Berkali-kali Radit memejamkan mata, berusaha menyingkirkan perasaan aneh yang tiba-tiba membelenggunya. Dia bahkan berkali-kali menghardik diri sendiri karena sama sekali tidak bisa melepaskan bayangan yang terus menari-nari dikelopak matanya.
“Ahh…” Radit mendesah berat.
Radit benar-benar tersiksa dengan kebimbangan yang tiba-tiba datang. Mana mungkin pelukis terkenal seperti dirinya tiba-tiba berharap selalu berada disisi guru privatenya.
“Ini gila!” umpatnya kesal segera beranjak turun dari ranjang dan bergegas ketaman anggrek Resti. “Bun, aku keluar dulu ya!” pamitnya.
“Radit, sebentar lagi kamu kan ada private!” seru Resti ketika melihat Radit sudah menaiki motornya. Sengaja pura-pura tidak dengar adalah cara paling aman untuk menghindari rentetan kalimat bundanya. Dia benar-benar bisa gila kalau harus 2 jam bersama wanita itu.
Radit hanya berputar-putar Surabaya selama beberapa jam sampai lelah dan berhenti tepat setelah 1 jam berputar-putar tidak jelas, Radit memutar motornya kearah Ketintang. Dia ingin cepat-cepat sampai digaleri pribadinya dan meluapkan emosinya melalui kuas dan kanvas.
...***...
Radit pulang sekitar jam 12 malam, aktivitas yang dia kerjakan hari ini benar-benar melelahkan, cukup ampuh menghilangkan sedikit kebimbangan perasaannya.
“Kamu sudah pulang?” tanya Resti yang tiba-tiba keluar dari kamarnya.
Radit hanya tersenyum kecil.
“Hari ini kamu selamat, sampai sekarang papa belum pulang. Ada kecelakan beruntun sampai dokter jaga dirumah sakit kewalahan,” jelas Resti sambil mengambil air mineral dilamari es.
Radit mengangguk.
“Kasihan guru private kamu tadi, untung ada Rafi jadi ada yang menemani dia ngobrol,” ungkap Resti.
Kali ini Radit terdiam, sesuatu yang dari tadi dia tahan agar tidak menjadi sebuah pertanyaan, kini telah menjadi pernyataan bundanya. Tidak ada yang tahu, bagaimana dia berjuang untuk menyingkirkan perasaan aneh yang terus mengganggunya.
Radit melangkahkan kaki kekamarnya, dia duduk diatas ranjang. Ada sebuah balastik putih yang mencolok ditengah ranjangnya. Radit memungutnya. Jaket kulit miliknya. Ada selembar kertas kecil yang terselip didalamnya ‘Terimakasih Untuk Tuan Pelukis Yang Baik Hati’
Seakan ada yang mengguncang tubuhnya dan mengoyak dadanya. Rasa sakit, rindu dan penyesalan bercampur jadi satu. Dia benar-benar merindukan sosok itu.
Radit kembali beranjak, kali ini dia biarkan perasaan menguasai dirinya. Radit bergegas mengambil motornya dan membawanya berpacu dengan angin malam. Malam menyelamatkannya, jalanan sepi malam hari membuatnya terus memacu gas dalam genggaman tangan kanannya. Dia berhenti didepan rumah kontrakan kecil yang dia datangi kemarin.
Radit mematikan raungan motornya dan membuka helmnya, tapi tidak sedikitpun beranjak meninggalkan motornya. Dia hanya menikmati rasa rindu yang seakan menyayat hatinya dengan menatap kontrakan kecil didepannya.
Satu lampu tiba-tiba menyala dari kontrakan kecil itu.
Radit bergegas kembali memakai helmnya dan menyalakan deruan motornya.
Sudah cukup untuk kegilaan yang tidak masuk akal yang dia lakukan hari ini, rasanya tubuhnya benar-benar lelah.
...***...
Hari berikutnya, Radit tidak mungkin lagi menghindari private seperti kemarin, karena kalau sampai Herman tahu, dia pasti akan dilarang berkarya seperti ancaman yang sejak awal disebut-sebut bukan hanya sebuah ancaman belaka.
Radit tidak dapat membohongi perasaannya sendiri.
Diam-diam dia manantikan kehadiran guru private nya. Sejujurnya, dia lebih berharap membenci wanita itu dari pada harus tersiksa dengan keadaan ketidak pastian seperti ini.
“Radit!” sapa Putri yang entah sejak kapan berada disisinya.
Radit menarik napas dalam, berusaha mengatur gejolak jiwanya.
