Tanda Tangan

Bi Lila membawa Intan ke kamar dan menunjukkan padanya tempat tidur single di seberang kamar.

Intan duduk dan mulai melepas sepatu hak tingginya, sementara Bi Lila memperhatikan dengan tenang.

"Apakah ada yang ingin Anda tanyakan padaku?" Tanya Intan.

"Hah ? Kenapa Nyonya bisa tahu? Saya pikir Nyonya..."

"Ya, aku memang buta, tapi aku bisa mendengar napas mu. Aku tahu kau masih berdiri di sana, kau pasti penasaran, kan? Ucap Intan.

"Ya, maaf. Saya tidak mengerti kenapa Pak Julian mau mempekerjakan karyawan baru, apalagi yang tuna netra. Dan saya tidak mengerti kenapa Anda berpakaian seperti itu." Ucap Bi Lila.

"Aku bukan karyawannya. Aku dan bosmu menikah hari ini!" Ucap Intan.

"Apa? Anda istrinya Pak Sean? Maaf, saya tidak bermaksud kasar atau menyinggung Anda." Ucap Bi Lila.

"Tidak masalah, aku sama sekali tidak tersinggung. Apa kau tidak tahu kalau bosmu akan menikah hari ini?" Tanya Intan.

"Tidak, Nyonya. Pak Sean jarang ada di rumah. Dia cuma ke sini untuk mandi dan berganti pakaian. Kadang-kadang dia makan di sini, tapi jarang sekali." Ujar Bi Lila.

"Aku mengerti." Ucap Intan singkat.

"Tapi kalau Nyonya Intan istrinya Pak Sean, kenapa tidur sekamar dengan saya?" Tanya Bi Lila.

"Karena dengan begini aku bisa bergerak lebih mudah. Lagi pula, aku tidak akan tinggal lama di sini." Jawab Intan.

Bi Lila semakin bingung dengan apa yang didengarnya. Intan baru saja menikah dan malah mengatakan dia tidak akan tinggal lama di rumah suaminya.

"Koperku ada di mobil. Bisakah Bi Lila mengambilkannya untukku? Aku mau lepas gaun ini, rasanya tidak nyaman sekali." Ucap Intan.

"Tentu saja, Nyonya." Jawab Bi Lila.

Bi Lila pun pergi, dan Intan mulai melepas gaun pengantinnya. Sean sedang menuju ke kamar untuk berbicara dengannya, karena mereka perlu membahas bagaimana pernikahan mereka akan berjalan. Ketika dia tiba, pintu kamar itu sedikit terbuka. Dia melihat ke dalam dan melihat Intan hanya mengenakan lingerie. Dia tetap diam dan mengamatinya. Lagipula, Intan sangat cantik, dan rasa ingin tahunya pun muncul.

'Kenapa dia setuju menikah denganku padahal dia tahu jika aku hanya ingin memanfaatkannya? Dan kenapa dia ingin membalas dendam pada keluarganya tanpa menyakiti mereka? Apa yang sebenarnya terjadi padanya?' tanya Sean dalam hati.

Sean tersadar dalam lamunannya yang terus saja bertanya terlalu banyak dalam hatinya. Dia mendesah sangat pelan sehingga tidak dapat didengar oleh banyak orang, tapi Intan dapat mendengarnya.

"Hai? Bi Lila? Apa sudah menemukan koperku?" Tanya Intan.

Ketika tak seorang pun menjawab pertanyannya, Intan langsung mengambil gaun pengantinnya dan menutupi tubuhnya.

"Siapa di sana?" Tanya Intan sedikit takut.

Sean tidak menjawab, dia hanya pergi begitu saja dan Bi Lila tiba tak lama kemudian setelah Sean pergi.

"Nyonya, ini koper Anda." Ucap Bi Lila.

"Bi Lila? Sudah berapa lama Bi Lila di sana?" Tanya Intan.

"Saya baru saja tiba, ada apa Nyonya?" Balas Bi Lila bertanya balik.

"Apakah ada orang di lorong saat Bi Lila tiba?" Tanya Intan lagi.

"Tidak ada Nyonya, ada apa?" Tanya Bi Lila.

"Bukan apa-apa, mungkin cuma pikiranku saja." Jawab Intan.

Sebenarnya Intan yakin sekali bahwa dia mendengar napas seseorang. Dia berpikir mungkin dia hanya belum terbiasa dengan lingkungan sekitarnya. Dia mengambil kopernya yang diberikan Bi Lila dan meletakkannya di tempat tidur, mengambil baju ganti, dan menyentuhnya agar bisa berpakaian dengan benar.

Setelah berpakaian, Intan diberi tahu bahwa Sean perlu bicara dengannya di ruang kerjanya. Bi Lila mengantarnya ke sana dan, seperti biasa, Intan menghitung langkah-langkah kakinya agar dia bisa masuk dan tidak perlu bergantung pada siapa pun ketika dia butuh sesuatu.

"Apakah Anda selalu melakukan itu, Nyonya?" Tanya Bi Lila.

"Apa itu? Menghitung langkah?" Ucap Intan.

"Iya, Nyonya." Jawab Bi Lila.

"Ya, aku melakukannya karena aku perlu tahu di mana letak setiap perabotan atau dinding, sehingga di masa mendatang aku dapat bergerak sendiri tanpa harus mengganggu orang lain." Ucap Intan.

"Saya mengerti, tapi kapan pun Anda membutuhkan saya, Anda dapat mengandalkan saya, Nyonya. Lagipula, sebagian besar waktu hanya akan ada kita berdua di rumah ini." Ujar Bi Lila.

"Itu bagus, artinya kita akan menjadi teman baik." Balas Intan.

Bi Lila terkesan dengan kesederhanaan Intan, lagipula, dia istri dari Sean Alexander, bosnya. Tapi dia bertingkah seolah-olah dia adalah orang yang tidak penting, dia tidak mengeluh diminta tinggal di kamar pembantu tanpa sekalipun. Wanita lain jika ada di posisinya pasti akan menuntut haknya, tapi Intan tampak tidak peduli dengan hal itu.

"Baiklah, kita sudah sampai di pintu ruang kerja Pak Sean." Ucap Bi Lila.

"Terima kasih Bi Lila." Balas Intan.

Bi Lila pun pergi meninggalkan Intan.

Intan lantas mengetuk pintu dan beberapa detik kemudian dia mendengar suara Sean dari dalam ruangannya.

"Masuklah!" Teriak Sean dari dalam.

Intan membuka pintu perlahan dan melangkah maju. Begitu merasa sudah melewati kusen pintu, dia berbalik dan menutup pintu. Dia berdiri di sana, lagipula dia tidak tahu ukuran ruangan itu dan dia tidak ingin menabrak sesuatu dan tanpa sengaja merusaknya.

"Apa kau mau tetap berdiri di sana? Duduk lah." Ucap Sean.

"Kurasa aku perlu memakai tanda di leherku untuk mengingatkanmu setiap saat bahwa aku ini buta." Kata Intan.

"Kau begitu terlihat normal sampai-sampai aku lupa, majulah empat langkah." Perintah Sean.

Intan melangkah maju empat langkah sambil meletakkan tangan di depan badannya, tapi dia tidak merasakan apa pun.

"Dua langkah lagi." Ucap Sean.

Intan melangkah dua langkah lagi dan akhirnya merasakan kursi itu.

'Bukankah akan lebih mudah jika dia menyuruh ku melangkah enam langkah?' ucap Intan dalam hati.

"Bagi ku hanya empat langkah." Ucap Sean.

Sean menjawab seolah mendengar pikiran Intan.

Intan lalu duduk dan menunggu Sean bicara. Butuh waktu sekitar tiga menit, dan yang didengar Intan hanyalah suara gemerisik kertas, sedikit angin, dan suara kertas-kertas yang dilempar ke meja.

"Ini berkas yang harus kau tandatangani." Ucap Sean.

"Tentang apa ini?" Tanya Intan.

"Kau tak perlu tahu, lagipula kita sudah sepakat, bukan?" Balas Sean.

"Ya, kau benar. Bisakah kau memberi tahu aku di mana harus menandatanganinya." Pinta Intan.

Sean mendengus, tetapi Intan mendengar suara kursinya bergerak menjauh dan kemudian suara langkah kaki. Beberapa detik kemudian dia merasakan kehangatan tubuh Sean di sampingnya.

Saat membungkuk, aroma parfum Sean menyerbu hidung Intan. Dia menyentuh tangan Intan dan meletakkannya tepat di atas garis. Namun, Sean menatap wajah Intan, raut wajahnya lembut, dia tampak seperti gadis kecil. Sesaat Sean ingin menyentuhnya, tapi kembali tersadar ketika Intan menoleh ke arahnya dan bertanya.

"Apakah ini satu-satunya lembar yang harus ditandatangani?" Tanya Intan.

Sean menggaruk tenggorokannya dan berkata,

"Tidak, masih ada tiga lembar lagi, tanda tangani di sini." Ucap Sean.

Dia menunjukkan pada Intan semua tempat yang perlu ditanda tangani dan setelah semuanya ditandatangani dia duduk lagi.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

kalea rizuky

kalea rizuky

awas bucin lo se/Curse//Curse/

2025-07-22

0

lihat semua
Episodes
1 Awal: Menerima Kenyataan
2 Resmi Menikah
3 Tanda Tangan
4 Berteman
5 Kisah Kelam
6 Insiden Kolam Renang
7 Mencium
8 Menonton Film
9 Mulai Ada Rasa
10 Drama Sean
11 Jatuh Sakit
12 Merawat Sean
13 Insiden Di Kamar Mandi
14 Kemarahan Sean
15 Meminta Ganti Rugi
16 Jalan-jalan Berdua
17 Kaulah Orangnya
18 Malam Penuh Cinta
19 Masalah Baru
20 Kolam Renang Lagi
21 Persiapan Kejutan
22 Ulang Tahun Intan
23 Masa Lalu Sean
24 Kedatangan Pak Purnomo
25 Kemarahan Sean
26 Memberi Pelajaran Keluarga Purnomo
27 Kesepakatan
28 Tentang Vina
29 Rencana Vina
30 Kekecewaan Intan
31 Pil Kontrasepsi
32 Positif Hamil
33 Hasil Tes DNA
34 Salah Paham
35 Kemarahan Hilda
36 Awal Mula
37 Kecelakaan
38 Buta
39 Hancur Tanpa Mama
40 Kelicikan Hilda
41 Putus Asa
42 Bayi-bayi Sean
43 Kembar
44 Bertemu Mertua Lagi
45 Penjelasan Hilda
46 Hadiah Untuk Intan
47 Menemui Dokter Mata
48 Kondisi Mata Intan
49 Bertemu Vina
50 Masa Lalu Sean
51 Kedatangan Vina
52 Rencana Vina
53 Rencana Sean di Masa Lalu
54 Vina Melahirkan
55 Vina Kabur
56 Memburu Vina
57 Kemarahan Hilda
58 Vina Meninggal
59 Ditangkap Polisi
60 Intan Melahirkan
61 Menangkap Hilda
62 Menyiksa Hilda
63 Menerima Bayi Vina
64 Menyiksa Hilda Lagi
65 Permintaan Maaf Pak Purnomo
66 Memaafkan Papanya
67 Mulai Dicurigai
Episodes

Updated 67 Episodes

1
Awal: Menerima Kenyataan
2
Resmi Menikah
3
Tanda Tangan
4
Berteman
5
Kisah Kelam
6
Insiden Kolam Renang
7
Mencium
8
Menonton Film
9
Mulai Ada Rasa
10
Drama Sean
11
Jatuh Sakit
12
Merawat Sean
13
Insiden Di Kamar Mandi
14
Kemarahan Sean
15
Meminta Ganti Rugi
16
Jalan-jalan Berdua
17
Kaulah Orangnya
18
Malam Penuh Cinta
19
Masalah Baru
20
Kolam Renang Lagi
21
Persiapan Kejutan
22
Ulang Tahun Intan
23
Masa Lalu Sean
24
Kedatangan Pak Purnomo
25
Kemarahan Sean
26
Memberi Pelajaran Keluarga Purnomo
27
Kesepakatan
28
Tentang Vina
29
Rencana Vina
30
Kekecewaan Intan
31
Pil Kontrasepsi
32
Positif Hamil
33
Hasil Tes DNA
34
Salah Paham
35
Kemarahan Hilda
36
Awal Mula
37
Kecelakaan
38
Buta
39
Hancur Tanpa Mama
40
Kelicikan Hilda
41
Putus Asa
42
Bayi-bayi Sean
43
Kembar
44
Bertemu Mertua Lagi
45
Penjelasan Hilda
46
Hadiah Untuk Intan
47
Menemui Dokter Mata
48
Kondisi Mata Intan
49
Bertemu Vina
50
Masa Lalu Sean
51
Kedatangan Vina
52
Rencana Vina
53
Rencana Sean di Masa Lalu
54
Vina Melahirkan
55
Vina Kabur
56
Memburu Vina
57
Kemarahan Hilda
58
Vina Meninggal
59
Ditangkap Polisi
60
Intan Melahirkan
61
Menangkap Hilda
62
Menyiksa Hilda
63
Menerima Bayi Vina
64
Menyiksa Hilda Lagi
65
Permintaan Maaf Pak Purnomo
66
Memaafkan Papanya
67
Mulai Dicurigai

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!