Ia berjalan keluar dari ruangan itu. Di depan pintu, ia bergumam, "Aku hamil? Dengan empat anak?" Ia masih belum percaya, menatap nanar hasil USG di tangannya. Lalu, dengan nada kesal, ia berkata, "B*jingan itu bilang dia mandul!" Kiran menatap hasil USG itu kembali, lalu berkata, "Sumpah, kalau ketemu dia lagi..."
Belum sempat ia melanjutkan, tiba-tiba seseorang memanggil namanya. Seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di kursi roda menghampirinya. "Kiran? Kenapa kamu di poli obgyn?" tanyanya.
Seketika, Kiran gugup dan menyembunyikan kertas hasil USG itu. "Oh, hem... aku salah ruangan, Ibu. Kenapa Ibu di luar? Dokter bilang Ibu perlu istirahat setelah operasi," jawab Kiran berusaha mengalihkan perhatian.
Ibu Kiran menjawab dengan lemah, "Ibu tidak bisa membayangkan berapa biaya ini semua." Ia mengeluarkan sejumlah uang dari tasnya. "Ibu sudah bantu urus keperluan pasien lain. Ini ambillah, Ibu akan cari kerja lagi nanti mengganti uangmu."
Dengan cepat, Kiran menggeleng. "Ibu, Ibu perlu istirahat..."
Ibu Kiran menatapnya dengan sendu. "Tagihan rumah sakit tidak murah. Kamu sudah bekerja dan belajar tanpa henti, Ibu mau bantu juga."
Kiran menggenggam tangan ibunya erat. "Kalau Ibu sakit lagi? Bagaimana jika aku kehilangan Ibu selamanya?"
Ibu Kiran menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Anakku yang malang, Ibu sudah membuatmu susah," ucapnya lirih.
Kiran segera duduk di samping ibunya dan memegang tangannya erat. "Ibu jangan bilang begitu. Ibu sendirian besarkan aku," ujarnya tulus. Ia menggenggam tangan ibunya semakin erat. "Biarkan aku rawat Ibu sekarang."
Kiran menunduk, menyembunyikan air matanya. Dalam hatinya, ia berkata, Satu miliar sudah hampir habis. Aku harus segera cari kerja lagi, terutama sekarang dengan empat calon anak.
Beberapa minggu kemudian, di sebuah hotel mewah, digelar acara peresmian pewaris. Kiran menjadi pelayan di acara itu. Ia dan pelayan lainnya berbaris rapi, mendengarkan instruksi dari atasan mereka.
Kiran menarik napas dalam-dalam. Dalam hatinya, ia berkata, Satu kesempatan untuk bangkit. Jangan sia-siakan.
Semua pelayan mendengarkan instruksi atasan mereka. "Acara hari ini penting. Pak Matthew akan alihkan warisan 10 triliun ke keponakannya. Satu kesalahan yang kalian perbuat, kalian akan dipecat!" ucap atasan itu tegas, lalu pergi meninggalkan mereka.
Kiran berbisik kepada pelayan di sebelahnya, "Kasih semuanya begitu saja ke keponakannya? Kenapa?"
Pelayan itu menjawab, "Kau tidak tahu? Pak Matthew mandul, tidak punya anak. Jadi, semua akan jatuh ke keponakannya." Pelayan itu pergi meninggalkan Kiran.
Kiran kini berdiri sendiri, menghela napas tak percaya. "Mandul? Lucu. Pria itu juga bilang begitu, dan sekarang aku di sini dengan empat anak. Pria memang tukang bohong!" gumamnya kesal.
Di ruang mewah, sudah ramai tamu undangan. Kiran berdiri di sana sambil memegang nampan berisi minuman. Tiba-tiba, ia terkejut melihat seorang lelaki yang sangat ia kenal. "Tunggu... Yoris?" ucapnya dalam hati, terkejut melihat mantan kekasihnya ada di sana. "Sedang apa dia di sini? Dia... dia keponakan Pak Matthew?"
Yoris, yang belum melihat Kiran di sana, berbicara kepada seorang wanita yang berdiri di dekatnya. "Selamat, Yoris, ahli waris terbaru," ucap wanita itu sambil tersenyum.
Yoris membalas dengan senyum bangga. "Terima kasih, saya baru mulai," ucapnya dengan sedikit sombong.
Seorang tamu undangan pria yang usianya tidak jauh berbeda dengan Yoris ikut menimpali. "Keberuntungan suka yang beruntung," ucapnya sambil tersenyum tipis.