“Saya belum mengucapkan terima kasih secara langsung karena…” Putri menggantungkan kalimatnya.
“Melukis adalah mimpi aku. Aku yakin kak Putri pasti sudah pernah dengar dari bunda kalau sampai kak Putri berhenti mengajar, aku tidak boleh melukis lagi!” sahutnya ketus.
Putri diam, tidak mengerti arah pembicaraan mereka.
“Jangan berpikir apa-apa hanya aku menolong kak Putri, yang aku lakukan kemarin adalah berusaha melindungi masa depan aku,” ucap Radit ketus.
Putri benar-benar tidak mengira pria yang dia pikir sebagai pria baik itu ternyata begitu picik.
Radit membuang muka. Berusaha menghindari kontak mata lawan bicaranya yang seakan mencari kebenaran dalam kalimatnya.
Untuk sekian menit, mereka hanya diam. Menikmati gejolak pikiran mereka masing-masing dan berusaha menyelami pikiran lawan bicara mereka. Dan mereka seperti lebih menikmati keadaan hening yang mereka ciptakan.
“Kapan kita mulai pelajarannya?!” tanya Radit tiba-tiba dengan nada tinggi karena sudah tidak nyaman dengan suasana yang tiba-tiba aneh menurutnya.
Putri menarik napas dalam, matanya berkaca-kaca. Pria didepannya benar-benar menguji kesabarannya.
“Kita akhiri pelajaran hari ini!” ucap Putri berusaha mengontrol nada bicaranya dan berlalu keluar.
Radit menatap Putri punggung nanar dan kini dia hanya bisa memeluk lututnya. Hatinya terlampau sakit. Dia telah menyakiti wanita yang dia rindukan.
Radit terlampau malu jika harus menjalin hubungan dengan wanita yang lebih tua darinya. Selama ini dia selalu mencibir artis kenalannya yang berpacaran dengan wanita lebih tua, tidak jarang Radit mengungkapkan komentar-komentar negative nya pada media saat ditanya kenalan teman-teman artis yang dia kenal berpacaran dengan wanita yang lebih tua.
Itu memang suatu hal yang wajar, walaupun berdomisili di Surabaya dan tidak berprofesi sebagai artis tapi Radit sering mengisi layar kaca dengan berbagai undangan bintang tamu. Jadi sangat wajar jika dia berulang kali digosipkan menjalin hubungan serius dengan artis ibu kota.
Tepat pada saat itu mata Radit menatap satu titik. Melati. Itu adalah melati milik Putri, dia pasti tidak sengaja menjatuhkannya saat keluar tadi. Cepat-cepat Radit memungutnya dan membawanya lari. Dia berusaha mengejar Putri keluar rumah, tapi ternyata orang yang dicari sudah tidak ada.
Radit kembali kedalam rumah untuk mengambil kunci motor. Dia bergegas mengeluarkan motor dan membawanya bertempur dengan beribu-ribu singa jalanan yang sedang berlomba-lomba mencapai tujuannya masing-masing.
Radit berhenti dijarak kira-kira 100 meter dari rumah Putri. Dia melihat dua orang pria sedang bicara dengan Putri dan seorang memegang tangan Putri dengan kasar.
“Hoi!” seru Radit yang langsung melepas helm dan turun dari motor, “Jangan ganggu dia!”
Seorang pria berambut agak gondrong, berbandan kekar sangar yang tadi memegang tangan Putri, segera melepaskannya, “Siapa kamu? Jangan ikut campur lebih baik pergi saat kamu masih diberi kesempatan!”
Radit tersenyum kecil, “Dasar miskin! Pasti tidak punya TV. Tidak pernah lihat TV ya makanya tidak kenal sama aku?” tanyanya dengan nada mengejek, masih dengan gaya sombong yang melekat pada dirinya.
“Arnold, jangan!” sergah Putri pada pria sangar yang tadi memegang tangannya. “Jangan dia!” Putri mengiba.
Pria lain yang disebelah Arnold menatap Radit tidak percaya, “Sepertinya wajahnya memang tidak asing, siapa ya?” tanya Arka, kakak Arnold.
“Cuih!” Arnold membuang ludah sembarangan, “Siapapun dia, mau anak penjabat atau anak konglomerat, apa peduli kita. Sini maju kalau berani!”
Radit melangkah maju.
Putri berlari kearah Radit, mendorong tubuhnya kebelakang, dia tidak mau pria didepannya itu jadi mangsa preman kampung yang menyukainya, “Radit… jangan!” sergah Putri, memohon.
“Tenang saja kak, walaupun masih sabuk putih tapi aku sudah 2 kali masuk kelas Taekwondo!”
“Mereka itu preman, Dit!” seru Putri kesal dengan sikap arogan Radit.
Radit menggenggam tangan Putri, “Apa jangan-jangan kak Putri takut aku terluka?”
“Jangan pernah menyentuh Putri, Anjing!” umpat Arnold.
Radit menarik Putri kebelakangnya kemudian mendekati Arnold.
BRAAAAAAAAAAAKKKKK
Satu tendangan menghantam pipi Radit. Secara tidak dikira-kira Radit terpental agak jauh. Radit merasakan ngilu yang luar biasa diarea wajahnya, dia bahkan merasa ada bau amis dari mulut dan hidungnya. Tiba-tiba Radit merasa semua jadi gelap dan samar-samar suara-suara disekelilingnya menghilang. Radit pingsan.
“Sekalian kita bunuh dia!” ucap Arnold geram.
“Arnold!” teriak Putri langsung lari kerah Radit, duduk disebelahnya dan memeluknya seakan berusaha melindunginya, “Kamu keterlaluan!” hardik Putri menatap marah kearah Arnold.
“Tahan Nold, dia anak orang kaya, uangnya banyak. Kita akan mendekam lama dipenjara. Aku ingat sekarang, dia adalah anak pemilik rumah sakit dan pelukis terkenal itu!” ucap Arka sambil menahan tubuh adiknya yang masih bernafsu ingin menginjak-injak tubuh Radit.
“Aku melakukan ini semua untuk kita, Putri Sayang!” tutur Arnold lembut pada Putri.
“Arka, lebih baik kamu bawa adik kamu pergi dari sini, sebelum aku lapor polisi!” bentak Putri.
Arka langsung menarik tangan Arnold menjauh, walaupun Arnold terus meronta-ronta masih ingin mengajar Radit, Arka sekuat tanaga menggiring adiknya menjauh dari lokasi itu.
...***...
Radit marasa ngilu luar biasa disekitar pipinya, kepalanya juga terasa berat ketika dia membuka mata. Dia berada ditempat yang sama sewaktu Putri sakit kemarin.
“Radit!” Putri mendekatinya saat dia sadar.
“Apa yang terjadi?” tanya Radit sambil memegangi luka pipi dan hidungnya yang membiru.
“Kamu tidak ingat?” tanya balik Putri.
Radit menggeleng sambil memegangi kepalanya yang masih pusing luar biasa sangat.
“Kamu pingsan 5 jam setelah mendapatkan satu tendangan dari Arnold.”
Radit mengangkat kepalanya, “Tidak mungkin. Pasti tadi aku cuma mengalah!” elak Radit, menghindari rasa malu.
Kini, matanya tertuju pada melati segar yang ada diatas meja, dia menciumnya. Melati ditangannya benar-benar bisa menenangkan jiwa seseorang yang dirundung kegelisahan. “Melatinya wangi,” ucap Radit lebih terdengar konyol. “Kok disini banyak melati?”
“Melati itu unik. Dari bunga ini kita bisa tahu satu keindahan luar biasa. Baunya yang harum bisa menenangkan pikiran yang sedang gelisah,” tutur Putri yang juga menikmati keharuman melati ditangannya. “Ada seperti hipnotis dalam keharumannya yang menenangkan kita.”
Mulut Radit hanya membentuk huruf ‘O’ mendengar penjelasan Putri.
“Kamu kenapa kesini?” tanya Putri tiba-tiba.
Seperti teringat sesuatu, Radit segera mengangkat jari telunjuknya dan merogoh sakunya, kemudian mengeluarkan melati dari sakunya yang sudah tidak berbentuk lagi, “Melati kak Putri jatuh!”
Putri mengernyitkan kening bingung, “Cuma karena melati?”
Kali ini Radit gelagapan. “E… iya, sekaligus minta maaf,” ujarnya sambil menundukkan kepala.
“Bukannya kamu selalu sibuk ke galeri?” tanya Putri memulai percakapan yang lebih ringan.
“Semua sudah di handle Rangga. Asisten aku!”
Sedetik kemudian keadaan kembali hening. Radit sendiri juga bingung, kenapa tiba-tiba tercipta suasana canggung.
“Kak Putri sudah menyelesaikan pekerjaan laundry nya?” tanya Radit yang bingung memulai topic diantara mereka.
Putri tersenyum sambil menganggukkan kepala, sehingga secara tidak langsung memamerkan lesung pipi dipipinya.
“Indah!” ucap Radit seakan terhipnotis dengan pesona Putri.
