi klan iblis itu harus menikah sesama klan. Dan katanya, kalau sudah terikat dengan mereka, gak akan bisa jadi milik orang lain. Mereka cuma punya satu pasangan seumur hidup, dan... mereka hyper, obsesif, serta posesif."

Elara tercengang. "Ada yang kayak gitu di sini?"

Mira nyeletuk, "Mungkin udah upgrade, lagian kan mereka juga normal."

"Tahu dari mana kalian?" Elara mencibir.

Maria mengangkat bahu. "Dengar dari orang lain. Gosipnya mereka sering keluar masuk dunia kita juga."

"Ouhh..." Elara manggut-manggut.

Mira menatapnya. "Kamu ngerti?"

"Aku lapar!" jawab Elara sambil cengir.

Mira langsung mendengus. "Si doyan makan."

Maria tertawa kecil. "Aku akan ajak kalian jalan-jalan dekat akademi. Di sana banyak makanan, tenang saja, aku punya banyak uang."

"Ayo, Aku suka gratisan !" seru Elara dan Mira senang.

Mereka pun berjalan keluar. Jalan setapak menuju akademi dipenuhi lampu-lampu kristal biru yang berkilau. Akademi itu berdiri megah di tengah, dengan menara tinggi mengarah ke langit. Dari kejauhan, bayangan gelap asrama klan iblis terlihat menjulang lebih tinggi, angkuh dan mencekam.

“Kalian tahu rupa pangeran klan iblis itu?” tanya Mira penasaran.

Maria menggeleng. “Ada yang tahu, tapi... gak bisa menggambarkannya.”

“Kenapa?” tanya Mira.

“Mungkin gak mau diekspos, mungkin mau jadi diri sendiri, atau... introvert,” celetuk Elara asal.

“Ishhh, jawaban lo ngawur terus,” Mira manyun.

Tak lama, aroma makanan membuat Elara bersorak. “Eh, Jesika, boleh beli itu?”

“Pergilah!” titah Jesika.

Elara langsung berlari, mengambil makanan pedas kesukaannya. “Ka, aku mau satu ya!”

Namun tiba-tiba seseorang mendorongnya ke belakang.

“Gak ada kata antri di sini!” bentak Elara kesal.

Mendadak, langit mendung. Angin dingin berhembus, cahaya di sekitar meredup. Semua orang terdiam, lalu mulai berbisik ketakutan:

“Pangeran Klan Iblis... dia turun...”

Suara petir mengguntur. Seisi pasar kecil itu hening.

“Lebarkan mata, siapa tahu kita bisa kenal dia,” bisik seorang gadis.

“Heh, wajahnya aja kita gak pernah lihat jelas,” bisik yang lain.

Elara cuek. Ia malah masuk ke kedai, mengambil makanannya, dan berjalan sambil mengunyah. “Aku terlalu lapar!”

Tiba-tiba, suara lantang terdengar: “Minggir!”

Seorang pria berjalan dengan langkah angkuh. Rambut hitamnya panjang tergerai, matanya merah menyala seperti bara. Seluruh kerumunan menunduk, aura kekuatannya begitu menekan.

“Siapa dia?” tanya Mira pelan.

Maria berbisik, “Brian Zevlor Arcturus, salah satu dari Klan Iblis...”

Elara masih asyik makan. “Ternyata makanan disini enak juga."

Ucapannya terdengar jelas, membuat Brian berhenti tepat di depannya.

“Kamu baru di sini?” suaranya dingin menusuk.

Elara tidak menjawab, masih sibuk mengunyah.

“Heh!” bentak Brian, aura hitamnya menyelimuti sekitar.

Elara baru menelan makanannya dan berseru puas, “Akhirnya kenyang juga!”

“Ada apa?” tanyanya polos.

Jesika buru-buru maju. “Maaf, Tuan Brian, mereka berdua anak baru.”

Brian menatap tajam. “Jaga ucapanmu.”

Mira dan Elara buru-buru menunduk dan menurut, walau Elara gak tahu apa salahnya “Baik...”

Brian melangkah pergi, kerumunan kembali bernafas lega.

Namun Elara yang sedikit bandel dan konyol langsung berlari lagi, kali ini menuju pohon yang berbuah lebat. “Aku akan ke sana!”

“Hati-hati!” teriak Mira.

“Dia perempuan tapi kayak cowok,” komentar Jesika.

“Udah biasa,” timpal Mira pasrah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!