Kisah Kelam

"Pasti berat rasanya mengalami kehilangan seperti itu di usia semuda itu, kan? Aku bisa bilang seperti itu dari pengalaman pribadi. Tiga tahun lalu, aku kehilangan Mama dan juga kehilangan penglihatan ku." Ujar Intan.

"Apa yang terjadi? Non Intan tidak perlu menjawab jika tidak merasa nyaman." Ucap Bi Lila.

"Tidak apa-apa. Tiga tahun yang lalu, Mama menjemput ku dari les piano karena sudah sangat larut, dan beliau selalu terlalu protektif. Adik perempuanku, Hilda, ikut dengannya karena ingin mampir ke minimarket dan membeli es krim coklat kesukaannya yang sudah habis. Dalam perjalanan pulang, Mama sedang tidak enak badan, dan aku malah bertengkar dengan adikku hanya karena sesuatu yang konyol. Hanya butuh satu momen teralihkan untuk mengubah segalanya. Ketika kami melihat lampu depan mobil datang ke arah kami, Mama membanting stir agar kedua mobil tidak bertabrakan. Berusaha menghindari tabrakan, Mama membelokkan mobil keluar jalur. Hal terakhir yang kuingat adalah sebuah pohon besar, lalu...."

Intan bahkan tidak sadar bahwa dia sudah menangis sampai isak tangis menyela ucapannya. Dia terisak dan mencoba menarik napas dalam-dalam.

"Tidak apa-apa, Non Intan tidak perlu melanjutkannya." Ucap Bi Lila.

"Semuanya terjadi begitu cepat. Satu-satunya yang kupikirkan hanyalah melindungi Hilda. Aku mengerahkan seluruh tenagaku, tetapi aku terlempar dengan kuat dan kepalaku terbentur, lalu aku pingsan. Aku terbangun beberapa hari kemudian di rumah sakit, Papa dan adikku ada di ruangan saat itu. Mereka memberi tahuku bahwa Mamaku meninggal dalam kecelakaan itu, dan aku ketakutan karena aku tidak bisa melihat apa-apa. Namun, rasa takut hidup dalam kegelapan bahkan lebih buruk daripada rasa takut mengetahui bahwa aku harus menjalaninya tanpa Mamaku di sisiku." Ujar Intan.

"Maaf, pasti sangat menyakitkan melewati semua itu, tetapi setidaknya Papa dan saudara perempuan Non ada di dekat Non Intan." Ucap Bi Lila.

"Setelah kematian Mama, segalanya berubah." Kata Intan.

"Apa maksud Non Intan?" Tanya Bi Lila.

"Papa dan saudara perempuan ku, meskipun mereka tidak pernah mengatakannya secara langsung, mereka menyalahkan aku atas kematian Mama." Jawab Intan.

Intan menghindari menceritakan semua detail yang terjadi saat itu karena merasa tidak perlu. Dia tidak ingin Bi Lila menatapnya dengan iba.

"Tapi Non Intan tidak bersalah atas apa pun, kecelakaan memang terjadi, seperti yang telah merenggut suami saya dari hidup saya." Ucap Bi Lila.

"Ya, tapi ada satu pertanyaan yang terus menghantuiku. Jika saja Mama tidak meninggalkan rumah malam itu untuk menjemput ku, apakah Mama masih hidup saat ini?" Ucap Intan.

Bi Lila kemudian memeluk Intan yang masih menangis, dan mencoba untuk menenangkannya.

"Orang-orang meninggalkan kita ketika saatnya memang sudah tiba. Kecelakaan Mama Non Intan tak bisa terelakkan, dan itu bukan salah Non Intan. Itu sudah takdir yang digariskan Tuhan. Memang, Non Intan juga korbannya, sama seperti beliau. Non Intan seharusnya bangga karena telah melindungi adik Non Intan. Meskipun dia mungkin belum memahaminya sekarang, suatu hari nanti dia akan menghargai pengorbanan Non Intan." Ujar Bi Lila.

"Dan sebagai balasannya, dia tidur dengan tunanganku." Balas Intan.

"Yah, itu tindakan yang cukup menyakitkan. Tapi coba pikirkan. Kalau dia begitu mudah tergoda oleh adik Non Intan, itu artinya dia bukan orang yang tepat untuk Non Intan. Mungkin beruntung Non Intan tidak menikah dengan pria seperti itu. Sebaliknya, Non Intan menikah dengan Pak Sean, seorang pria yang sebenarnya baik hati, terlepas dari penampilannya." Ucap Bi Lila.

Intan menertawakan kenaifan Bi Lila dalam hati.

'Orang baik? Dia cuma memanfaatkan ku, dan menyalahkan ku atas segala kekacauan yang telah melibatkannya.' ucap Intan dalam hati.

Sean tiba-tiba muncul.

"Bi Lila, aku butuh kopi yang sangat pahit." Ucap Sean.

"Tentu saja, Pak." Balas Bi Lila.

Intan menyeka air matanya, berharap semoga Sean tidak mendengar percakapannya dengan Bi Lila. Intan mendengar langkah kaki Sean menjauh dan suara gaduh Bi Lila yang sedang mencuci piring.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di ruang kerja Sean...

Sean begitu gelisah dan kesal ketika dia kembali ke ruangan kerjanya.

'Bagaimana mungkin dia masih bilang mereka tidak pantas mati?' pikir Sean.

Mendengar cerita Intan tadi saja membuat Sean ingin membunuh keluarga Intan. Amarah Sean mereda ketika pintu terbuka dan Bi Lila masuk.

"Kopi Anda, Pak, sesuai dengan yang Anda minta." Ucap Bi Lila.

"Terima kasih!" Balas Sean.

"Sama-sama, Pak." Ucap Bi Lila.

Saat Bi Lila pergi, Sean kembali memanggilnya.

"Bi Lila?" Panggil Sean.

"Ya, Pak?" Balas Bi Lila seraya berbalik.

"Apakah tempat tidur di kamar Bi Lila nyaman?" Tanya Sean.

"Ya, Pak. Sangat nyaman." Jawab Bi Lila.

"Apakah menurutmu lemari pakaian yang kecil di kamarmu itu cukup untuk menampung pakaian Intan?" Tanya Sean lagi.

Bi Lila menyembunyikan senyum penuh arti di bibirnya, merasakan perhatian mengejutkan Sean terhadap istrinya.

"Saya rasa sepertinya begitu, Pak. Lagipula, Non Intan hanya membawa koper kecil itu. Non Intan tidak punya banyak pakaian." Jawab Bi Lila.

'Bagaimana mungkin seorang perempuan bisa memasukkan semua kebutuhannya ke dalam koper sekecil itu? Mungkin aku harus membelikannya barang-barang yang dia butuhkan, atau mungkin tidak. Kenapa aku harus khawatir?' Sean kembali bergumam dalam hati.

"Baiklah terima kasih. Kau bisa kembali bekerja." Ucap Sean.

"Baik, Pak." Kata Bi Lila.

Bi Lila kembali ke dapur, tapi Intan tidak terlihat disana dan kekhawatiran menyelimuti Bi Intan.

"Non Intan? Di mana Anda, Non Intan?" Teriak Bi Lila khawatir.

Bi Lila akhirnya menemukan Intan di kamar tidur, sedang memilah pakaiannya.

"Hai, Bi Lila, butuh sesuatu?" Tanya Intan santai.

"Tidak, Non Intan. Saya hanya khawatir karena tidak melihat Anda di dapur." Jawab Bi Lila.

"Aku ke kamar cuma ingin menyimpan baju-baju ini. Kalau ditaruh di koper nanti bisa kusut." Ucap Intan.

"Saya bisa melakukannya untuk Non Intan setelah saya selesai menyiapkan makan siang." Ucap Bi Lila.

"Terima kasih, tapi aku bisa mengurusnya. Dengan begini, aku bisa tahu letak barang-barangku saat aku membutuhkannya." Balas Intan.

"Atau Anda bisa meminta saya untuk mengambilnya untuk Anda." Ucap Bi Lila.

"Tidak perlu. Aku bisa mengatasinya." Balas Intan.

"Baiklah Non." Kata Bi Lila

Intan tetap di kamar, merapikan barang-barangnya di lemari. Sementara Bi Lila selesai menyiapkan makan siang di dapur. Setelah selesai, Intan bergabung dengannya di dapur. Bi Lila sedang menata meja dan membantu Intan untuk duduk. Tak lama kemudian, langkah kaki Sean bergema di lantai, dan Intan mendengar suara Bi Lila.

"Apakah Anda akan ikut bersama kami untuk makan siang hari ini, Pak?" Tanya Bi Lila.

"Tidak, aku harus pergi dan aku tidak akan kembali malam ini. Aku juga tidak akan pulang untuk makan malam." Jawab Sean.

"Baik Pak." Jawab Bi Lila.

Bersambung...

Episodes
1 Awal: Menerima Kenyataan
2 Resmi Menikah
3 Tanda Tangan
4 Berteman
5 Kisah Kelam
6 Insiden Kolam Renang
7 Mencium
8 Menonton Film
9 Mulai Ada Rasa
10 Drama Sean
11 Jatuh Sakit
12 Merawat Sean
13 Insiden Di Kamar Mandi
14 Kemarahan Sean
15 Meminta Ganti Rugi
16 Jalan-jalan Berdua
17 Kaulah Orangnya
18 Malam Penuh Cinta
19 Masalah Baru
20 Kolam Renang Lagi
21 Persiapan Kejutan
22 Ulang Tahun Intan
23 Masa Lalu Sean
24 Kedatangan Pak Purnomo
25 Kemarahan Sean
26 Memberi Pelajaran Keluarga Purnomo
27 Kesepakatan
28 Tentang Vina
29 Rencana Vina
30 Kekecewaan Intan
31 Pil Kontrasepsi
32 Positif Hamil
33 Hasil Tes DNA
34 Salah Paham
35 Kemarahan Hilda
36 Awal Mula
37 Kecelakaan
38 Buta
39 Hancur Tanpa Mama
40 Kelicikan Hilda
41 Putus Asa
42 Bayi-bayi Sean
43 Kembar
44 Bertemu Mertua Lagi
45 Penjelasan Hilda
46 Hadiah Untuk Intan
47 Menemui Dokter Mata
48 Kondisi Mata Intan
49 Bertemu Vina
50 Masa Lalu Sean
51 Kedatangan Vina
52 Rencana Vina
53 Rencana Sean di Masa Lalu
54 Vina Melahirkan
55 Vina Kabur
56 Memburu Vina
57 Kemarahan Hilda
58 Vina Meninggal
59 Ditangkap Polisi
60 Intan Melahirkan
61 Menangkap Hilda
62 Menyiksa Hilda
63 Menerima Bayi Vina
64 Menyiksa Hilda Lagi
65 Permintaan Maaf Pak Purnomo
66 Memaafkan Papanya
67 Mulai Dicurigai
Episodes

Updated 67 Episodes

1
Awal: Menerima Kenyataan
2
Resmi Menikah
3
Tanda Tangan
4
Berteman
5
Kisah Kelam
6
Insiden Kolam Renang
7
Mencium
8
Menonton Film
9
Mulai Ada Rasa
10
Drama Sean
11
Jatuh Sakit
12
Merawat Sean
13
Insiden Di Kamar Mandi
14
Kemarahan Sean
15
Meminta Ganti Rugi
16
Jalan-jalan Berdua
17
Kaulah Orangnya
18
Malam Penuh Cinta
19
Masalah Baru
20
Kolam Renang Lagi
21
Persiapan Kejutan
22
Ulang Tahun Intan
23
Masa Lalu Sean
24
Kedatangan Pak Purnomo
25
Kemarahan Sean
26
Memberi Pelajaran Keluarga Purnomo
27
Kesepakatan
28
Tentang Vina
29
Rencana Vina
30
Kekecewaan Intan
31
Pil Kontrasepsi
32
Positif Hamil
33
Hasil Tes DNA
34
Salah Paham
35
Kemarahan Hilda
36
Awal Mula
37
Kecelakaan
38
Buta
39
Hancur Tanpa Mama
40
Kelicikan Hilda
41
Putus Asa
42
Bayi-bayi Sean
43
Kembar
44
Bertemu Mertua Lagi
45
Penjelasan Hilda
46
Hadiah Untuk Intan
47
Menemui Dokter Mata
48
Kondisi Mata Intan
49
Bertemu Vina
50
Masa Lalu Sean
51
Kedatangan Vina
52
Rencana Vina
53
Rencana Sean di Masa Lalu
54
Vina Melahirkan
55
Vina Kabur
56
Memburu Vina
57
Kemarahan Hilda
58
Vina Meninggal
59
Ditangkap Polisi
60
Intan Melahirkan
61
Menangkap Hilda
62
Menyiksa Hilda
63
Menerima Bayi Vina
64
Menyiksa Hilda Lagi
65
Permintaan Maaf Pak Purnomo
66
Memaafkan Papanya
67
Mulai Dicurigai

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!