“Apa?” tanya Putri bingung dengan satu kata yang terlontar dari mulut Radit.
Seakan menyadari kekonyolannya, Radit bergegas berdiri. “ Ayo kita bagikan londryannya, aku antar pakai motor!” Radit bersemangat, namun tiba-tiba dia menyadari kebodohannya, “Jangan salah faham dulu, ini juga karena aku malas pulang kerumah jam segini,” jelasnya bohong.
“Nanti biar saya antar sendiri saja,” tolak Putri yang tiba-tiba menggunakan bahasa formal padanya.
Sakarang, benar-benar terlihat kekecewaan yang nyata dimata Radit. Dia pria sempurna dimata setiap wanita yang seusianya harus menerima penolakan.
“Tapi karena kamu tidak ingin pulang cepat-cepat bagaimana lagi? Lebih baik kan kamu ikut mengantar laundry dari pada berdiam diri disini sendirian,” ujar Putri yang seakan menyadari perasaan Radit.
Seketika, senyum Radit mengembang, “Ayo!” ajaknya sambil memakai kaca mata hitam.
“Malam-malam begini pakai kaca mata hitam, seperti tukang pijat saja!” ucap Putri heran.
Bibir Radit tertarik keatas, menciptakan senyuman yang luar biasa indahnya, “Kak Putri sih tidak percaya kalau aku ini benar-benar terkenal,” tuturnya sambil beranjak dan mengangkat beberapa balasti berisi baju loundy an.
“Kamu kan bukan artis!” Putri mencibir.
“Ck ck ck, harusnya kak Putri tahu bagaimana histerisnya cewek-cewek saat aku muncul didepan mereka. Radit… Radit… tolong jadi pacar aku!” celoteh Radit sambil menirukan sikap genit gadis yang biasanya berteriak padanya.
Setelah mengangkat semua baju yang telah diseterika keatas motornya, Radit mulai menyalakan raungan motornya.
Untuk pertama kalinya, Radit merasakan debar-debar yang berbeda, aneh, tapi sangat menyenangkan, ketenangan yang tidak pernah dia temukan sebelumnya.
Setelah hampir 15 menit, akhirnya selesai acara mengatar laundry-laundry itu kepada pemiliknya.
Kali ini Radit tidak mau kehilangan kesempatan emas, dia segera meluncurkan motornya mencari tempat yang tepat untuk sedikit melepaskan bebannya.
“Kenapa kesini?” tanya Putri heran ketika Radit memarkirkan motornya disebuah café sederhana disekitar kontrakan Putri.
“Kita makan malam dulu!” ungkapnya cuek dan seakan tidak peduli dengan dengan pertanyaan Putri.
Putri yang jarang sekali masuk kedalam tempat seperti itu hanya mengikuti langkah besar Radit dari belakang.
“Harus ya kita makan ditempat seperti ini?” tanya Putri terlihat kurang nyaman, sambil duduk disofa sebelah Radit masih dengan ragu-ragu.
“Ayolah kak, aku lapar!” mohon Radit sambil berbisik, karena dari pertama masuk banyak mata yang memperhatikannya, dia yakin kaca mata hitam yang dia pakai belum mampu menutupi identitasnya.
“Kamu merasa tidak sih, orang-orang memperhatikan kita?” tanya Putri sambil melirik sekeliling.
Percakapan mereka harus terhenti ketika seorang pelayan café mendekati mereka, “Mau pesan apa mbak mas?”
Radit segera menyambar daftar menu di tangan pelayan dan menutupkan kemukanya, “Orange juice, salat, sama kentang goreng saja. Kak Putri?”
Tiba-tiba pelayan itu menarik kaca mata hitam Radit dan menjerit histeris, “Radit? Raditya Herman Syah? Ya ampun… saya fens berat kamu! Lukisan kamu banar-benar bagus!” jeritnya histeris dan berhasil menyedot perhatian perhatian pengunjung café yang notabennya adalah ABG.
Siaga satu, Radit langsung menarik tangan Putri dan berlari keluar café, tiba-tiba serentak pengunjung café mengejar mereka, jadinya cukup lama acara lari-larian mereka, sampai ketika mereka bersembunyi dibalik tong sampah baru para fens Radit kebingungan lari kearah yang salah.
Radit menarik nafas lega dan melirik tangannya yang masih menggenggam tangan Putri. Untuk sekian detik, dia memilih mengacuhkan logikanya dan menikmati nalurinya.
“Kita keluar sekarang saja, yuk!” ajak Putri sambil celingukan yang kemudian tidak sengaja bertemu mata Radit yang sejak tadi memperhatikannya. “Kamu kenapa?”
Kali ini Radit hanya diam. Dia sama sekali tidak bergeming, bahkan Radit masih belum ingin melepaskan tangan Putri, dia malah mengeluaran ponselnya. “Halo!” sapanya pada seorang disebrang sana.
“Ada apa, Dit?” tanya Rangga heran. Tidak biasanya Radit menghubungi dirinya.
“Aku dikejar-kejar ABG. Motor aku juga tidak bisa diambil, dijaga terus sama mereka. Jemput aku!”
“Kamu sendiri kan?”
Radit melirik Putri yang ada disebelahnya. “Sama… sama guru private aku!”
“Apa?” Rangga berteriak hebat. “Kamu lupa dengan gosip-gosip sebelumnya? Kamu mau galeri ini ditutup lagi beberapa hari karena diserbu wartawan seperti tempo lalu? Mau membuat berapa skandal lagi, hmm?”
“Cerewet! Kesini, sekarang!” bentak Radit, sebal dan segera menutup ponselnya. “Kerena aku bersikap lunak sepertinya dia lupa siapa tuan dan siapa hamba!” gerutunya kesal sambil memasukkan kembali ponselnya kedalam saku.
...***...
Rangga datang dari arah belakang café dan dibelakangnya membawa 4 bodybuard berjas dan berkaca mata hitam berbadan besar penjaga galeri, sekedar berjaga-jaga karena tidak jarang penggemar Radit yang agresif bersikap anarkis.
“Cepat masuk kemobil, nanti motor kamu biar aku yang bawa!” perintah Rangga terburu-buru.
Radit yang masih menggenggam tangan Putri hanya menoleh kearahnya.
“Urusan guru private kamu biar nanti dia sama aku, akan sulit kalau kembali muncul gosip-gosip yang tidak diinginkan,” jelas Rangga sambil menunjuk Putri dangan isyarat mata.
Radit menggeleng keras, “Tidak bisa. Kami masuk bersama keluar juga harus bersama!” tandas Radit tegas sambil mempererat genggaman tangannya pada Putri.
Putri menoleh kearah Radit, dia tidak pernah melihat ada pria yang membelanya seperti ini. Tiba-tiba saja dia merasakan ada getaran halus didadanya.
“Jangan keras kepala, Dit! Kalau sampai ada media yang melihat kamu bersama cewek, apa lagi guru privat kamu. Daftar skandal kamu akan semakin banyak!” bentak Rangga.
“Apa gunanya kamu membawa 4 bodyguard kalau mereka tidak bisa membawa kami berdua keluar bersama-sama? Mereka dibayar bukan hanya untuk menjaga galeri tapi juga menjaga pemilik galeri dan orang yang bersama pemilik galeri, apa kamu mengerti Rangga? Dan… sepertinya karena aku memperlakukan kamu sebagai teman, kamu melupakan kedudukan aku dimata kamu sampai kamu bisa bersikap berani seperti ini.”
Tangan kiri Putri menarik lengan baju Radit. “Kamu ikut mereka saja, biar aku sama asisten kamu!” ujar Putri merasa kasihan dengan Radit, dia cukup tahu pria disampingnya berusaha melindunginya.
Radit mengacuhkan perkataan Putri dan menatap keempat bodyguard nya, “Kalian berempat, jika salah satu dari kami ada yang terluka, maka jangan harap kalian bisa masuk kembali kedalam galeri dan mendapatkan pekerjaan ditempat lain karena nama kalian akan langsung diblacklist menjadi nama yang tidak bisa mendapat pekerjaan di negeri ini!”
Mereka berlima termasuk Rangga hanya diam melihat amarah Radit yang jarang sekali terlihat seperti sekarang.
Tiba-tiba saja para ABG tadi menyadari keberadaan Radit langsung menyerbu kearah mereka, dengan sigap 4 bodyguard itu membentuk lingkaran kecil melindungi Radit dan Putri.
“Radit… Radit… aku pengen cubit pipi Radit…!” seru beberapa ABG yang masih berusaha menembus bodyguard itu.
“Radit... aku penggemar berat kamu!”
“Radit tolong jadi pacar aku!”
Radit berjalan dengan cepat sambil mendekap Putri dalam dada bidangnya, dia berusaha menutupi wajah Putri dengan dada dan jaketnya, dia tidak ingin Putri jadi sasaran amuk penggemarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Arlita Berfriana
benih...benih rasa stroberi mulai muncul...
2021-02-11
1
cabe2an
mulai tumbuh benih2 cinta...
2021-01-18
1