Kuroh berdiri memandangi gerbang raksasa itu. Warna putihnya memantulkan cahaya salju, sementara ukiran naga Chrono yang melingkar di tengah pintu membuat hawa dingin semakin menusuk tulang.
Shi menghela napas, menaruh tangannya di permukaan gerbang.
“Ini bukan gerbang biasa… Ada segel di sini.”
“Segel?” tanya Kuroh, mengangkat alis.
Shi mengangguk pelan.
“Gerbang ini tidak bisa dibuka dengan tenaga manusia biasa. Hanya mereka yang diakui Chrono… atau mereka yang membawa aura setara pilar.”
Kuroh menatap lilin yang masih ia bawa, api kecilnya bergoyang ditiup angin salju.
“Jadi… kita harus nunggu naga itu muncul dan buka gerbang?”
Shi menoleh sebentar, lalu menghela napas panjang.
“Tidak. Ada cara lain. Segel ini… bisa dibuka lewat ujian.”
Kuroh melipat tangan, setengah bercanda.
“Ujian? Maksudmu kayak… tes masuk sekolah?”
Shi menatapnya datar.
“Kalau gagal, kau mati.”
Kuroh menelan ludah.
“Oke, itu bukan sekolah.”
---
Tiba-tiba, ukiran naga di pintu bergetar. Dari matanya keluar cahaya biru redup yang menyinari mereka. Angin salju mendadak berhenti, suasana jadi sunyi mencekam.
Sebuah suara berat bergema dari arah gerbang.
“Wahai yang berani mendekati gerbang Chrono. Siapa yang berani menantang segel ini?”
Shi melangkah maju.
“Kami bukan penantang. Kami pengembara. Namun kami butuh masuk ke dalam.”
Suara itu tertawa, dingin, bergemuruh.
“Setiap pengembara selalu bilang begitu. Tapi Chrono tidak percaya kata-kata. Chrono hanya percaya kekuatan.”
---
Ukiran naga di gerbang memancarkan cahaya menyilaukan. Dari cahaya itu terbentuk sosok bayangan seekor naga raksasa transparan. Aura tekanannya begitu nyata hingga salju di tanah bergetar.
Kuroh terbelalak.
“Ini… roh penjaga?”
Shi menarik pedang tipis dari punggungnya.
“Bukan roh… ini adalah ujian.”
---
Bayangan naga itu meluncur, membentuk tiga siluet manusia berzirah putih. Mata mereka kosong, tapi gerakan mereka membawa tekanan besar.
Shi bergumam pelan.
“Prajurit Chrono…”
Kuroh menatap mereka dengan wajah tegang.
“Jadi kita harus ngalahin mereka buat buka pintu ini?”
Shi mengangguk, lalu menatap tajam ke depan.
“Tidak hanya mengalahkan. Kita harus diakui.”
---
Pertarungan pun dimulai.
Salah satu prajurit melompat cepat, pedang saljunya berkilau. Shi menangkis dengan keras, bunyi logam beradu menggema di udara.
Kuroh masih memegang lilin kecil, tersenyum miring.
“Kalau gini caranya… mungkin aku bisa coba trik itu lagi.”
Ia menghela napas, memejamkan mata, lalu membayangkan sebuah pedang besar hitam dengan aura menyala. Tangannya bergerak, dan senjata itu muncul samar.
“Berhasil lagi…”
Namun saat ia ayunkan, pedang itu pecah jadi debu hitam.
Kuroh mundur sambil mengumpat pelan.
“Oke, mungkin belum sepenuhnya berhasil.”
Shi menepis serangan prajurit lain dan berteriak.
“Kuroh, fokus! Bayangkan sesuatu yang bisa bertahan!”
---
Prajurit kedua menodongkan tombak panjang ke arah Kuroh. Dalam kepanikan, Kuroh membayangkan sebuah perisai. Benar saja, perisai bundar muncul di lengannya tepat saat tombak menghantam.
Dentuman keras terdengar. Kuroh terdorong mundur, tapi perisainya tidak pecah.
Matanya melebar.
“Hah?! Ini bertahan?! Aku beneran bisa!”
Aura Kuroh mulai meledak, seperti saat ia membaca buku misterius itu. Shi bisa merasakannya jelas.
---
Prajurit ketiga membentuk pusaran salju di tangannya. Shi melompat cepat, menebas pusaran itu hingga pecah, lalu menjatuhkan lawannya.
“Ayo, Kuroh!” serunya.
“Kalau kau tidak membuktikan dirimu sekarang, gerbang ini tidak akan pernah terbuka!”
Kuroh menarik napas dalam-dalam, lalu memejamkan mata lagi. Kali ini ia tidak membayangkan senjata atau perisai, tapi sebuah portal.
Tangannya bergerak melingkar, portal biru terbuka. Angin dan salju tersedot ke dalam, bahkan salah satu prajurit ikut tertarik dan hilang di dalamnya.
Kuroh terkejut.
“Shi! Aku berhasil!”
Shi tersenyum tipis.
“Bagus. Sekarang satu lagi.”
---
Sisa satu prajurit berdiri kokoh di depan mereka. Ia menancapkan pedangnya ke tanah, tubuhnya diliputi cahaya naga Chrono.
Suara berat bergema lagi.
“Prajurit terakhir ini tidak akan tumbang dengan mudah. Hanya yang pantas… yang bisa membuka gerbang.”
Kuroh menoleh ke Shi.
“Shi… kita berdua, kan?”
Shi mengangguk singkat.
“Bersama.”
Mereka berdua pun melangkah maju, menatap prajurit terakhir itu dengan tekad penuh.
...----------------...
Prajurit terakhir itu menatap mereka dengan mata kosong bercahaya biru. Meski tanpa emosi, tekanannya membuat udara di sekitar mereka jadi berat. Kuroh menggenggam erat perisai yang baru saja ia bentuk, sementara Shi mengatur napasnya, menyiapkan pedang tipisnya.
Kuroh berusaha mencairkan suasana.
“Shi, kalau gagal kita mati kan? Jadi kalau aku kabur sekarang masih ada kesempatan hidup?”
Shi menoleh dengan wajah dingin.
“Kalau kau kabur, aku sendiri yang akan membunuhmu.”
Kuroh langsung menegakkan tubuh.
“Baiklah. Hanya bercanda.”
---
Prajurit itu melangkah maju. Setiap langkahnya membuat tanah bersalju bergetar. Tiba-tiba, aura naga muncul dari tubuhnya, membentuk sayap es yang berkilau. Ia mengangkat pedang, lalu mengayunkannya ke tanah. Retakan es menyebar cepat ke arah Kuroh dan Shi.
“AWAS!” seru Shi.
Mereka berdua melompat ke arah berlawanan. Retakan itu meledak, menyemburkan pecahan es tajam. Kuroh buru-buru memikirkan sesuatu.
“Perisai! Lebih besar!”
Sebuah perisai raksasa muncul, menahan hujan pecahan es. Meski tubuhnya terdorong mundur, ia berhasil bertahan.
Shi melompat ke depan, menebas sayap es prajurit itu, tapi pedangnya terpental.
“Bajingan ini keras sekali…” desis Shi.
---
Kuroh terengah, lalu menatap portal kecil yang masih terbuka di sampingnya.
“Shi, aku punya ide.”
Shi menoleh sebentar.
“Kalau ide itu membuat kita mati lebih cepat, jangan katakan.”
“Dengar dulu! Aku buka portal, kau arahkan serangan dia masuk ke portal itu. Lalu aku keluarkan di belakangnya!”
Shi sempat diam, lalu matanya menyipit.
“Itu gila… tapi mungkin berhasil.”
---
Prajurit itu mengangkat pedang ke atas. Aura naga menyelimuti bilah pedang, lalu ia menebas ke bawah. Gelombang energi es meluncur deras.
Shi berteriak.
“Sekarang, Kuroh!!”
Kuroh berfokus. Tangannya bergerak cepat, portal biru terbuka tepat di depan gelombang energi itu. Serangan masuk ke dalam, menghilang seketika.
Kuroh segera membuka portal lain di belakang prajurit. Gelombang es keluar kembali, menghantam punggung prajurit dengan keras.
Ledakan es membuat tubuh prajurit itu terhuyung, sayap esnya retak.
“KENAAAA!!” teriak Kuroh, senyum puas terlukis di wajahnya.
---
Shi tidak membuang waktu. Ia melompat tinggi, lalu menebas tepat ke kepala prajurit itu. Tebasan penuh aura menghantam kuat, membuat tubuh prajurit hancur jadi serpihan cahaya.
Suasana mendadak sunyi.
Kuroh menatap kosong, masih tak percaya.
“Kita… berhasil?”
Shi menyarungkan pedangnya, lalu mengangguk pelan.
“Gerbang akan terbuka.”
---
Benar saja, ukiran naga di pintu kembali bersinar terang. Suara berat itu bergema sekali lagi.
“Kalian… diakui. Gerbang Zithra terbuka untuk kalian.”
Dengan suara gemuruh, pintu raksasa itu perlahan terbuka. Cahaya putih keluar dari celah, menerangi wajah Kuroh dan Shi.
Kuroh melangkah maju, mata berbinar penuh rasa ingin tahu.
“Shi… apa yang ada di dalam?”
Shi hanya menatap ke depan, wajahnya serius.
“Kebenaran… dan mungkin, malapetaka.”
Mereka pun melangkah melewati gerbang putih itu, memasuki tanah misterius di balik Zithra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments