Reputasi lebih penting

Alfred duduk tegap di kursi makan, wajahnya datar tanpa ekspresi, matanya fokus pada piring yang berisi sarapan mewah, rapi tersusun. Beberapa pelayan berdiri mengelilingi meja, postur mereka kaku, sesekali menunduk sopan tanpa berani mengalihkan pandangannya. Suara sendok bergesekan dengan piring dan dentingan gelas menjadi satu-satunya irama di ruang makan yang luas itu.

Tiba-tiba, langkah sepatu terdengar cepat dari arah lift—ketukan yang tajam dan tergesa-gesa menggema di lantai marmer. Semua pelayan menahan napas, namun tak satu pun berani menoleh. Alfred tetap dengan tenang mengunyah makanannya, seolah kehadiran itu sudah diprediksi dan tidak perlu dihiraukan.

Di antara para pelayan, berdirilah Michelle, mengenakan seragam sekolah yang rapi namun wajahnya tampak bingung dan gelisah. Matanya menatap ke kanan-kiri, mencari petunjuk, namun tak menemukan sinyal apa pun. Ia berdiri kaku, tangan terkepal di depan tubuhnya, menahan gemetar yang mulai muncul dari dalam dada.

Aku terlambat bangun tidur. Kebiasaan burukku ternyata belum berubah.

Alfred tetap tak bergeming, dingin seperti es di tengah badai yang tak terlihat.

Tatapan Michelle tercekat saat matanya tertuju pada tangan Alfred yang terbuka—tanpa cincin pernikahan yang seharusnya tersemat di jari manisnya. Padahal semalam dia yakin pria itu masih memakainya.

Dengan cepat, Michelle sembunyikan tangannya ke dalam genggaman, takut tatapan tertuju pada cincin pernikahan yang sedang di pakainya. Nanti, dia akan mencopotnya.

Roslina, kepala pelayan yang setia, melangkah mendekat dengan langkah lembut tapi penuh perhatian. "Nona Michelle, duduklah untuk sarapan," ucapnya dengan nada sopan sekaligus mengusir kekakuan yang tergambar jelas di wajah gadis itu.

Michelle mengangkat kepala, matanya menyiratkan ketegangan yang nyaris pecah. Dengan tegas, dia menolak, "Tidak, Bibi. Aku berdiri saja." Suaranya bergetar, tapi penuh perlawanan yang tersembunyi.

Mendengar itu, Alfred menghentikan sendok yang hendak masuk ke mulutnya. Senyum sinis perlahan merekah di sudut bibirnya, seperti ejekan tak kasat mata yang dilemparkan ke istrinya sendiri.

Para pelayan saling bertatapan, mencari makna di balik kata-kata sang nyonya baru yang menimbulkan keganjilan. Biasanya, jika seorang wanita menikah miskin menikah dengan orang terpandang, mereka akan memamerkannya. Tapi, Michelle berbeda, seolah hal itu tidak tertarik untuknya.

Alfred memilih dingin. Ia terus melahap santapannya dengan tenang, sampai piring di depannya hanya menyisakan separuh. Setelah mengusap mulutnya dengan sapu tangan berwarna putih, pria itu berdiri, aura kekuasaan dan kesombongannya memenuhi ruangan, membuat semua pelayan semakin tunduk dalam diam dan ketakutan.

Alfred dengan tenang meletakkan sebuah kartu kredit biasa di atas meja makan, tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel yang ada di tangannya. "Uang jajanmu," ucapnya dingin, suaranya datar tanpa sedikit pun menunjukkan perhatian pada Michelle yang berdiri di seberangnya.

Michelle menatap kartu itu, wajahnya bingung. Ia tak memintanya, tapi suaminya malah menyerahkannya di depan orang banyak. Ia tak butuh uang, karena bisa mencarinya sendiri dengan tenaga yang di milikinya.

Sebagai istri seorang pria kaya raya, Alfred yang dikenal memiliki berbagai kartu istimewa—black card, kartu keluarga konglomerat—justru memberikannya kartu kredit biasa dengan isi jutaan rupiah. Para pelayan yang menyaksikan kejadian itu menahan tawa sinis, merasa heran sekaligus iba pada Michelle. Ia tahu betapa Alfred memperlakukan istrinya dengan dingin dan kurang hormat, seolah uang dan statusnya lebih penting daripada perasaan Michelle.

Sebelum Alfred meninggalkan ruang makan itu, ia menambahkan dengan suara tanpa ekspresi, "Pergunakan dengan baik." Langkahnya mantap, meninggalkan Michelle serta para pelayan dalam keheningan yang menusuk.

Di depan mobil hitam mengkilat itu, Alfred berdiri tegap dengan wajah serius, matanya tajam menatap sosok pria berdiri di samping pintu yang terbuka. Vino, asistennya, berdiri diam dengan ekspresi wajah yang nyaris tanpa emosi—wajah datar yang membuatnya terlihat menakutkan, hampir seperti cermin dari Alfred sendiri.

“Pastikan kalian berdua mengawasi gadis itu dengan ketat. Tidak boleh ada yang tahu kalau dia sudah menikah denganku,” perintah Alfred dengan nada dingin dan tegas, tanpa sedikit pun memberi ruang untuk keberatan. Vino hanya mengangguk pelan, tangan kokohnya meraih pintu mobil yang siap di buka untuk tuannya.

“Kau yang menyetir, Vino,” kata Alfred singkat, lalu matanya beralih ke pria paruh baya yang berdiri menunduk di seberang mobil. Toni, sopir pribadinya, tampak patuh namun ada getar kekhawatiran di sudut matanya. Alfred menatapnya dengan serius, “Pak Toni...”

Toni menunduk dalam, suaranya rendah namun penuh hormat, "Saya, tuan." Matanya tak berani menatap langsung ke arah Alfred yang berdiri dengan sikap tegas.

"Mulai sekarang, kau akan mengantar istri saya ke sekolah serta menjemputnya tepat waktu," perintah Alfred tanpa kompromi.

Toni mengangguk cepat, "Baik, tuan."

Alfred menatap tajam, bibirnya mengerut sedikit, "Sekaligus laporkan kemanapun dia pergi. Saya ingin tahu apa saja yang gadis kecil itu lakukan setelah menikah dengan saya."

Suasana menjadi berat, Toni menelan ludah sebelum menjawab, "Laksanakan, tuan."

Sebelum memasuki mobil hitam yang sudah menunggu, Alfred menoleh ke arah Vino, asistennya yang setia. "Pastikan dia tidak merusak reputasi ku," ujarnya dengan nada dingin dan penuh tekanan.

Vino mengangguk pelan, wajahnya tetap tenang namun matanya menyimpan kewaspadaan.

Aku ingin melihat samakah dia dengan kebanyakan wanita di muka bumi ini? Yang gila harta? Let's play gadis kecil! Bisakah kau melewati semua rintangan yang ku beri?

Senyum miring tercetak di bibir Alfred saat suara hatinya berperang.

Episodes
1 Pertemuan tak terduga
2 Menerima begitu saja
3 Hidup masing-masing
4 Asi gadis SMA
5 Reputasi lebih penting
6 Dia berbeda
7 Kebebasannya berkurang
8 Diam-diam terpesona
9 Apa Om Al menginginkan ku?
10 Ternyata jarang pulang
11 Pengeboman sadis
12 Perdebatan Michelle dengan pelayan
13 Hanya mereka yang berani meledek Alfred
14 Michelle mengira Alfred memiliki anak
15 Nona bukan pembawa sial
16 Elena ditemukan
17 Tidur bersama
18 Kesalahpahaman Michelle
19 Kecelakaan besar di masa lalu
20 Perhatian halus
21 Surat panggilan dari kepala sekolah
22 Baby Serena bukan anak om Al?
23 Terbongkar sudah rahasia Michelle
24 Ceramah bermutu dari Jolina
25 Michelle kerabat istri pamanmu
26 Tercyduk oleh suami
27 Alfred yang iseng
28 Terjadi penyerangan
29 Alfred mulai posesif
30 Ada monster di dirinya
31 Alasan Alfred marah
32 Tatapan gairah +
33 Deep talk ++
34 Mirip seseorang yang di cari
35 Menanyakan tentang keberadaan Elena
36 Apakah aku terlalu percaya diri?
37 Bocilku mana?
38 Bayi besar milikmu
39 Paman... bibi kecil di culik!
40 Otak penculikan sebenarnya
41 Berusaha kabur
42 Penyiksaan tak kunjung berhenti
43 Bakar!
44 POV. MICHELLE
45 Satu ginjal?
46 Menjadi seorang anak kecil
47 Pembalasan yang begitu sadis
48 Menjemput gadis kecilnya
49 Jadi... kamu adalah dia?
50 Asal-usul jaket itu
51 Serangan balik
52 Huh...Mandi air dingin lagi
53 Kedatangan polisi
Episodes

Updated 53 Episodes

1
Pertemuan tak terduga
2
Menerima begitu saja
3
Hidup masing-masing
4
Asi gadis SMA
5
Reputasi lebih penting
6
Dia berbeda
7
Kebebasannya berkurang
8
Diam-diam terpesona
9
Apa Om Al menginginkan ku?
10
Ternyata jarang pulang
11
Pengeboman sadis
12
Perdebatan Michelle dengan pelayan
13
Hanya mereka yang berani meledek Alfred
14
Michelle mengira Alfred memiliki anak
15
Nona bukan pembawa sial
16
Elena ditemukan
17
Tidur bersama
18
Kesalahpahaman Michelle
19
Kecelakaan besar di masa lalu
20
Perhatian halus
21
Surat panggilan dari kepala sekolah
22
Baby Serena bukan anak om Al?
23
Terbongkar sudah rahasia Michelle
24
Ceramah bermutu dari Jolina
25
Michelle kerabat istri pamanmu
26
Tercyduk oleh suami
27
Alfred yang iseng
28
Terjadi penyerangan
29
Alfred mulai posesif
30
Ada monster di dirinya
31
Alasan Alfred marah
32
Tatapan gairah +
33
Deep talk ++
34
Mirip seseorang yang di cari
35
Menanyakan tentang keberadaan Elena
36
Apakah aku terlalu percaya diri?
37
Bocilku mana?
38
Bayi besar milikmu
39
Paman... bibi kecil di culik!
40
Otak penculikan sebenarnya
41
Berusaha kabur
42
Penyiksaan tak kunjung berhenti
43
Bakar!
44
POV. MICHELLE
45
Satu ginjal?
46
Menjadi seorang anak kecil
47
Pembalasan yang begitu sadis
48
Menjemput gadis kecilnya
49
Jadi... kamu adalah dia?
50
Asal-usul jaket itu
51
Serangan balik
52
Huh...Mandi air dingin lagi
53
Kedatangan polisi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!