Bab 2

Pertengkaran di ruang multimedia pun berhenti ketika dosen datang memberi peringatan. "Jika kalian bertengkar terus, kapan tugas yang saya berikan selesai?"

"Baik Pak" Shindy meninggalkan pak Gun dan Arkan. Benar kata dosen, lebih baik ia segera mengerjakan tugas daripada bertengkar dengan pria sombong yang hanya akan menambah dosa. Bukan hal yang sulit bagi Shindy, mengerjakan tugas seperti yang diberitakan pak Gun.

Ia bangkit dari kursi menoleh ke kanan, tampak Arkan masih mengetik di depan komputer. Shindy tidak mau mengurusi pria itu, lebih baik kembali ke kelas.

Mendengar langkah sepatu Shindy yang berjalan keluar sembari membawa kertas, Arkan mengejar. "Tunggu!"

"Mau apa?!" Ketus Shindy.

"Kamu mengerjakan tugas cepat sekali, pasti minta bantuan Google kan?" Arkan meremehkan.

"Tidak ada urusan sama kamu!" Shindy menyeret sepatutnya menjauh dari Arkan.

"Tunggu dulu" Arkan menahan tangan Shindy. "Sebaiknya kita berdamai" Arkan tersenyum.

Shindy melepas tangan Arkan, matanya menyipit. Seorang Arkan mengajaknya berdamai? Pasti ada maksud tertentu.

"Jika kamu mau, saya akan membuktikan kata-kata pak Gun. Bagaimana jika tugas kamu itu saya beli?" Arkan lagi-lagi tersenyum. Ia yakin jika Shindy tidak akan menolak uang.

"Tak usah ya" Shindy melengos dan benar-benar pergi.

"Sial!" Arkan membanting bokongnya di kursi dengar kasar. Sebenarnya hari ini ia sedang malas mengerjakan tugas seperti itu, tapi tidak mau dimarahi pak Gun.

Arkan duduk bersandar di kursi ingat tadi pagi, gara-gara main game semalaman hingga lupa mengerjakan tugas. Dalam keadaan mood buruk, ia tetap berangkat kuliah. Tetapi begitu tiba di kampus si cupu justru menabraknya hingga jatuh. Tentu saja Arkan kesal. Dalam perjalanan ke kelas, ia menyusun rencana bagaimana caranya membalas perlakuan Shindy. Di kelas masih sepi, tatapan Arkan tertuju ke tempat duduk wanita yang selalu ia panggil cupu. Sebuah ransel berwarna coklat berada di atas kursi "Sebaiknya aku ambil saja tugas si cupu, walaupun hasilnya jelek, tapi lumayan, daripada dimarahi pak Gun" batin Arkan membuka tiga lembar kertas hvs yang sudah berisi angka-angka lalu meneliti. "Ternyata pintar juga si cupu" batin Arkan, yakin jika tugas Shindy bagus, ia membawa kertas tersebut ke tempat duduknya, kemudian menulis namanya bagian atas. 'Arkana Ivander.

.

Siang harinya seperti biasa, para siswa siswi membeli makanan di kantin. "Sial, kenapa si cupu duduk di sana sih" Arkan kesal, tapi tidak berani menegur Shindy karena di sebelahnya ada Nadila.

"Loe kenapa sih, benci banget sama Shindy? Jangan-jangan Loe cinta sama Dia" Ujar Marsel sahabat Arkan tertawa ngakak.

"Dih, amit-amit. Loe kan tahu, gue sudah punya cewek" Arkan menyedot ice buah lalu meletakkan gelas hingga bunyi 'tak' karena kesal dan akhirnya batuk-batuk.

"Makanya, jangan marah-marah Ar, gitu-gitu Shindy itu bikin loe kewalat" Marsel lagi-lagi tertawa.

"Lagian loe, gue kan sudah punya cewek" Arkan tersenyum begitu ingat cewek cantik yang selalu ia ajak kencan online.

"Cewek online itu yang loe maksud?" Marsel tidak habis pikir, di kampus ini banyak sekali wanita yang suka kepada Arkan, tapi pria itu memilih wanita yang tidak jelas.

"Memang kenapa? Lihat dong cewek gue" Arkan memperlihatkan foto di galeri yang ia creeenshot dari facebook. Foto wanita yang sudah disempurkan oleh AI itu tampak luar biasa. "Dalam waktu dekat gue akan melamar Dia" Ujar Arkan tersenyum.

"Kok gue pernah lihat orang ini ya" Marsel memperhatikan foto tersebut familiar.

.

Malam harinya di dalam kamar masing-masing, pria dan wanita sedang ngobrol melaui chat dengan kata-kata romantis.

Pesatnya kemajuan teknologi modern nyaris menghilangkan sekat-sekat batas yang memisahkan ruang dan waktu. Praktis terciptanya teknologi handphone yang menjerat cinta penggunanya seperti yang dialami Arkana Ivander dan Shindy Alta Finisa.

Dua mahasiswa satu kampus yang saling bermusuhan itu, tidak mereka sadari jika menjalin cinta online hingga sudah ke arah yang sangat serius. Rindu begitu berat jika keduanya tidak saling kirim pesan.

Malam itu, Shindy tengah tengkurap di atas kasur, tangannya mengetik pesan dengan lincah, bibirnya pun tidak berhenti tersenyum.

"Bagaimana kalau minggu depan aku melamar kamu?"

Begitulah pesan yang ditulis oleh Arkan.

"Apa kamu yakin?" Shindy kaget, tapi juga senang. Gadis itu ingin segera pergi dari rumah budenya yang menurutnya semakin hari semakin diperbudak.

"Yakin kok, alamat kamu di mana? Aku ingin datang ke rumah kamu."

"Baiklah" Shindy mengetik alamat bude, boleh tidak boleh, ia besok akan minta restu. Puas chatting, Shindy pun akhirnya tidur.

Malam berganti pagi, Shindy kaget karena bangun kesiangan. Jika biasanya sebelum adzan subuh ia sudah mengerjakan ini itu, tapi sekarang baru mengisi mesin cuci dengan air.

"Shindy!" Panggil wanita paruh baya dengan kencang.

"Iya Bude..." Shindy cepat-cepat meninggalkan air yang ia kucurkan ke mesin cuci. Menghampiri budenya ke meja makan.

"Mana sarapan? Kenapa belum matang?!" Tandasnya dengan wajah murka, menatap Shindy yang berdiri di depannya.

"Maaf bude... saya kesiangan" Shindy pun ke dapur dengan perasaan menyesal. Kenapa juga harus kesiangan padahal biasanya sarapan sudah matang.

Jika sudah siang begini, Shindy bingung entah mau mengerjakan yang mana dulu. Sebab, jika tidak selesai, ia tidak boleh masuk kuliah sudah menjadi ancaman empuk bagi bude. Shindy menyalakan kompor hendak membuat sarapan lebih dulu daripada budenya mengaum seperti Harimau, atau menggonggong seperti Anjing rabies.

"Shindyyyy..." teriakan melengking dari tempat cuci pakaian.

"Saya bude..." Shindy berlari meninggalkan kompor yang sudah menyala.

"Lihat ini, air mesin cuci sampai luber begini! Pantas saja bayar listrik selalu mahal!" Semprot bude mendelik ke wajah Shindy.

"Maaf bude..." lirih Shindy menarik napas panjang. Padahal tinggal putar air kran saja tidak usah marah-marah seharusnya bude bisa, tapi memang sudah nasib Shindy, di mana-mana selalu dimarahi. Arkan yang super nyebelin, pak Gun yang main hukum tidak diselidiki dulu siapa yang salah main hukum saja. Di dunia ini menurut Shindy tidak ada orang baik selain Nadila sahabatnya.

"Bau apa ini?" Tanya Bude yang masih mantengin Shindy ketika sedang menuang deterjen ke mesin cuci.

Shindy pun berlari ke dapur, memandangi penggorengan yang sudah ngebul, menghasilkan ceplok telur yang sudah hitam.

"Shindyyyy... Keterlaluan! Kamu ya."

Begitulah hari-hari Shindy di rumah bude, jika sudah terlalu sakit hati hanya bisa menangis untuk mengurangi sakit di hati.

Tiga hari kemudian, tepatnya hari jumat. Sebelum berangkat kuliah, Shindy memberanikan diri menemui budenya yang sedang santai di ruang keluarga sambil menonton televisi. Ia mengatakan jika besok hari minggu akan ada pria yang melamarnya.

"Laki-laki mana yang suka sama kamu? Jika pria itu melarat, bude tidak setuju. Kamu saja sudah membebani saya kok. Kecuali calon suami kamu itu pria kaya raya, saya akan menyetujuinya."

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

neng ade

neng ade

astaghfirullah.. jahat nya itu bude nya Shindy

2025-09-24

4

vj'z tri

vj'z tri

hei anda seperti nya mulut mu perlu di beri bon cabe level 250 🔥🔥🔥

2025-09-28

1

Lia siti marlia

Lia siti marlia

kenapa yang jahat itu harus orang terdekat atau keluarga

2025-09-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!