Dengan cepat, Yoris merangkul pinggang gadis yang berdiri di sampingnya. "Tidak, keberuntunganku ada di sini," ucapnya sambil tersenyum.
"Anggun," sebut Yoris nama kekasihnya dengan nada sayang. Anggun tersenyum manis. Yoris melanjutkan, "Hadiah terbaik yang bisa pria punya." Ia menatap Anggun, lalu melihat ke arah tamu dan kembali menatap Anggun. "Sayang, mari kita buat ini jadi nyata. Maksudku, semua ini terjadi karena ayahmu memaksa pamanku, jadi..." Yoris tersenyum licik.
Anggun menyahut dengan angkuh, "Jelas, aku cuma perlu tunjukkan kamu kalau Kiran, j*lang itu, bahkan tidak selevel sama aku."
Yoris tersenyum sinis. "Memang tidak," ucapnya, lalu mencium punggung tangan Anggun.
Anggun mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan yang ramai itu. Lalu, dengan sombongnya, ia mengangkat tangannya dan memanggil seorang pelayan yang membawa nampan minuman, menyuruhnya mendekat. Pelayan itu berjalan mendekat.
Anggun dengan angkuhnya mengambil dua gelas minuman, lalu berbalik dan memberikan satu gelas kepada Yoris. Pelayan itu, yang ternyata adalah Kiran, tetap berdiri di belakangnya.
Anggun melirik ke arah Yoris, lalu berkata, "Untuk pekerjaan barumu, pacarku sayang." Mereka bersulang.
"Terima kasih, sayang," balas Yoris.
Anggun melirik ke arah Kiran, lalu dengan sengaja menyenggol tangan Kiran, menyebabkan nampan dan minuman yang dipegang Kiran jatuh ke lantai dan pecah berantakan.
Kiran terkejut. Anggun pura-pura terkejut, dan Yoris berteriak dengan nada terkejut. "Kiran?" ucapnya dengan suara keras. "Apa-apaan ini, Kiran?" Yoris berjalan menghampiri Kiran yang masih terkejut melihat nampan dan gelas yang pecah di lantai.
Yoris berdiri di hadapan Kiran dengan angkuh. "Kita sudah putus. Kau membuntutiku, ya?"
Kiran menggeleng, mulutnya terkunci. Semua pandangan mengarah ke mereka.
Yoris melanjutkan dengan nada merendahkan, "Tidak, tidak. Biar kutebak." Ia tersenyum sinis. "Kau tahu kalau aku kaya, dan kau kembali untuk meminta uang untuk ibumu yang menjijikkan dan sekarat?"
Kiran terdiam. Mulutnya seakan terkunci rapat. Apalagi saat ibunya disebut menjijikkan dan sekarat. Ia bekerja di sana bukan untuk membuntuti Yoris, tapi Yoris terlalu percaya diri dan angkuh dengan santainya berkata seperti itu.
Setelah terdiam sejenak dengan kesal, Kiran yang sedikit marah mendengar perkataan Yoris berkata, "Aku tidak..."
Belum habis ia berbicara, Yoris dengan sombong berteriak, "Tidak usah ngomong lagi, dasar jalang kotor!" Lalu, ia melihat ke arah tamu undangan dengan suara keras. "Kau mau selamatkan ibumu? Begitu?"
Kiran hanya terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Ia dipermalukan di depan banyak orang.
Yoris terus menghinanya. "Buka bajumu!" ucapnya.
Para tamu undangan sedikit terkejut, tapi juga menikmati adegan dan keributan itu. Anggun tersenyum tipis sambil menyilangkan tangan di dada. Sebagian tamu undangan tertawa melihat ke arah Kiran.
Yoris melanjutkan, "Aku yakin ada yang mau bayar buat tidur denganmu," ujarnya mengejek dan merendahkan.
Kiran tidak bisa menahan amarahnya. "Dasar bajingan gila!" serunya.
Yoris tertawa mengejek sambil menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Gila?"
Kiran melanjutkan, "Iya, aku tidak akan ambil sepeser pun darimu, walau itu uang terakhir di dunia," ujarnya kesal.
Yoris tertawa sombong. "Tentu saja."
Kiran melanjutkan, "Aku di sini untuk kerja, tidak ada hubungannya sama kau," ucapnya marah, lalu menampar keras wajah Yoris.
Plaakkk
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments