Hati yang Mudah Goyah

"Apa kau kesiangan?"

Jefan menatap Nina yang baru saja membuka mata dan langsung melayangkan pertanyaan padanya, ia melingkar kan jam tangan ke pergelangan tangannya.

"Tidak, aku cuma ingin agak santai hari ini"

Nina mengedip pelan beberapa kali untuk menjelaskan pandangannya. Pemandangan tak biasa yang ia lihat pagi ini, entah kenapa sedikit mengisi hatinya.

Laki-laki berparas rupawan yang selalu terlihat rapih, yang pernah membuatnya merasakan indahnya jatuh cinta, tak pernah terpikir dibenaknya sosok ini telah menjadi suaminya dengan cara seperti ini.

"Mau....sarapan dulu?" ujar Nina ragu dengan suara yang masih serak.

"Boleh"

Nina sedikit menaikan kelopak matanya, tidak menyangka laki-laki ini akan memberikan jawaban itu.

"Apa yang kau sukai untuk sarapan?"

Nina menyibak selimut dan turun dari ranjang, ia menggulung rambut panjang nya rapi hingga memperlihatkan leher telanjang nya dengan sempurna.

"Apa saja, aku bukan pemilih makanan" Jefan menjawab datar, tak ada ekspresi antusias dari laki-laki itu.

Nina mengangguk mengerti, ia lebih dulu keluar kamar untuk langsung membuatkan suaminya itu sarapan.

Untunglah dia sudah sempat berbelanja lagi kemarin, jadi dia bisa membuat sarapan yang nikmat hari ini. Sebenernya jika hari-harinya seperti ini mungkin pernikahan ini tidak terasa buruk juga baginya.

Pada awalnya Nina kira akan sulit baginya untuk melihat lelaki itu tiap harinya, karena itu hanya akan terus membangkitkan kenangan lama yang tidak ada indahnya.

Tapi ternyata, merasa tak dianggap jauh lebih buruk. Hidup nya kosong, sepi, sunyi, bagai mayat hidup yang tak memiliki emosi. Dan itu menyiksa karena benar-benar menyesakkan.

"Kau sama sekali tidak pernah menggunakan kartuku ya"

Jefan bertanya sesaat menyusul Nina yang berada di dapur. Ia mengamati istrinya yang sedang memainkan spatula nya dengan lihai.

"Ah ya, belum kugunakan"

"Lalu bahan makanan ini kau membelinya sendiri?"

"Iya, itu aku masih ada uang cash, aku mau menggunakan itu dulu, lagipula ini tidak habis banyak karena aku hanya membeli yang cukup untuk kita berdua makan"

"Lain kali gunakan kartuku"

Nina terdiam, ia memandangi nasi goreng yang sedang Nina masak.

"Aku akan menggunakan nya saat benar-benar butuh"

"Gunakan saja apapun kebutuhanya, aku tidak akan menganggap itu hutang"

"Ah~ ternyata aku seperti itu ya dimatamu..."

Jefan memandangi punggung istrinya itu dalam diam. Kepalanya tertunduk. Pundak nya terlihat naik turun seperti menahan luapan sesuatu.

"Aku... bagimu hanya orang yang terlihat membutuhkan ya"

Jefan mendesah berat "Maksudku itu, kau bisa gunakan semaumu tanpa harus memikirkan apapun"

Nina terkekeh pelan, bukan karena lucu tapi karena pilu.

Tidak perduli apapun yang dilakukan nya, Nina hanya akan berakhir menjadi manusia paling menyedihkan dimata Jefan. Dan Nina benci fakta itu. Nina benci terlihat lemah didepan orang yang ia benci.

Nina mengambilkan nasi goreng yang sudah matang ke piring dan memberikan nya pada Jefan tanpa sepatah kata apapun. Ia melepas celemek, dan gulungan rambutnya, kemudian berlanjut mencuci perkakas alat masak yang tadi ia gunakan.

"Tidak ikut sarapan?"

"Aku tidak biasa sarapan"

"Sarapan saja denganku, letakkan itu biar aku yang cuci nanti"

"Tidak perlu, perutku akan sakit kalau makan jam segini"

Jefan hanya menatap datar Nina yang membelakangi nya, tangan nya sibuk kesana kemari membereskan dapur. Andai dia tau meski dapur yang Nina bereskan tapi kekacauan sesungguhnya ada didalam hati Nina sekarang.

"Malam ini, buatkan aku balado ayam ya. Minggu lalu kau memasaknya, itu sangat enak"

Tangan Nina berhenti bergerak, ia menoleh kearah suaminya yang sedang melahap nasi goreng dengan tenang. Hatinya yang baru saja dikacaukannya, kenapa semudah ini menyusunya kembali?

Kenapa Nina merasa senang, mendapatkan permintaan itu darinya?

"Akan aku buatkan"

"Aku tidak lembur hari ini. Mau makan bersama?"

"Ya tentu saja"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...****************...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Nina terus memandang jam dinding yang ada diruang tamu. Seharusnya Jefan sudah pulang sesuai katanya tadi pagi, tapi sampai sekarang sudah jam delapan malam Jefan juga tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya.

Nina mengetuk-ngetuk layar ponselnya. Haruskah ia menelpon Jefan? Tidak ada salahnya kan? Lagipula dia cuma mau memastikan.

Akhirnya setelah merenung lama, Nina mencari kontak suaminya itu dan langsung menelan tombol call begitu menemukan nya.

Nina menggigit telunjuknya, menunggu dering telpon dijawab, namun hingga dering terakhir tak ada jawaban yang dinantinya.

Hatinya langsung kembali lesu, padahal sebenarnya dia sudah sangat bersemangat membayangkan malam ini tak lagi ia habiskan dengan kesepian.

Dia bahkan buru-buru pulang dari kerja paruh waktunya tadi agar tidak kedahuluan Jefan yang pulang ke rumah.

Namun ternyata antusias nya itu berakhir sia-sia. Seperti nya malam ini akan menjadi malam-malam biasa yang menemaninya.

Pandangan Nina tertuju ke meja makan dekat dapur, tudung saji sudah tertutup rapat melindungi masakan yang tadi Jefan minta untuk Nina buatkan. Padahal tadi dia benar-benar memasaknya dengan perasaan gembira.

Kadang Nina sendiri tidak mengerti hatinya. Ia membenci laki-laki itu tapi disisi lain, ia senang bisa kembali berinteraksi denganya seperti dulu. Meski, tidak bisa sedekat dulu.

Tiba-tiba Nina teringat sesuatu. Hera. Benar, dia akan sekertaris sekaligus teman dari suaminya itu. Mungkin dia bisa bertanya padanya, terlebih mereka sudah memutuskan untuk berteman waktu itu.

Nina kembali menempel ponselnya ke telinga, menunggu dengan gelisah panggilannya dijawab oleh Hera.

"Halo Nina?"

Nina terperanjat, bibirnya tersenyum sumringah "Halo Hera, maaf apa aku mengganggu?"

"Tentu saja tidak, ada apa kau menghubungi ku tiba-tiba begini"

"Itu.. apa dikantor hari ini lembur?"

Nina menanti jawaban dari sebrang telpon, namun hening menyelimuti sesaat.

"Jefan.. belum pulang ya?"

Nina mengerut kan alisnya, perkataan Hera barusan menunjukkan bahwa ia sedang tidak bersama Jefan saat ini.

"Apa kau tidak bersamanya?"

"Oh~ ya karena aku tidak diminta untuk lembur jadi aku pulang tepat waktu tadi"

"Begitu ya.. "

"Aku baru mengingat nya, Jefan mau menemui klien secara pribadi malam ini, jadi mungkin dia akan pulang telat"

Bohong. Sudah jelas Hera berbohong. Nina mungkin bukan gadis pintar, tapi dia juga tidak sebodoh itu sampai tidak bisa membaca keadaan.

"Hera, aku tidak selugu itu, aku tau kau sedang berbohong"

Terdengar suara tawa yang pecah dari Hera "Maaf ya, habis aku sendiri tidak tau dia dimana"

"Dia tadi pagi bilang malam ini tidak lembur dan kami mau makan malam bersama, tapi sekarang dia bahkan tidak bisa dihubungi"

"Nina, jika dia sudah berkata seperti itu, dia pasti akan menepatinya. Tapi, kalau sampai tidak, itu bukan berarti dia lupa. Mungkin terjadi sesuatu padanya"

"Ya kurasa begitu, maaf sudah mengganggu mu"

"Tidak Nina, jangan sungkan seperti itu padaku, wajar kau bertanya pada ku, aku kan sekertaris nya, cuma mungkin, saat ini dia ada urusan pribadi jadi aku tidak tau kali ini"

Nina menghela napas pelan, sangat pelan namun terdengar berat seakan sebuah harapan runtuh dimalam itu.

"Baiklah, terimakasih Hera, selamat beristirahat"

Nina menyandarkan punggungnya disofa begitu mematikan telpon. Ia memejamkan matanya perlahan untuk menghilangkan kegelisahan.

Ada urusan apa lelaki itu sampai tidak bisa dihubungi.

Apa dia baik-baik saja?

Nina jadi agak pusing, entah sebenarnya dia gelisah karena Jefan belum juga pulang, gelisah karena mereka tidak jadi makan malam bersama, atau-

Gelisah karena hati Nina semakin goyah?

Nina terus memikirkan dengan mata terpejam sampai tak lagi sadar ia terlelap disana sampai kemudian ia merasa didalam tidurnya, tubuhnya terangkat dengan perlahan. Dan menempel dalam dekapan hangat yang asing baginya.

Aroma parfum ini.

Nina sudah sangat mengenalinya.

Jefan, suaminya yang dari tadi ia nanti, akhirnya datang.

Tak ada niat bagi Nina untuk membuka mata, ia ingin merasakan kehangatan ini sampai akhir.

Meski Nina menutup mata, dia dapat melihat jelas apa yang sedang dilakukan Jefan saat ini. Lelaki itu membawa tubuh Nina ke kamar mereka berdua, menidurkan nya dengan perlahan. Sangat lembut. Bahkan terlalu lembut untuk laki-laki tak beremosi itu.

Dapat Nina rasakan, tubuhnya menghangat saat sebuah selimut ditarik menutupi dirinya.

Dan hal yang paling membuat Nina runtuh adalah, saat dengan jelas ia merasakan sebuah kecupan lembut yang cukup lama menempel dikeningnya. Tindakan ini, apa maksud dari tindakan Jefan barusan? Rasanya sangat hangat hingga membuat hatinya tentram.

"Maaf, membuatmu menunggu" bisiknya ditelinga perempuan yang ia pikir sudah tertidur lelap itu.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Terpopuler

Comments

Vlink Bataragunadi 👑

Vlink Bataragunadi 👑

ini kynya banyak kesalah pahaman diantara mereka deh

2025-09-26

0

lihat semua
Episodes
1 Awal yang Tak Diinginkan
2 Bagai Barang Jual Beli
3 Kata yang Menusuk
4 Untuk Merasa Hidup
5 Hati yang Mudah Goyah
6 Dua Sisi yang Terluka
7 Perasaan Tak Terbaca
8 Manis dan Pahit
9 Terpikat yang Tersembunyi
10 Penerus dan Ancaman
11 Dua Orang yang Sama
12 Terbelenggu Rantai Keluarga
13 Hukuman yang Pantas
14 Haruskah Terus Terluka
15 Rindu Jadi Satu
16 Ungkapan Gairah Cinta
17 Trauma dan Rahasia.
18 Dia yang Terus menyakiti
19 Luka Favoritnya
20 Tidak Akan Terusik
21 Duri yang Tercabut
22 Bagaimana Dia Tau?
23 Masa Lalu Itu
24 Kisah dibalik Trauma
25 Obat Favorit
26 Parasite
27 Api Cemburu
28 Berhentilah, kumohon..
29 Roti Manis
30 Parasite Terus Menempel
31 Kue Istriku
32 Sudah Cukup
33 Botol Hijau
34 Resah dan Gelisah
35 Berita Mengejutkan
36 Pembawa Sial
37 Hancur
38 Pada Akhirnya...
39 Rindu
40 Untuk Pertama Kali
41 Kilat Nakal
42 Stampel Semangat
43 Secepat Cahaya
44 Jangan Tinggalkan Aku
45 Darah Arkansa
46 Ramuan Cinta (?)
47 Tidak Akan Lama
48 Bertahan atau Melepaskan
49 Dia pergi
50 Sisa Luka
51 Terus Menunggu
52 Penantian yang Diharapkan
53 Dia Sudah Bahagia?
54 Aku Harus Melepasnya
55 Lepaskan Saja!
56 Fakta & Frisca
57 Apa yang Terjadi?!
58 Anak Kita
59 Detak Jantung
60 Kehilangan
61 Lukanya
62 Bersimpuh
63 Hukuman
64 Akhir yang Di Harapkan
65 Extra Part 1
66 Extra Part 2
67 Extra Part 3
68 THE LAST
69 DERMAGA JINGGA (NEW STORY)
Episodes

Updated 69 Episodes

1
Awal yang Tak Diinginkan
2
Bagai Barang Jual Beli
3
Kata yang Menusuk
4
Untuk Merasa Hidup
5
Hati yang Mudah Goyah
6
Dua Sisi yang Terluka
7
Perasaan Tak Terbaca
8
Manis dan Pahit
9
Terpikat yang Tersembunyi
10
Penerus dan Ancaman
11
Dua Orang yang Sama
12
Terbelenggu Rantai Keluarga
13
Hukuman yang Pantas
14
Haruskah Terus Terluka
15
Rindu Jadi Satu
16
Ungkapan Gairah Cinta
17
Trauma dan Rahasia.
18
Dia yang Terus menyakiti
19
Luka Favoritnya
20
Tidak Akan Terusik
21
Duri yang Tercabut
22
Bagaimana Dia Tau?
23
Masa Lalu Itu
24
Kisah dibalik Trauma
25
Obat Favorit
26
Parasite
27
Api Cemburu
28
Berhentilah, kumohon..
29
Roti Manis
30
Parasite Terus Menempel
31
Kue Istriku
32
Sudah Cukup
33
Botol Hijau
34
Resah dan Gelisah
35
Berita Mengejutkan
36
Pembawa Sial
37
Hancur
38
Pada Akhirnya...
39
Rindu
40
Untuk Pertama Kali
41
Kilat Nakal
42
Stampel Semangat
43
Secepat Cahaya
44
Jangan Tinggalkan Aku
45
Darah Arkansa
46
Ramuan Cinta (?)
47
Tidak Akan Lama
48
Bertahan atau Melepaskan
49
Dia pergi
50
Sisa Luka
51
Terus Menunggu
52
Penantian yang Diharapkan
53
Dia Sudah Bahagia?
54
Aku Harus Melepasnya
55
Lepaskan Saja!
56
Fakta & Frisca
57
Apa yang Terjadi?!
58
Anak Kita
59
Detak Jantung
60
Kehilangan
61
Lukanya
62
Bersimpuh
63
Hukuman
64
Akhir yang Di Harapkan
65
Extra Part 1
66
Extra Part 2
67
Extra Part 3
68
THE LAST
69
DERMAGA JINGGA (NEW STORY)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!