Bab 3

“Mbak Ajeng, Mbak yang di depan ya sama Doni. Biar Mas Rendy sama aku di belakang. Aku takut mabok, Mbak. Aku kan lagi hamil. Jadi, kalau aku muntah, biar Mas Rendy aja yang repot karena dia yang bikin.”

Niat Ajeng membuka pintu belakang mobil mereka, urung karena permintaan Sabrina.

Ya, Sabrina memang lebih tua dari Ajeng karena dia adalah adik kelas Rendy semasa sekolah. Tapi, karena posisinya sebagai istri kedua, dia menghargai Ajeng yang lebih muda tiga tahun darinya, dengan panggilan Mbak.

Tanpa banyak kata, wanita itu pindah ke depan, tempat yang biasa diduduki oleh Rendy.

Biasanya, formasi saat bepergian bersama memang Rendy yang di depan demi keadilan. Tapi kini, keadilan itu sudah terabaikan dengan alasan kehamilan Sabrina.

Ya, lagi dan lagi, kehamilan madunya menjadi alasan kekecewaannya.

Perjalanan menuju penginapan yang berada di kawasan puncak, tak banyak drama. Hanya dipenuhi oleh celotehan Sabrina yang bermanja kepada Rendy tanpa peduli Ajeng di depan sana.

Mereka membawa dua rombongan. Satu mobil berisi mereka bertiga dan juga Doni—yang menyetir. Serta satu mobil lagi di belakang, rombongan bagian perkontenan.

Hanya sekitar empat jam perjalanan, mereka sudah sampai tempat tujuan. Doni, selaku orang kepercayaan Rendy, sudah mengatur semuanya.

“Mau satu kamar untuk bertiga atau pesan dua kamar, Bos?” Goda Doni yang sebenarnya hanya bercanda.

“Yang bener aja lo, Don. Lo pikir, gue mau three--some?”

Banyak yang tertawa karena candaan itu. Tapi, tidak demikian dengan Ajeng yang terlanjur badmood karena istri muda Rendy, ikut dalam perjalanan mereka.

Alhasil, Rendy dan kedua istrinya dipesankan dua kamar kali ini. Kata Doni, terserah Rendy akan tidur di kamar istrinya yang mana.

Sedangkan karyawan lain, mereka punya bagian masing-masing dalam satu kamar untuk empat orang. Sengaja, Rendy hanya membawa personil laki-laki agar tidak ribet dan membebani.

“Dek, Mas ke kamar Brina dulu ya. Baju-baju Mas kan satu koper sama Brina.”

Lagi-lagi, Ajeng hanya bisa pasrah, tanpa membantah. Wanita itu berjalan sendiri menyeret kopernya, menuju kamar miliknya.

Entahlah, meskipun Ajeng tahu itu mustahil, tapi si bodoh itu tetap tak berhenti berharap suaminya akan datang ke kamarnya.

“Bodoh kamu, Ajeng. Bodoh sekali.” Ucapnya saat harapannya menunggu sang suami seolah kandas begitu saja.

Dari siang mereka tiba, hingga kini hari sudah mulai gelap, nyatanya Ajeng tak melihat batang hidung suaminya sedikit pun di sekitarnya. Hanya ada kru kontennya saja yang mengajaknya mengobrol karena kesepian, di sebuah cafe milik resort.

“Nah, itu Mas Rendy.” Ucap Joko, salah satu tim Ajeng.

Ajeng tentu saja menoleh ke arah tunjuk Joko. Dan ternyata, dia melihat suaminya sedang berjalan bersama Sabrina sambil bergandengan tangan mesra, ke arahnya.

Namun, saat sepasang suami istri itu sudah mendekat, Ajeng justru memalingkan wajahnya.

“Udah pada makan malam belum nih?” Tanya Rendy kepada anak buahnya.

“Dari tadi udah ngopi sama ngemil, Bos. Sambil nemenin Ajeng.” Sahut Doni apa adanya.

Karena nama istrinya disebut, Rendy menatap istri pertamanya itu.

“Kamu juga belum makan, Dek?” Tanyanya.

“Aku udah kenyang. Sama seperti mereka.” sahut Ajeng tenang.

“Kalau begitu, kita aja yang makan lah. Laper belum makan dari siang.”

Rendy duduk lebih dulu, kemudian dia menarik kursi sebelahnya untuk Sabrina yang terkikik menanggapi ucapannya.

Ya, memangnya siapa yang tak paham apa maksud ucapan Rendy dengan kata "lapar karena tidak makan sejak siang"?

Sialnya, dua manusia laknat itu tidak merasa tak enak hati sedikitpun kepada Ajeng.

“Dek.” Panggil Rendy, setelah dia menyuruh salah satu anak buahnya untuk memesankan makanan untuknya dan Sabrina.

Ajeng hanya menatap, tanpa menjawab.

“Malam ini, aku tidur sama Brina ya. Kasihan dia nggak berani sendirian.”

Ajeng mengepalkan tangannya erat-erat menahan kesal.

Sebenarnya, sudah dia duga akan seperti ini jadinya. Suaminya tak akan bisa mengesampingkan Sabrina demi dirinya sebentar saja.

Tapi, kalau bertemu kenyataannya secara langsung seperti ini, Ajeng jelas emosi. Tapi, untuk meluapkan emosinya pun, Ajeng tak sampai hati mempermalukan dirinya sendiri.

“Ya. Tidurlah di kamar Brina. Tapi, sebelum kalian tidur, aku mau bicara sama kamu sebentar.” suara Ajeng datar. Kemudian, dia berdiri tiba-tiba.

“Kamu mau kemana, Dek?” Rendy bertanya.

“Aku mau ke kamar. Pegel dari tadi duduk disini.” Wanita itu masih tenang.

“Kamu beneran nggak makan lagi?”

“Aku udah kenyang. Aku ke kamar dulu.”

Tanpa menunggu jawaban siapa-siapa, Ajeng berlalu begitu saja dengan sikap biasa.

Rendy hanya bisa menatap istri pertamanya dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Hayo loh, Bos. Yang satu marah kan? Kasihan Ajeng. Dari tadi disini terus nungguin kalian.” Joko menakut-nakuti.

“Oh ya?” Yang menjawab adalah Sabrina. “Ya ampun, kasihan sekali Mbak Ajeng. Kamu sih, Mas, pakai acara begituan dulu sampai dua kali. Jadinya, Mbak Ajeng marah kan?”

Kelima laki-laki yang biasa bercanda itu, hanya bisa melengos karena situasinya tak tepat untuk menanggapi apapun. Bahkan, diantara kru itu, ada yang mencebik dan ada juga yang menggelengkan kepalanya tak menyangka.

*

“Aku mau kita ketemu sama notaris.”

Rendy yang baru saja sampai di tempat Ajeng menunggu, mengenyitkan keningnya.

“Notaris? Untuk apa?”

“Untuk membagi usaha kita yang sedang berjalan.”

“Apa maksudmu?” Reaksi Rendy, berbanding terbalik dengan Ajeng yang terlihat tenang.

Wanita yang semula menatap pemandangan kemerlip lampu-lampu di bawah bukit itu, menoleh santai ke arah suaminya.

“Aku mau kita cerai.”

“Jaga ucapanmu, Ajeng!” Spontan, Rendy membentak.

Merasa sudah habis kesabaran, Ajeng menatap Rendy dengan tatapan menantang.

“Kenapa harus aku yang menjaga ucapan? Sementara kamu, nggak pernah bisa jaga perasaanku.”

Rendy tersenyum sinis. “Apa ini cuma karena kamu lama nungguin aku di depan tadi, hem? Atau karena malam ini aku akan tidur di kamar Sabrina?”

“Seharusnya, seperti itu saja tidak perlu dijelaskan. Nggak cuma sekali dua kali kamu mengingkari janji untuk adil, Mas. Kamu lebih mengutamakan Sabrina terus daripada aku.”

“Sudah ku bilang, itu karena Sabrina sedang hamil.”

“Itu bukan alasan, Mas. Kalau status kami sama, kenapa dia nggak kamu suruh mencegah kehamilan dulu sama sepertiku?”

“Kita sudah kecukupan sekarang, Dek. Ayolah, ini masalah sepele.”

“Ya, sepele menurutmu, tapi tidak dengan aku. Pokoknya, aku mau bercerai dan bisnis kita dibagi dua.”

“Sudahlah! Kamu cuma sedang cemburu seperti biasanya, Ajeng." Rendy  tak mau membahas lebih lanjut.

"Kalau ini cuma perkara tidur, nanti aku akan tidur sama kamu seminggu full. Tapi, tidak sekarang karena Sabrina akan ketakutan kalau tidur di tempat ini sendirian.”

Setelah berkata seperti itu, Rendy langsung meninggalkan Ajeng, tanpa berniat mendengarkan penjelasan istrinya lagi.

Wanita itu—Ajeng. Hanya bisa terdiam dengan wajah datarnya. Tapi percayalah, meskipun dia setenang itu, hatinya sedang berperang hebat dengan dirinya sendiri.

Mengatur nafasnya—hanya itu yang bisa Ajeng lakukan untuk menenangkan dirinya sendiri.

Tak tahu saja dia, jika tak jauh dari tempatnya saat ini, seseorang sedang memperhatikannya, bahkan sejak dia bertengkar dengan Rendy tadi.

“Apa itu benar Rendy dan istrinya, Nu?” suara itu terdengar rendah namun penuh makna.

“Ya, lo tahu sendiri lah....” Wisnu yang berdiri di samping Biantara, memutar bola matanya malas.

Namun, Biantara justru tersenyum miring, dengan tatapan mata tak lepas dari Ajeng.

“Jadi, wanita tenang yang tidak pernah tertarik sama gue karena mencintai suaminya itu, sekarang sudah disakiti?” Biantara terdengar meremehkan.

“Oh, ayolah, Bi. Lo nggak perlu ikut campur sama urusan mereka. Mau lo tertarik betulan sama dia pun, dia tetap istri orang.”

“Itulah, Nu. Lo tahu kan, pepatah yang mengatakan kalau rumput tetangga itu lebih hijau? Sama halnya seperti istri orang. Dia akan nampak menarik di mata gue, apalagi kalau perempuan itu udah mengacuhkan gue."

"Jangan macam-macam, Bi! Lo cuma penasaran sama dia!"

Terpopuler

Comments

Nana Colen

Nana Colen

iiiih kesel bacanya dongkol sama si ajeng.... cerai jeng cerai banyak laki yang kaya gitu mh 😡😡😡😡

2025-10-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!